Kampus Merdeka Mandiri di Perguruan Tinggi Diakselerasi
Merdeka Belajar Kampus Merdeka diyakini mampu menyiapkan lulusan perguruan tinggi yang relevan dengan kebutuhan dan zaman. Namun, program Kampus Merdeka juga harus dikembangkan tiap perguruan tinggi secara mandiri.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Sejumlah mahasiswa Universitas Musamus di Kabupaten Merauke, Papua Selatan, menjalankan program magang Kampus Merdeka secara mandiri di perusahaan Grup Medco Papua di Kampung Wapeko, Distrik Kurik, selama tiga bulan. Program Kampus Merdeka Mandiri dijalankan kampus untuk memenuhi hak belajar siswa di luar kampus lewat berbagai program, salah satunya magang di perusahaan.
JAKARTA, KOMPAS — Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau MBKM yang mendukung mahasiswa mendapatkan hak belajar di luar kampus dengan pengakuan satuan kredit semester perlu diakselerasi. Untuk itu, tiap perguruan tinggi diminta mulai mengembangkan MBKM mandiri tanpa campur tangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Hingga kini, baru sekitar 760.000 mahasiswa menikmati program MBKM unggulan atau flagship yang digelar oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) ataupun mandiri oleh perguruan tinggi. Padahal, jumlah mahasiswa di seluruh Indonesia mencapai 9,8 juta orang yang tersebar di 4.477 perguruan tinggi.
Guna terus memasifkan MBKM mandiri oleh tiap perguruan tinggi, Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemendikbudristek menggelar bimbingan teknis di sejumlah wilayah. Sejumlah perguruan tinggi dan lembaga layanan pendidikan tinggi (LL Dikti) menjalin kemitraan dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) di daerah untuk mendukung MBKM mandiri.
Program MBKM mandiri pun dijalankan sesuai dengan kebutuhan, utamanya yang relevan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat dan mitra. Sejumlah MBKM mandiri dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti magang, kuliah kerja nyata (KKN) tematik, dan proyek membangun desa.
Hingga kini, baru sekitar 760.000 mahasiswa menikmati program MBKM unggulan atau ’flagship’yang digelar oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemendikbudristek Sri Suning Kusumawardani, Jumat (22/9/2023), mengatakan, tiap perguruan tinggi penting untuk memastikan bahwa pelaksanaan program MBKM berjalan baik, Pengakuan satuan kredit semester (SKS) menjadi salah satu pijakan penting dalam mengukuhkan hasil pembelajaran mahasiswa dalam berbagai program MBKM flagship ataupun mandiri.
Salah satu contoh program MBKM dari pemerintah pusat ialah Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM). Mahasiswa diberi hak untuk belajar di luar program studi atau perguruan tinggi tempat mahasiswa menempuh pendidikan.
Program PMM memfasilitasi mahasiswa untuk mengikuti pertukaran mahasiswa dalam negeri selama satu semester dari satu kluster pulau ke kluster pulau lainnya yang memberikan pengalaman kebinekaan melalui keikutsertaan dalam kegiatan Modul Nusantara, mata kuliah, dan berbagai aktivitas terkait yang mendapatkan pengakuan hasil pembelajaran hingga 20 SKS.
Keikutsertaan mahasiswa dalam program ini memberi manfaat berupa penguatan dan/atau perluasan kompetensi, wawasan kebangsaan, cinta tanah air, serta peningkatan pemahaman tentang kebinekaan dan toleransi. Mahasiswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang luas tentang keragaman budaya, adat istiadat, suku bangsa, bahasa, dan berbagai potensi kekayaan sumber daya serta potensi lainnya yang dimiliki oleh bangsa dan negara.
Direktur Akademik Pendidikan Tinggi Vokasi Kemendikbudristek Beny Bandanadjaja berharap perguruan tinggi dapat menentukan langkah yang tepat terkait dengan pengakuan SKS agar setiap mahasiswa yang mengikuti PMM dapat merasakan manfaat dari program ini secara maksimal. ”Perlu kita apresiasi dengan memberikan SKS agar mahasiswa tidak terlambat dalam kelulusannya. Penting juga untuk memastikan bahwa setiap SKS yang diakui memiliki standar mutu yang konsisten melalui dialog dan pertukaran informasi,” kata Beny.
Terkait MBKM mandiri yang diinisiasi tiap perguruan tinggi, Kepala Bidang Kampus Merdeka Mandiri (KMM) pada Pelaksana Pusat Kampus Merdeka (PPKM) Dessy Aliandrina mengatakan, karena perbedaan kebutuhan di setiap wilayah, perguruan tinggi perlu diberikan pendampingan. Salah satu bentuk pendampingannya berupa program Multi Stakeholder Dialogue (MSD), yakni dialog antara perguruan tinggi dengan para calon mitra untuk bersama-sama merancang program MBKM Mandiri.
Setelah sukses dengan MBKM flagship, kini MBKM mandiri perlu diakselerasi. Bimbingan teknis ditujukan kepada kalangan perguruan tinggi yang sudah memahami seluk-beluk MBKM, tetapi masih membutuhkan bimbingan teknis pelaksanaannya. Bimbingan teknis berfokus untuk mendukung agar perguruan tinggi bisa melakukan relaksasi kurikulum dan mendesain kurikulum MBKM.
”Relaksasi kurikulum diperlukan untuk memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi perguruan tinggi untuk mendesain kurikulum yang lebih merdeka dan lebih sesuai dengan konteks setempat,” kata Dessy.
Untuk memastikan relevansi lulusan ataupun perguruan tinggi, dalam MBKM mahasiswa mendapatkan hak belajar sampai dengan empat semester di luar program studinya. Dalam MBKM, mahasiswa berhak belajar di program studi (prodi) lain pada perguruan tinggi yang sama, prodi yang sama di perguruan tinggi yang berbeda, atau sepenuhnya di luar perguruan tinggi. Karena itu, untuk menjalankan MBKM secara mandiri tanpa campur tangan Kemendikbudristek, sebuah program studi harus menjalin kemitraan dengan sejumlah pihak, baik dengan sesama perguruan tinggi maupun dengan pihak di luar perguruan tinggi.
Dukungan mitra
Sejumlah lembaga bisnis dan lembaga negara, termasuk PT Freeport Indonesia dan Bank Indonesia, siap mendukung pelaksanaan MBKM Mandiri di enam provinsi di Papua. Hal ini mengemuka di acara Sosialisasi dan Bimbingan Teknis MBKM Mandiri oleh Kemendikbudristek bekerja sama dengan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah XIV Papua.
Kepala LLDikti Wilayah XI Suriel S Mofu mengatakan, Kampus Merdeka adalah inovasi yang mendorong perguruan tinggi untuk dapat memperkenalkan keunikannya dan kembali ke nilai institusi pendidikan yang sebenarnya. ”Kampus Merdeka mendorong kampus menjadi dirinya sendiri, dekat dengan masyarakat sehingga tidak menjadi lembaga ’menara gading’,” kata Suriel.
Denij Rumayomi, Kepala Cooperate Communication PT Freeport Indonesia Kantor Jayapura, mengatakan, perusahaannya membuka kesempatan bekerja sama MBKM mandiri dengan semua perguruan tinggi dengan kriteria tertentu karena adanya keterbatasan kuota.
”PT Freeport ada di Papua. Tapi, anehnya kami justru banyak bekerja sama dengan kampus di luar Papua. Situasi ini tidak bisa kita teruskan. Kami membutuhkan kontribusi dari perguruan tinggi Papua, tetapi tentu saja yang sesuai dengan kebutuhan kami. Sebagai imbal baliknya, Freeport siap untuk ikut terlibat dalam dunia pendidikan melalui MBKM Mandiri,” ujar Denij.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Program Kampus Merdeka yang dijalankan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek sejak tahun 2020 berjalan dengan dukungan mitra industri/lembaga pemerintahan dan swasta. Mitra Kampus Merdeka memberikan peluang bagi mahasiswa untuk belajar langsung di industri/lembaga untuk pengembangan diri di luar kampus yang diakui setara 20 SKS. Untuk itu, Dirjen Diktiristek memberikan Anugerah Mitra di ajang Anugerah Diktiristek 2021 yang digelar di Jakarta, Kamis (13/1/2022).
Sementara itu, dari LL Dikti Wilayah II Sumatera Bagian Selatan, ada sebanyak delapan lembaga pemerintahan, bisnis, dan sosial siap membantu pelaksanaan MBKM mandiri di empat provinsi di Sumatera Bagian Selatan, yakni Lampung, Bengkulu, Sumatra Selatan, dan Bangka Belitung. Delapan lembaga yang menyatakan komitmennya adalah BRI, PGN, Orbit Future, OKI Pulp and Paper Mills, Toyota 2000, South Sumatera American Alumni (SS-AAC), serta SMA dan SMK Xaverius Palembang.
Kepala LLDikti Wilayah II Iskhaq Iskandar mengatakan, MBKM sudah berjalan di wilayah LL Dikti II, tetapi memang masih harus didorong dan dikembangkan. Salah satu tantangan pelaksanaan MBKM adalah kurikulum perguruan tinggi yang ”terlalu gemuk” dan dianggap sakral. Kurikulum itu terbentuk dari warisan lama yang terus ditambahkan dengan hal yang baru. Karena itu, pada tahap pertama perguruan tinggi harus berani melakukan relaksasi kurikulum.
Wakil Kepala Pelaksana Pusat Kampus Merdeka Amir Mahmud Saatari menambahkan, kemitraan sangat penting untuk mengakselerasi MBKM Mandiri. Untuk itu, kemitraan perguruan tinggi dengan mitra terus diintensifkan.