Kasus penularan Covid-19 pada anak terus bertambah. Upaya pencegahan perlu dimaksimalkan, di antaranya dengan menunda pembukaan sekolah tatap muka dan memperkuat protokol kesehatan pencegahan Covid-19 pada anak.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah kasus terkonfirmasi positif dan kasus kematian pada anak terus bertambah seiring dengan lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi secara nasional. Perlindungan maksimal pun amat dibutuhkan untuk mencegah penularan pada anak yang semakin luas.
Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 7 Juli 2021, dari total kasus terkonfirmasi positif Covid-19, kasus positif pada anak usia 0-18 tahun sebesar 12,6 persen atau sekitar 289.000 anak. Sementara kasus kematian pada anak sebesar 1,2 persen atau 754 anak.
”Memang betul bahwa angka pada anak mungkin lebih rendah daripada kasus pada dewasa. Namun, ingat, jika kita bicara soal anak, jangan berbicara soal angka. Mari kita bicara dengan hati sehingga itu semua berhubungan dengan nyawa,” ujar Guru Besar Bidang Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Bambang Supriyanto yang juga Tim Pakar Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 di Jakarta, Rabu (7/7/2021).
Jika kita bicara soal anak, jangan berbicara soal angka. Mari kita bicara dengan hati sehingga itu semua berhubungan dengan nyawa. (Bambang Supriyanto)
Menurut dia, kasus penularan pada anak terus bertambah setelah penularan pada kluster keluarga semakin luas. Masyarakat harus lebih sadar bahwa anak bisa tertular dan menularkan Covid-19 pada orang lain.
Jika sudah tertular, orangtua ataupun orang yang merawat anak harus paham bagaimana tata cara perawatan yang benar pada anak. Untuk perawatan isolasi mandiri, pastikan pengasuh anak memiliki risiko rendah untuk menjadi berat apabila sampai tertular. Selain itu, jumlah pengasuh yang menemani anak cukup satu dan pengasuh pun harus melakukan isolasi mandiri pasca-merawat anak.
Dalam pedoman isolasi mandiri pada anak yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), protokol yang harus diperhatikan, antara lain, memeriksa suhu tubuh anak pagi dan sore, memeriksa saturasi oksigen dan frekuensi nadi, memantau laju napas, serta memastikan anak mengonsumsi makanan bergizi. Sebaiknya, ketika harus menjalani isolasi mandiri sediakan termometer untuk mengukur suhu tubuh serta oksimeter untuk mengukur saturasi oksigen dan frekuensi nadi.
Bambang menyampaikan, upaya pencegahan penularan Covid-19 pada anak tetap harus diutamakan. Upaya 5M, yakni mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas, tetap menjadi cara pencegahan yang paling efektif. Sementara pada anak usia 12 tahun ke atas sebaiknya bisa mendapatkan vaksinasi sesuai dengan izin yang sudah dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
”Dengan kondisi penularan yang meningkat begitu tajam saat ini, pembelajaran tatap muka juga sebaiknya ditunda dulu. Risiko penularan sangat besar. Butuh upaya bersama untuk menangani Covid-19 pada anak,” ujarnya.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama menuturkan, melindungi anak dari pandemi Covid-19 juga harus melindungi anak dari risiko menjadi yatim piatu. Berdasarkan data di India per 5 Juni 2021, sebanyak 3.632 anak menjadi yatim piatu karena kedua orangtuanya meninggal akibat Covid-19. Selain itu, ada 26.176 anak yang kehilangan salah satu orangtuanya karena Covid-19.
Pembelajaran tatap muka
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, sebagian besar sekolah belum mulai menggelar pembelajaran tatap muka, tetapi jumlah anak yang tertular Covid-19 sudah cukup tinggi. Selain itu, jumlah guru yang divaksinasi Covid-19 juga masih kurang.
”Uniknya, misalnya di Aceh, di sana itu 78 persen sekolah sudah mulai membuka sekolah. Ini yang paling tinggi di Indonesia karena rata-rata baru 10 persen daerah yang mulai membuka sekolah. Namun, angka vaksinasi guru di Aceh ini yang terendah,” tuturnya.
Dengan kondisi penularan yang tinggi saat ini, Surat Keputusan Bersama Empat Menteri mengenai pembelajaran tatap muka yang dimulai pada Juli 2021 perlu direvisi. Pembukaan sekolah jangan dilakukan serentak, melainkan hanya pada daerah yang tingkat penularannya kurang dari 5 persen.
Retno berpendapat, jika sekolah tetap dibuka, akan berpotensi besar menyebabkan penularan pada anak semakin luas. Sebagian besar sekolah pun belum siap menerapkan protokol kesehatan yang ketat dalam proses pembelajaran.
Temuan lapangan dari uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) di 105 satuan pendidikan di 30 kabupaten/ kota yang dilakukan KPAI pada 2020-2021 memperlihatkan, masih banyak guru yang tidak disiplin menggunakan masker, seperti menggunakan masker di dagu, membuka masker saat mengajar, dan tidak memakai masker ketika berada di ruang guru. Sampai April 2021, baru 51 persen sekolah di Indonesia yang mengisi daftar periksa kesiapan pembukaan sekolah dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.
”Pemerintah harus menunda PTM pada tahun ajaran baru Juli 2021 mengingat penularan kasus sangat tinggi dan positivity rate (tingkat kasus positif) di sebagian besar daerah lebih dari 5 persen. Kondisi ini tidak aman untuk membuka sekolah tatap muka dan membahayakan keselamatan anak,” ujar Retno.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan yang juga Juru Bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, vaksinasi menjadi bagian dari upaya perlindungan anak dari penularan Covid-19. Saat ini vaksinasi sudah mulai diberikan untuk anak usia 12-17 tahun dengan vaksin Sinovac. Pemberian ini sesuai dengan izin penggunaan darurat yang sudah disetujui oleh Badan POM.
”Dengan jumlah vaksin yang masih terbatas, kita akan dahulukan warga lansia sebagai kelompok rentan karena anak-anak juga masih mempunyai waktu untuk mendapatkan vaksinasi. Potensi penularan bisa dicegah selain dari vaksinasi, yaitu lewat penerapan protokol kesehatan yang ketat dan membatasi anak-anak dari risiko penularan,” katanya.