Cermati Dampak Lingkungan dan Sosial Pemindahan Ibu Kota Negara
Pemindahan ibu kota negara yang dipaksakan dinilai akan mengancam tata air, flora, dan fauna, hingga pencemaran maupun kerusakan lingkungan lainnya. Seluruh dampak ini harus dicermati dengan kajian yang transparan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
Kompas/Sucipto
Pemandangan di kawasan hutan tanaman industri PT ITCI Hutani Manunggal di Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Sabtu (22/2/2020). Ibu kota negara baru direncanakan akan dibangun di sekitar wilayah ini.
JAKARTA, KOMPAS — Pemindahan ibu kota negara baru ke Kalimantan Timur yang bila dipaksakan tanpa kajian yang matang berpotensi menimbulkan dampak negatif lingkungan dan sosial bagi masyarakat sekitar. Dampak ini harus dicermati agar pemindahan ibu kota negara tidak menimbulkan permasalahan baru di masa mendatang.
Kepala Divisi Kajian Hukum dan Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Dewi Puspa mengatakan, pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur harus dibaca dari semua aspek baik dari segi lingkungan, sosial, politik, maupun hukum. Terjadinya banjir di Penajam Paser Utara juga menunjukan wilayah tersebut tidak layak digunakan sebagai lokasi IKN yang diklaim bebas dari bencana.
”Pasca-pengesahan Undang-Undang IKN ini, berbagai penolakan sudah dilakukan. Adanya penolakan (pemindahan IKN) sejak proses awal secara terus-menerus dilakukan untuk menunjukkan bahwa Kalimantan Timur sudah mengalami krisis yang luar biasa,” ujarnya di Jakarta, Rabu (2/2/2022).
Pemindahan ibu kota negara masih akan meninggalkan permasalahan di Jakarta dan tidak ada skema pemulihan.
Dalam keterangan resminya, Walhi menyebut bahwa lokasi IKN telah dilakukan terlebih dahulu secara politik tanpa adanya landasan hukum yang jelas. Pemilihan lokasi ini juga dipandang tidak mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) menunjukkan, pemindahan IKN yang dipaksakan akan mengancam tata air dan risiko perubahan iklim, flora dan fauna, serta pencemaran atau kerusakan lingkungan lainnya. Ancaman tata air terjadi karena tingginya jumlah dan luas konsesi tambang di lokasi IKN sehingga berpengaruh terhadap sistem hidrologi. Sementara ancaman terhadap flora dan fauna diakibatkan tekanan terhadap habitat satwa liar.
Kompas/Wawan H Prabowo
Presiden Joko Widodo bersama Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor meninjau lokasi calon ibu kota negara di kawasan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (17/12/2019). Presiden berharap pemindahan ibu kota tidak sekadar memindahkan fisik kantor atau gedung pemerintahan dari Jakarta.
Selain itu, pembangunan IKN juga akan menempatkan Teluk Balikpapan sebagai kawasan industri karena akan dijadikan satu-satunya pintu masuk jalur laut hingga jalur logistik. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak terhadap mata pencarian lebih dari 10.000 nelayan lokal di Kabupaten Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, dan Balikpapan.
”Pemindahan ibu kota negara masih akan meninggalkan permasalahan di Jakarta dan tidak ada skema pemulihan. Hal ini juga akan terjadi di daerah lain, seperti Sulawesi, yang berpotensi sebagai pemasok bahan baku ke Kalimantan Timur. Potensi kerusakan lingkungan bisa terjadi pada daerah-daerah tersebut,” kata Dewi.
Direktur Program dan Kampanye Trend Asia Ahmad Ashov mengatakan, pembangunan yang dilakukan saat ini masih belum memerhatikan bahkan mengesampingkan aspek lingkungan. Hal ini ditunjukkan masih banyaknya bencana khususnya yang terkait dengan hidrometerologi di berbagai wilayah di Indonesia.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sepanjang 2021 telah terjadi 3.116 kejadian bencana di Indonesia. Kejadian tersebut didominasi oleh bencana hidrometeorologi, yakni banjir (1.310kejadian), cuaca ekstrem (815 kejadian), tanah longsor (633 kejadian), dan gelombang pasang (45 kejadian). Bencana tersebut juga mengakibatkan 677 orang meninggal dan berdampak terhadap lebih dari 8,5 juta orang.
KOMPAS
Beberapa lubang besar bekas tambang dibiarkan terbuka dan tidak direklamasi di Anggana, Kutai Kartanegara, kalimantan Timur, Minggu (25/11/2018). Eksplorasi tambang batubara di Kalimantan Timur berdampak curuk buruk terhadap kondisi lingkungan.
Menurut Ashov, setiap daerah di Indonesia sudah tidak bisa terlepas dari bencana, termasuk Kalimantan yang merupakan lokasi IKN baru. Akhir 2021 dan awal 2022 tercatat beberapa daerah di Kalimantan Timur mengalami banjir dan menyebabkan sejumlah kerugian.
”Fakta ini seharusnya bisa menggambarkan betapa daya dukung lingkungan kita sudah semakin menurun. Konsekuensi menurunnya daya dukung lingkungan ini salah satunya terjadi dari meningkatnya kejadian banjir dan tanah longsor,” ujarnya.
Lubang bekas tambang
Pada 2019, koalisi masyarakat sipil juga telah menyusun laporan investigasi tentang permasalahan lingkungan di IKN baru berjudul ”Ibu Kota Baru untuk Siapa?”. Sejumlah lembaga yang terlibat dalam penyusunan ini, antara lain, Walhi, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Trend Asia, Forest Watch Indonesia, serta Pokja Pesisir dan Nelayan.
Dari hasil investigasi, di sekitar lokasi IKN baru terdapat 162 konsesi tambang, kehutanan, perkebunan sawit, dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara. Lokasi IKN bahkan masih memiliki 94 lubang bekas tambang batubara yang belum dipulihkan oleh korporasi.
KOMPAS/HARRY SUSILO
Lubang bekas tambang batubara tampak di dalam areal konservasi Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Jumat (23/11/2018). Banyaknya lubang bekas tambang yang dibiarkan di areal konservasi seluas 67 ribu hektar itu diduga dari aktivitas tambang batubara ilegal.
Pemulihan bekas tambang di lokasi IKN dan sekitarnya ini telah menjadi perhatian dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbayamemastikan bahwa KLHK selama beberapa tahun terakhir telah mempelajari dan segera melakukan pemulihan lubang bekas tambang.
Siti menegaskan, program kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan sertareklamasi lahan bekas tambang menjadi salah satu program prioritas KLHK dalam upaya untuk memperbaiki kualitas lingkungan di Indonesia, termasuk di Kaltim. Ia juga terus memantau pembangunan Pusat Persemaian IKN di Desa Mentawir, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara. Pusat Persemaian IKN dibangun di atas lahan seluas 120 hektar dan diperkirakan dapat memproduksi bibit tanaman hingga 15 juta bibit pertahun.