Demo Lumpuhkan Bisnis, UE Siap Jatuhkan Sanksi kepada Rezim Militer
Perlawanan rakyat Myanmar terus meningkat usai ancaman junta untuk bertindak keras atas demonstran. Uni Eropa mengumumkan siap menjatuhkan sanksi terhadap rezim militer Myanmar.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
NAYPYIDAW, SENIN -- Demonstrasi besar-besaran menentang pemerintahan militer melumpuhkan bisnis di Myanmar, Senin (22/2/2021). Ratusan ribu pengunjuk rasa kembali turun ke jalan di kota-kota besar dan juga kecil, mulai dari wilayah perbukitan di utara, dekat perbatasan dengan China, wilayah tengah, wilayah delta Sungai Irrawaddy, hingga wilayah selatan negeri itu.
Tiga pekan setelah melancarkan kudeta, junta gagal menghentikan unjuk rasa dan aksi pembangkangan sipil menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi, penasihat negara yang ditahan bersama ratusan aktivis lain.
Perlawanan rakyat Myanmar terhadap junta militer semakin keras menyusul pesan militer bahwa aparat keamanan tidak segan-segan bertindak keras, termasuk kemungkinan tindakan penghilangan paksa.
Eskalasi bentrokan dikhawatirkan terus meningkat, membuat sejumlah usaha, baik lokal maupun jaringan bisnis internasional, memilih menutup usahanya untuk sementara seiring aksi pemogokan umum.
Selain toko-toko lokal, waralaba dan layanan jaringan internasional mengumumkan penutupan pada Senin kemarin, termasuk KFC Yum Brands Inc dan layanan pengiriman Food Panda, yang dimiliki Delivery Hero. Perusahaan Asia Tenggara, Grab, juga menghentikan layanan, kecuali bagian layanan taksinya yang tetap beroperasi.
Ancaman tindakan keras junta militer terhadap warga yang melawan disampaikan oleh lembaga penyiaran milik negara, MRTV, Minggu (21/2) malam.
”Para pengunjuk rasa sekarang menghasut orang-orang, terutama remaja dan pemuda yang emosional, ke jalur konfrontasi di mana mereka akan menderita kehilangan nyawa,” kata penyiar lembaga itu.
Pernyataan tersebut membuat sejumlah pihak bereaksi. Platform media sosial Facebook, Senin kemarin, menghapus halaman MRTV terkait pelanggaran berulang terhadap standar mereka, antara lain, soal kekerasan dan hasutan. Sehari sebelumnya, Facebook juga menghapus halaman utama milik militer Myanmar, Tatmadaw, dengan alasan yang sama.
Ancaman junta tak menyurutkan semangat warga untuk turun ke jalan. ”Kami tak menginginkan junta, kami menginginkan demokrasi. Kami ingin menciptakan masa depan kami sendiri,” kata Htet Htet Hlaing (22), pengunjuk rasa.
Penulis dan sejarawan Myanmar, Thant Myint-U, mengatakan, jendela resolusi damai sudah ditutup. ”Hasil dari beberapa minggu mendatang akan ditentukan oleh hanya dua hal: kemauan tentara yang telah menghancurkan banyak protes sebelumnya serta keberanian, keterampilan, dan tekad para pengunjuk rasa (sebagian besar masyarakat),” katanya melalui akun Twitter.
Sanksi UE
Beberapa negara Barat kembali mengecam keras kudeta dan mengecam tindakan kekerasan oleh rezim militer Myanmar terhadap pengunjuk rasa. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan di Twitter bahwa AS akan mengambil tindakan tegas terhadap pihak berwenang yang bersikap keras terhadap para penentang kudeta.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres kembali mendesak militer Myanmar segera menghentikan penindasan. ”Bebaskan para tahanan. Akhiri kekerasan. Hormati hak asasi manusia dan keinginan rakyat yang diungkapkan dalam pemilihan baru-baru ini,” kata Guterres di Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Geneva, Swiss.
Senin kemarin, Uni Eropa mengumumkan siap menjatuhkan sanksi terhadap rezim militer Myanmar. Sebelumnya, AS, Kanada, dan Inggris telah memberi sanksi terhadap para jenderal militer di Myanmar. Rencana UE disampaikan pada awal pertemuan para menlu UE di Brussels, Belgia.
”UE siap mengambil langkah-langkah pembatasan dengan menarget mereka yang bertanggung jawab dalam kudeta militer dan (menarget) kepentingan ekonomi mereka,” demikian pernyataan UE.
Pelapor khusus PBB tentang hak asasi manusia ke Myanmar, Tom Andrews, mengatakan dia sangat prihatin dengan peringatan junta kepada pengunjuk rasa. "Tidak seperti 1988, tindakan aparat keamanan sedang direkam dan Anda akan dimintai pertanggungjawaban," katanya di Twitter. (AFP/REUTERS/MHD)