Dimulainya sekolah tatap muka akan semakin berisiko meningkatkan penularan Covid-19 pada anak. Masyarakat perlu paham betapa seriusnya keadaan saat ini.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pembukaan sekolah masih sangat berisiko bagi keselamatan siswa. Untuk memastikan sekolah benar-benar aman dari Covid-19, semua syarat penerapan protokol kesehatan harus dipenuhi dan mitigasi risiko diperkuat.
Munculnya kluster sekolah di sejumlah daerah yang menggelar uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas menunjukkan kesiapan sarana prasarana protokol kesehatan di sekolah saja tidak cukup. Pelaksanaan protokol kesehatan di luar sekolah dan tinggi rendahnya kasus di masyarakat turut menentukan keamanan pembukaan sekolah.
Pemerintah melalui surat kesepakatan bersama empat menteri telah memberikan panduan penyelenggaraan PTM terbatas di masa pandemi. Namun, SKB empat menteri ini belum detail mensyaratkan adanya kajian kemampuan daerah dalam menanggapi dampak PTM terbatas, termasuk mitigasi risikonya.
Hasil pemantauan Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya terhadap uji coba PTM terbatas di Kabupaten Bogor dan DKI Jakarta menunjukkan kurangnya mitigasi risiko PTM terbatas. Pembukaan sekolah dilakukan tanpa didahului tes usap terhadap siswa, guru, dan tenaga kependidikan, tapi hanya mengandalkan pengamatan fisik, termasuk pengukuran suhu.
”Sulit memastikan bahwa PTM terbatas tidak menyebabkan terjadinya transmisi (penularan) di sekolah percontohan karena tidak ada metode validasi,” kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho ketika dihubungi, Minggu (2/5/2021), di Jakarta.
Karena itu, sebelum pemda membuka sekolah lebih banyak lagi, Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya merekomendasikan ada tes usap bagi peserta uji coba PTM terbatas untuk mengetahui dampak uji coba PTM terbatas. Selain itu, perlu dikaji kemampuan sekolah dalam menggelar PTM terbatas, termasuk mitigasi jika terjadi kluster baru atau kluster varian baru Covid-19 di sekolah.
Pemda juga harus memastikan kemampuan pengawas dari dinas pendidikan dan kantor wilayah kementerian agama dalam memastikan seluruh protokol kesehatan dijalankan dengan baik selama PTM. (Teguh P Nugroho)
”Pemda juga harus memastikan kemampuan pengawas dari dinas pendidikan dan kantor wilayah kementerian agama dalam memastikan seluruh protokol kesehatan dijalankan dengan baik selama PTM,” kata Teguh.
Dengan tingkat penularan Covid-19 yang masih tinggi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) belum merekomendasikan pembukaan sekolah meski terbatas. Pembukaan sekolah berisiko tinggi karena kasus positif Covid-9 mingguan masih berkisar 18 persen dan protokol kesehatan masih harus dibudayakan di masyarakat.
Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menunjukkan, jumlah anak usia 0-18 tahun yang terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai 205.764 orang atau 12,3 persen dari total seluruh kasus di Indonesia. Adapun total kematian pada anak akibat Covid-19 sebanyak 593 orang atau 1,3 persen dari seluruh kasus kematian.
Ketua Umum IDAI Aman Bhakti Pulungan, Sabtu (1/5/2021), mengatakan, kasus Covid-19 pada anak di Indonesia terus meningkat. Sementara jumlah pelacakan dan pemeriksaan pada usia anak masih minim.
”Dimulainya sekolah tatap muka akan semakin berisiko meningkatkan penularan Covid-19 pada anak. Masyarakat perlu paham betapa seriusnya keadaan saat ini. Dengan kapasitas layanan kesehatan kita yang amat terbatas, mulai dari kapasitas pemeriksaan, sumber daya manusia, hingga layanan untuk perawatan, dikhawatirkan kita akan kewalahan jika kasus (anak) melonjak,” ujarnya.
Menurut Umar, Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, PTM terbatas pada Juli 2021 tetap mengacu pada kondisi pandemi di masyarakat. ”Juli itu bukan penentuan (PTM terbatas), tetapi persiapan untuk uji coba. Kalau suasana aman, tidak ada kasus melonjak, maka siswa kembali PTM,” katanya.
Persyaratan PTM terbatas, kata Umar, juga tidak boleh ditawar. Sekolah harus memenuhi semua persyaratan sebelum dibuka kembali. Disiplin pelaksanaan protokol kesehatan harus menjadi budaya baru dan penanganan pandemi di masyarakat juga menjadi penentu kapan sekolah bisa dibuka dengan aman.
Kebijakan PTM terbatas masih menimbulkan kegamangan dan kekhawatiran. Di satu sisi, masyarakat menilai pembelajaran daring tidak efektif, tapi di sisi lain masih mengkhawatirkan penularan Covid-19 di lingkungan sekolah.
Kegamangan ini terekam dalam hasil survei Litbang Kompas terhadap 1.200 responden, April lalu. Respons masyarakat terkait PTM masih terbelah antara yang khawatir (50,1 persen) dan yang merasa tidak khawatir (49,2 persen) menanggapi kebijakan PTM terbatas dari pemerintah.
Mayoritas responden merespons positif kebijakan PTM terbatas. Namun, mayoritas responden (84,2 persen) menekankan syarat yang ketat. Sementara 13,5 persen responden berharap pemerintah menunda kebijakan itu.
Presiden Joko Widodo di acara Podcast merayakan Hari Pendidikan Nasional 2021 bersama Mendikbud Ristek Nadiem Anwar Makarim meminta supaya PTM disiapkan dengan baik. ”Dengan segala upaya kita kembalikan anak-anak ke sekolah. Tapi, harus dipastikan aman dari penyebaran Covid-19. Harus ketat menjalankan protokol kesehatan dan dievaluasi setiap wilayah. Setelah itu akan diputuskan lagi kebijakan ke depannya,” ujar Presiden. (IKA/TAN/ELN/MED)