Ketidakadilan Jejak Karbon di Balik COP 26
Perjuangan menjaga penambahan suhu global tidak lebih dari 1,5 derajat celsius tak terhambat konsumsi kebanyakan orang di planet ini, tetapi oleh emisi berlebihan dari gaya hidup dan investasi orang-orang terkaya dunia.
Pemanasan global menjadi ujian paling nyata bagi kemanusiaan kita. Sekalipun setiap orang di Bumi berkontribusi dengan pemanasan global, jejak karbon per kapita bisa sangat timpang. Sebaliknya, mereka yang paling miskin bakal menanggung dampak terberat dari perubahan iklim.
Dengan gaya hidup mewah seperti bepergian dengan pesawat jet atau kapal pesiar pribadi, sebanyak 1 persen dari populasi di Bumi yang masuk kategori terkaya rata-rata melepaskan 70 ton karbon dioksida (CO2) per orang per tahun. Secara total orang-orang kaya ini akan menyumbang 16 persen dari total emisi global pada tahun 2030, naik dari 13 persen emisi pada tahun 1990.
Jejak karbon dari orang-orang terkaya ini berada di jalur menjadi 30 kali lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat celsius, sesuai Perjanjian Iklim Paris. Jika mengacu pada perjanjian ini, setiap orang di Bumi perlu mengurangi emisi CO2 mereka menjadi rata-rata 2,3 ton pada tahun 2030, sekitar setengah dari rata-rata saat ini. Sementara itu, 50 persen orang termiskin di Bumi akan melepaskan rata-rata satu ton CO2 per tahun.
Ketimpangan jejak karbon ini diungkap dalam laporan penelitian yang dilakukan Institute for European Environmental Policy (IEEP) dan The Stockholm Environment Institute (SEI). Kajian yang didukung oleh Oxfam ini dirilis pada Jumat (5/11/2021).
Kepala Kebijakan Iklim di Oxfam Nafkote Dabi, saat merilis laporan ini, mengatakan, perilaku sekelompok elite di Bumi ini berkontribusi memicu cuaca ekstrem di seluruh dunia. ”Mereka membahayakan tujuan internasional membatasi pemanasan global,” tuturnya.
Baca juga: Krisis Iklim dan Kesehatan Kita
Orang super kaya, sebut laporan ini, yang banyak di antaranya memiliki sejumlah rumah, jet pribadi, dan kapal pesiar, memancarkan lebih banyak emisi daripada yang lain. Termasuk kelompok ini adalah kalangan selebritas.
Sebagaimana disebutkan dalam studi SEI dan Oxfam pada 2020, konsumsi 1 persen orang terkaya di dunia ini mendorong emisi karbon dua kali lipat lebih banyak dibandingkan gabungan dari 50 persen populasi termiskin di seluruh dunia.
Mengacu pada data Oxfam sebelumnya, total kekayaan 1 persen orang populasi di dunia ini lebih dari dua kali lipat dibandingkan total kekayaan 6,9 miliar orang. Sebanyak 1 persen kalangan elite ini bukan hanya miliarder, atau bahkan jutawan, tetapi siapa saja yang berpenghasilan lebih dari 172.000 dollar AS setahun.
Studi ini juga mengamati, sebanyak 10 persen orang terkaya di dunia yang berpenghasilan lebih dari 55.000 dollar AS per tahun mengeluarkan karbon sembilan kali lebih banyak daripada rata-rata yang seharusnya. Seperti kalangan elite 1 persen, jumlah mereka dan gaya hidupnya yang boros karbon juga bertumbuh.
Dalam penelitian terbaru Oxfam yang dilakukan IEEP dan SEI ini, jejak karbon orang-orang terkaya dihitung tidak hanya yang berhubungan langsung dengan gaya konsumsi, tetapi juga yang terkait dengan investasi modal mereka. Emisi dari investasi dari 1 persen populasi terkaya di Bumi ini telah meningkat hingga 70 persen pada tahun 2019.
Secara absolut, penelitian menemukan bahwa meskipun terjadi pengurangan emisi secara global dari tahun 2015 hingga 2030, total emisi yang terkait dengan 1 persen orang terkaya diperkirakan akan terus meningkat.
Baca juga: Indonesia Masih Mendua Merespons Deforestasi
Total emisi yang terkait dengan gabungan 90 persen populasi global hanya akan melebihi total tingkat emisi global yang kompatibel dengan 1,5 derajat celsius pada tahun 2030, sedangkan total emisi yang terkait dengan konsumsi dari 10 persen terkaya dari populasi dunia hampir mencapai tingkat itu.
Emisi dari transportasi
Penyumbang terbesar emisi dari kalangan berduit adalah gaya perjalanan mereka. Hal ini sejalan dengan studi oleh Wilk dan Barros (The Conversation, 2021) berdasarkan 82 database catatan publik ditemukan tingginya jejak karbon dalam gaya hidup para miliader. Kapal pesiar menjadi penyumbang terbesar emisi mereka, masing-masing menambahkan sekitar 7.000 ton per tahun.
Studi sebelumnya juga menetapkan kontribusi besar terhadap jejak karbon para selebritas. Misalnya, studi Gösling di Annals of Tourism Research (2019) melacak perkiraan emisi penerbangan para selebritas berdasarkan perjalanan mereka yang bisa diikuti melalui posting media sosial. Ditemukan, jejak karbon dari kalangan selebritas dari penerbangan saja bisa mencapai seribu ton per tahun.
Dabi mengatakan, ”Emisi dari satu miliarder dalam penerbangan luar angkasa akan melebihi emisi seumur hidup seseorang di miliaran orang termiskin di Bumi.” Penerbangan luar angkasa dalam durasi 11 menit bisa menghasilkan emisi setidaknya 75 ton, jumlah yang akan melebihi emisi seumur hidup dari kebanyakan orang di Bumi.
Emisi dari satu miliarder dalam penerbangan luar angkasa akan melebihi emisi seumur hidup seseorang di miliaran orang termiskin di Bumi.
Negara berpenduduk lebih banyak dengan beberapa emisi per kapita tertinggi—dan oleh karena itu total emisi tinggi—adalah Amerika Serikat, Australia, dan Kanada. Australia memiliki jejak kaki rata-rata per kapita sebesar 17 ton, diikuti oleh AS sebesar 16,2 ton, dan Kanada sebesar 15,6 ton.
Baca juga: Saat Publik Bicara Perubahan Iklim
”Kajian ini juga memberi pesan penting bahwa perjuangan untuk menjaga penambahan suhu global tidak lebih dari 1,5 derajat celsius tidak terhambat oleh konsumsi kebanyakan orang di planet ini, tetapi oleh emisi berlebihan dari warga terkaya di dunia,” kata Tim Gore, penulis kajian dari IEEP.
Bahkan, seperti ditemukan dalam studi ini, total emisi yang dihasilkan oleh 10 persen orang terkaya dapat melebihi jumlah yang dialokasikan untuk menjaga target 1,5 derajat celsius pada tahun 2030, terlepas dari apa yang dilakukan oleh 90 persen populasi lainnya.
Gore mengatakan, ”Untuk menutup kesenjangan emisi pada tahun 2030, perlu bagi pemerintah untuk menargetkan langkah-langkah pada penghasil emisi terkaya dan tertinggi—krisis iklim dan ketidaksetaraan harus ditangani bersama.”
Upaya ini, menurut dia, termasuk membatasi konsumsi karbon dari gaya hidup mewah, seperti megayacht, jet pribadi dan perjalanan ruang angkasa, dan untuk mengekang investasi intensif iklim seperti kepemilikan saham di industri bahan bakar fosil.
Harapan suram
Penelitian ini diluncurkan ketika para pemimpin global bernegosiasi dalam Konferensi Tingkat Tinggi Iklim atau COP 26 di Glasgow, Skotlandia, untuk membahas cara-cara mengurangi emisi dan mempertahankan target 1,5 derajat celsius, dengan sejumlah delegasi tiba di konferensi iklim dengan jet pribadi, termasuk para pemimpin negara hingga miliader Jeff Bezos.
Kepala Oxfam Scotland Jamie Livingstone mengatakan, COP 26 menjadi momen penentu dalam perang melawan perubahan iklim. ”Para pemimpin global harus menyetujui cara untuk mengekang emisi yang berlebihan dan membatasi pemanasan global dan mereka harus melakukannya di sini dan sekarang di Glasgow. Keterlambatan menelan korban jiwa.”
Meski demikian, harapan ini sepertinya tidak mudah dicapai. Sekalipun ada sejumlah kemajuan, banyak pihak skeptis bahwa COP 26 ini bakal membawa perubahan radikal dalam mengatasi krisis iklim, terutama keenggaan kalangan berduit untuk mengubah gaya hidup mereka dalam konsumsi maupun investasi.
Seperti dilaporkan Global Witness, industri bahan bakar fosil ternyata memiliki delegasi terbesar dalam COP 26 kali ini. Lembaga ini menemukan 503 orang yang terkait dengan kepentingan bahan bakar fosil telah diakreditasi untuk mengikuti pertemuan iklim kali ini.
”Industri bahan bakar fosil telah menghabiskan waktu puluhan tahun untuk menyangkal dan menunda tindakan nyata terhadap krisis iklim, itulah sebabnya ini menjadi masalah besar,” kata Murray Worthy dari Global Witness, sebagaimana dilaporkan BBC. ”Pengaruh mereka adalah salah satu alasan terbesar mengapa 25 tahun pembicaraan iklim PBB tidak menghasilkan pengurangan nyata dalam emisi global.”
Menyikapi perkembangan ini, tak mengherankan jika aktivis muda dari Swedia, Greta Thunberg yang memimpin unjuk rasa ”Fridays For Future” di Glasgow pekan lalu bahwa KTT Iklim COP 26 telah gagal.
”COP telah berubah menjadi acara PR (public relation), di mana para pemimpin memberikan pidato yang indah dan mengumumkan komitmen dan target yang bagus, sedangkan di balik tirai pemerintah negara-negara Global Utara masih menolak untuk mengambil tindakan iklim yang drastis,” sebut Greta, seperti ditulis AFP.
Baca juga: Aktivis Desak Solusi Konkret Atasi Iklim
Dia berbicara di atas panggung unjuk rasa, yang diikuti ribuan orang, kurang dari 3 kilometer dari tempat acara COP 26 diadakan. Peristiwa ini mengingatkan pada tuntutan sama, yang disampaikan Greta dan teman-temannya dalam COP 25 di Madrid dua tahun silam, yang berakhir pada kebuntuan negosiasi iklim.