Tantangan Ranah Digital Indonesia: Literasi Rendah, Privasi Pun Bermasalah
Transformasi digital yang terakselerasi pandemi Covid-19 dinilai tidak akan maksimal manfaatnya selama Indonesia belum menyelesaikan persoalan perlindungan data pribadi dan literasi digital yang rendah.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah pandemi Covid-19 yang mengakselerasi transformasi digital masyarakat, privasi data pribadi dan hoaks akan tetap menjadi persoalan utama di ranah siber Indonesia. Untuk itu, pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi menjadi hal yang krusial, bersamaan dengan peningkatan tingkat literasi digital masyarakat yang masih rendah.
Dua hal ini memang harus segera diselesaikan Indonesia jika menyangkut persoalan di ranah siber. Perihal pelindungan hukum terhadap data pribadi masyarakat Indonesia, masih menunggu Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Abrijani Pangerapan tuntasnya pembahasan RUU PDP yang sedang dilakukan pemerintah dan DPR. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berharap undang-undang ini dapat diketuk palu pada tahun 2021 ini.
Meski demikian, pada Rabu (17/3/2021) mengatakan, masyarakat perlu meningkatkan literasi digital untuk benar-benar mendapat manfaat dari transformasi digital yang terjadi saat ini.
Mengutip hasil survei Literasi Digital Indonesia 2020, indeks literasi digital Indonesia masih pada angka 3,47 dari skala 1–5 yang mengindikasikan bahwa pola penggunaan internet dan berbagi informasi masyarakat belum mencapai kategori baik.
”Temuan ini harus kita sikapi bersama. Kita tengah berada dalam percepatan agenda transformasi digital. Oleh karena itu, literasi digital memegang peranan penting,” kata Semuel dalam sambutannya saat meluncurkan rangkaian kegiatan edukasi literasi digital pada masa pandemi kerja sama Whatsapp dan ICT Watch.
Indeks literasi digital Indonesia masih pada angka 3,47 dari skala 1–5 yang mengindikasikan bahwa pola penggunaan internet dan berbagi informasi masyarakat belum mencapai kategori baik.
Head of Whatsapp Will Cathcart juga meyakini hal yang sama. ”Kami percaya, peningkatan literasi digital akan memastikan teknologi tetap menjadi kekuatan positif untuk kebaikan,” kata Cathcart.
Pelaksana tugas Direktur ICT Watch Widuri pun menilai, ICT Watch melihat ada kesenjangan signifikan dalam akses pendidikan dan keterampilan digital di Indonesia. Oleh karena itu, gerakan peningkatan literasi digital menjadi kian penting.
Tingkat literasi digital Indonesia yang belum memadai tecermin pada penyebaran hoaks Covid-19 yang subur selama pandemi. Dokter yang juga sukarelawan Covid-19, M Fajri Adda’i, menilai, banyak kasus hoaks Covid-19 ini sangat kuat mengakar di masyarakat. Hal ini yang menyebabkan sebagian masyarakat hingga saat ini cenderung menyepelekan Covid-19.
Fajri menilai, penyebaran konten hoaks sebetulnya dapat dihindari jika setiap warganet dapat menahan diri untuk tidak sekadar membagikan informasi yang tidak jelas kebenarannya.
”Ini ada di tangan kita. Kalau, misalnya, kita tidak membuat konten positif itu, ya, sebisa mungkin tidak meneruskan konten yang tidak jelas,” kata Fajri.
Kami percaya peningkatan literasi digital akan memastikan teknologi tetap menjadi kekuatan positif untuk kebaikan.
Pandangan ini juga disetujui oleh Manajer Kebijakan Publik Whatsapp Indonesia Esther Samboh. Ia mengatakan, peran pengguna Whatsapp menjadi penting dalam upaya pembatasan penyebaran konten hoaks di aplikasi pesan instan tersebut.
Teknologi enkripsi dari ujung ke ujung (end-to-end encryption) membuat Whatsapp tidak bisa melihat isi konten percakapan penggunanya. Namun, jika pengguna melaporkan dan memblokir sebuah akun yang sering menyebarkan konten hoaks, hal ini akan membantu Whatsapp menilai perilaku si akun tersebut dan dapat menutupnya.
Esther mengatakan, secara rerata, Whatsapp menghapus 2 juta akun dalam sebulan untuk perilaku semacam ini. Sebagian besar dari jumlah ini pun melalui mesin, tanpa laporan pengguna.
”Secara sistem, kalau misalnya ada pihak yang melakukan forward terus-menerus, tanpa perlu membaca kontennya, pun akan terdeteksi oleh Whatsapp,” kata Esther.
Ia juga menyampaikan bahwa Whatsapp telah berupaya untuk mengurangi viralitas konten yang menyebar di Whatsapp dengan penerapan pembatasan jumlah penerusan pesan atau forward limit hanya kepada lima orang.
Perlindungan privasi
Sejumlah fitur dalam Whatsapp, kata Esther, juga perlu digunakan secara optimal untuk meningkatkan privasi pengguna. Salah satunya adalah meminimalisasi informasi yang terbuka bagi publik, misalnya foto profil.
Esther mengatakan, modus penipuan dengan taktik impersonation atau peniruan identitas dapat memanfaatkan informasi pribadi yang dibagikan pengguna seperti foto profil atau status Whatsapp.
Hal ini dapat diminimalisasi dengan mengatur siapa saja yang dapat melihat foto profil ataupun informasi pribadi lainnya. Esther menyarankan, informasi ini hanya dibuka kepada mereka yang sudah terdaftar dalam kontak kita.
Pengaturan ini dapat ditemukan pada Pengaturan (Settings), lalu masuk ke Akun (Account), dan selanjutnya Privasi (Privacy) di WhatsApp. ”Ada beberapa pihak yang meng-capture foto pengguna dan berpura-pura menjadi orang tersebut. Lalu seolah-olah orang tersebut mengirimkan pesan,” kata Esther.
Dari sisi regulasi perlindungan privasi, Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kemenkominfo Mariam F Barata mengatakan, pihaknya berharap RUU PDP yang proses pembahasannya di DPR sudah dimulai sejak Januari 2020 dapat disahkan pada 2021. Mariam mengatakan, sejauh ini, DPR dan pemerintah telah membahas 145 dari 371 daftar isian masalah (DIM).
”Akhir Maret ini, kami akan mulai lagi pembahasan lanjutan dan tahun 2021 bisa selesai RUU-nya, bisa ketuk palu. Dengan begitu, kalau ada pelanggaran atau kebocoran data pribadi ini ada hukum yang bisa dijatuhkan,” kata Mariam.
Program edukasi
Dalam kesempatan tersebut juga digelar peluncuran rangkaian program edukasi literasi digital literal hasil kerja sama Kementerian Komunikasi dan Informatika, Whatsapp, dan organisasi masyarakat sipil ICT Watch.
Ada lima program utama yang menjadi landasan kampanye ini, yaitu Roadshow Seminar & Lokakarya Literasi Digital, Kelas Daring, Gerakan Kaum Muda Anti-Hoaks Covid-19, serta Serial Video dan Siniar (Podcast). Whatsapp, Kominfo, dan ICT Watch menargetkan untuk menjangkau 12 kota baru di Indonesia untuk tahun 2021 ini.
”Dengan lima program, kami bertujuan melatih 20.000 peserta baru di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang privasi, perlindungan data pribadi, serta hoaks Covid-19,” kata Cathcart.
Ini adalah tahun ketiga kemitraan antara Whatsapp, ICT Watch, dan Kominfo. Cathcart mengatakan, kerja sama yang sudah dimulai sejak 2019 tersebut telah mengedukasi lebih dari 17.000 peserta lintas kelompok usia dan pekerjaan.