Hutan menjadi salah satu tumpuan dunia dalam mengerem laju perubahan iklim. Di sisi lain, Pemerintah Indonesia menyatakan deforestasi tak bisa dihindari untuk kebutuhan pembangunan.
Oleh
M Paschalia Judith dan A Tomy Trinugroho
·3 menit baca
GLASGOW, KOMPAS — Indonesia berupaya menghentikan deforestasi, tetapi dengan alasan pembangunan belum bisa menghentikan total. Penurunan emisi di sektor kehutanan tetap diupayakan dari berbagai implementasi kegiatan, seperti pengelolaan hutan lestari, rehabilitasi hutan dan lahan, serta restorasi gambut dan mangrove.
Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo saat hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi Iklim (COP 26) di Glasgow, Skotlandia, menyatakan deforestasi turun signifikan dan terendah dalam 20 tahun terakhir. Indonesia menargetkan penyerapan bersih (net sink) dari penggunaan hutan dan lahan (FoLU) pada 2030.
Indonesia bersama lebih dari 120 negara lain pun bergabung dalam Deklarasi Glasgow yang di antaranya berkomitmen untuk menghentikan kehilangan hutan pada 2030.
Namun, menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Selasa (2/11/2021), saat kegiatan Insightful Talks on Climate Change Issues oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Greater Glasgow dan United Kingdom di University of Glasgow, net sink FoLU 2030 bukan berarti deforestasi nol atau deforestasi berhenti pada 2030.
Pembangunan yang sedang berlangsung secara besar-besaran di era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi. (Siti Nurbaya Bakar)
Dalam dokumen terbaru target pengurangan emisi (updated NDC) Indonesia, masih tertera perkiraan deforestasi seluas 325.000 hektar per tahun pada 2020-2030. Apabila tidak ada upaya lebih (business as usual), deforestasi malah bisa mencapai 820.000 hektar per tahun.
Melalui net sink FoLU, diharapkan terjadi karbon netral di sektor kehutanan (di antaranya terkait deforestasi) pada 2030. ”Bahkan, pada tahun tersebut dan seterusnya bisa menjadi negatif atau terjadi penyerapan/penyimpanan karbon sektor kehutanan. Oleh karena itu, pembangunan yang sedang berlangsung secara besar-besaran di era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi,” ujarnya.
Dalam mencapai net sink FoLU 2030, Indonesia menyambut gembira bantuan 350 juta poundsterling atau Rp 6,8 triliun dari Inggris. Kerja sama bilateral serupa terus diupayakan dengan negara lain. Ini karena kerja sama dalam Pasal 6 Kesepakatan Paris 2015 bersifat multilateral dan dinilai lebih sulit serta kurang konkret.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong, Rabu, di Glasgow, mengatakan, bantuan itu merupakan kerja sama selama sepuluh tahun. Kerja sama dihadiri Alue dan Menteri Iklim dan Lingkungan Internasional Inggris Zac Goldsmith.
Lewat net sink FoLU, Indonesia ingin mencapai kondisi lebih banyak karbon yang terserap atau setidaknya sama dengan jumlah karbon yang dilepas akibat aktivitas pembukaan hutan/lahan. Caranya, antara lain, melakukan rehabilitasi hutan dan menekan deforestasi.
Menurut Alue, dana dari Pemerintah Inggris kemungkinan dipakai untuk program penanaman mangrove karena target yang besar, yakni 630.000 hektar hingga tahun 2024.
Pengurangan metana
Dalam COP 26 di Glasgow, Amerika Serikat dan Uni Eropa memprakarsai Sumpah Pengurangan Metana Global yang ditandatangani oleh lebih dari 100 negara demi mengurangi kadar gas metana di atmosfer sebanyak 30 persen tahun 2030. Inisiatif ini disambut baik meskipun belum maksimal. Apalagi, negara-negara penghasil batubara, yaitu Australia, Rusia, China, dan India, menolak.
”Mengurangi metana ini langkah yang lebih mudah dilakukan dan cepat terukur sehingga ini harus kita segerakan,” kata Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen.
PLN dan ADB
PT PLN (Persero) berkomitmen mengurangi emisi karbon yang dihasilkan pembangkit listrik berbahan bakar batubara guna mendukung target pemerintah menuju Carbon Neutral 2060. Ini direalisasikan dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini dan Director General Southeast Asia ADB Ramesh Subramaniam di sela-sela rangkaian COP 26 di Glasgow.
Lingkup kerja sama meliputi studi kelayakan penuh yang mencakup aspek teknis dan finansial dari pengurangan pembangkit listrik tenaga batubara. Selain itu, evaluasi struktur transisi energi, mencari program atau mekanisme lain yang sesuai, dan merancang program bantuan teknis transisi yang adil. (AFP/DNE/MAR/MTK/MHD/ICH)