Pembelajaran Jarak Jauh Bermasalah, Pembukaan Sekolah Tetap Tunggu Pandemi Terkendali
Survei menunjukkan, walaupun kualitas pembelajaran jarak jauh masih kurang, mayoritas orangtua meminta agar pembelajaran tatap muka hanya dilakukan jika pandemi sudah terkendali.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Survei terhadap 23.015 orangtua murid di DKI Jakarta menunjukkan, pembelajaran jarak jauh sarat masalah, mulai dari keterbatasan perangkat, gangguan internet, hingga menyebabkan anak frustrasi. Akan tetapi, mayoritas responden berharap, pembukaan sekolah tatap muka baru dilakukan setelah pandemi mereda dan anak-anak mendapatkan vaksinasi.
Survei ini dilakukan LaporCovid-19 bersama Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan dipresentasikan secara daring, Kamis (5/8/2021). Survei dilakukan pada periode 30 April hingga 15 Mei 2021 dengan metode convenience sampling. Penyebaran survei dilakukan secara daring dengan dukungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sebanyak 56,65 persen orangtua yang disurvei memiliki penghasilan kurang dari Rp 2,5 juta per bulan dan 30,42 persen berpenghasilan Rp 2,5 juta-Rp 5 juta per bulan.
Kolaborator Ilmuwan LaporCovid-19 yang juga pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Dicky Pelupessy, mengatakan, sebanyak 40 persen responden menyatakan anak-anak mereka sering merasa bosan ketika belajar dari rumah. Orangtua juga mengakui, 21 persen anak mereka merasa frustrasi dengan sekolah daring dan sebanyak 27 persen anak susah berkonsentrasi. ”Sebanyak 22 persen orangtua tidak memiliki waktu mendampingi anak,” ujarnya.
Sebanyak 22 persen orangtua juga melaporkan sering ada gangguan internet saat anak belajar di rumah dan 7 persen menyebutkan sangat sering. Lima kelurahan di Jakarta yang sering mengalami gangguan internet adalah Krukut, Pulau Pari, Kebon Kosong, Pulau Untung Jawa, dan Semanan.
Selain itu, 30 persen orangtua siswa juga mengakui biaya internet yang digunakan untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ) memberatkan. ”Orangtua yang merasa keberatan dengan biaya internet yang memiliki penghasilan kurang dari Rp 2,5 juta sebanyak 33 persen,” kata Dicky.
Sekalipun menyatakan bahwa PJJ sarat masalah, menurut Dicky, survei juga menemukan mayoritas orangtua meminta agar pembelajaran tatap muka (PTM) hanya dilakukan jika pandemi sudah terkendali. Sebanyak 40 persen orangtua menyatakan waktu yang tepat untuk sekolah tatap muka jika angka Covid-19 sudah benar-benar turun. Sebanyak 37,42 persen menyatakan jika pandemi sudah selesai dan 11,05 persen menyatakan jika anaknya sudah divaksin.
Ini menunjukkan, orangtua mempunyai fokus terhadap kesehatan anak mereka. (Dicky Pelupessy)
”Ini menunjukkan, orangtua mempunyai fokus terhadap kesehatan anak mereka,” ujar Dicky.
Dalam survei ini juga ditemukan, semakin tinggi pendapatannya, orangtua akan memilih membuka sekolah ketika anak sudah divaksinasi. ”Artinya, pada keluarga dengan kelas ekonomi lebih baik menganggap vaksinasi penting untuk menjadi dasar baiknya sekolah dibuka atau tidak,” kata Dicky.
Selain itu, semakin tinggi pendidikan orangtua juga menyatakan memilih sekolah tatap muka ketika anak sudah divaksinasi. Sebaliknya, semakin rendah ekonomi dan tingkat pendidikan orangtua, menyatakan vaksinasi bukan hal yang relevan atau menjadi dasar sekolah harus dibuka atau tidak.
Vaksinasi siswa
Menanggapi survei ini, Pelaksana Tugas Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Slamet mengatakan, hingga saat ini belum ada keputusan mengenai kapan sekolah tatap muka di Jakarta akan dimulai. ”Masih menunggu kondisi. Kalau ada yang sudah buka sekolah atau ada aktivitas keramaian di sekolah, kami akan melakukan monitoring dan pembinaan,” ujarnya.
Slamet mengatakan, hingga saat ini sebanyak 587.126 anak telah divaksin dosis 1. Adapun target vaksinasi terhadap anak umur 12-17 tahun di Jakarta 795.612 orang sehingga yang belum divaksin sebanyak 208.468 anak atau 26,21 persen dari target.
”Vaksinasi terhadap anak ini terus berlangsung dan pertengahan Agustus, tanggal 17 Agustus ini, kita harapkan akan tervaksin semuanya, seluruh anak 12-17 tahun,” ujar Slamet.
Sementara itu, jumlah pendidik yang sudah divaksin dosis satu sebanyak 83,89 persen atau sebanyak 119.457 orang dari target sebanyak 142.403 pendidik. Untuk dosis 2, kata dia, sudah mencapai angka 69,60 persen atau sebanyak 99.106 pendidik.
Slamet mengharapkan, sebelum dimulainya sekolah tatap muka, semua pendidik dan peserta didik di DKI Jakarta yang menjadi target telah mendapat vaksinasi. ”Kami dengan sangat percaya diri masuk ke tahapan itu,” kata Slamet.