Menanti Janji Penataan Guru yang Lebih Baik
Klaim sukses pengangkatan guru ASN PPPK terus digembar-gemborkan pemerintah karena jumlahnya sudah melampaui sejarah. Namun, di lapangan banyak guru PPPK yang terkatung-katung nasib dan kariernya.
Mulai dari ibu kota negara hingga tanah Papua, rekrutmen guru aparatur sipil negara dengan status pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK tak kunjung berjalan mulus. Meskipun status guru PPPK sudah di tangan, para guru ASN PPPK masih belum sejahtera, kariernya tidak jelas, dan belum bisa berkontribusi optimal untuk pembenahan kualitas pendidikan nasional.
Di DKI Jakarta, ratusan guru PPPK formasi tahun 2022 yang mulai ditempatkan di sekolah-sekolah negeri sejak awal Agustus 2023 mengeluhkan sekolah tempat penempatan yang tidak sesuai serta tidak memiliki jam mengajar. Para guru PPPK dilantik dan disebar ke sekolah-sekolah negeri, tetapi hingga kini mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai karena tidak pas dengan kebutuhan sekolah.
Salah seorang guru SMP negeri di Cakung, F, di Jakarta, Jumat (18/8/2023), sudah berada di sekolah sejak pukul 06.30. Dia mengawasi para siswa yang masuk pagi dari pukul 06.30-12.00 agar mereka tertib di sekolah. Tugas mengajar baru didapatnya pada sore hari untuk rombongan siswa siang yang masuk sekolah pukul 12.30-17.30, itu pun ia hanya mengajar mata pelajaran Pendidikan Pancasila untuk dua kelas.
Setelah lima tahun menjadi guru tetap di SMA swasta di Jakarta, F mencoba peruntungan menjadi guru PPPK. Dia melamar menjadi guru mata pelajaran Pancasila sesuai pendidikannya. Namun, saat penempatan di SMP negeri di Cakung, ternyata jumlah guru Pendidikan Pancasila di sana sudah berlebih. Ada dua guru Pendidikan Pancasila di sekolah itu.
”Justru yang kurang itu guru Agama Islam. Ada satu guru PNS, namun juga punya jabatan sehingga memiliki beban administrasi dan kerjanya berlebih. Karena sesuai daftar nama guru PPPK yang dilantik Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, saya ditempatkan di sekolah ini. Saya pun jadi mengajar pendidikan Agama Islam. Lebih sering jadi guru piket,” kata F.
Penempatan guru PPPK yang tak optimal juga dialami Z, guru PPPK yang ditempatkan di sebuah SD negeri di Jakarta. Z memilih beralih menjadi guru SD saat pendaftaran PPPK karena saat itu tidak ada formasi untuk guru mata pelajaran Sejarah yang menjadi kompetensinya. Peralihan guru mata pelajaran Sejarah menjadi guru SD dimungkinkan. Faktanya, Z lolos sebagai guru PPPK SD.
Baca juga: Penuntasan Satu Juta Guru Tahun 2023 Masih Mandek
Setelah ditelusuri dari jejaring musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) Sejarah, sebenarnya ada sekolah-sekolah jenjang SMA di DKI Jakarta yang kekurangan guru Sejarah. Hal ini membuat Z miris karena dia sudah telanjur memilih menjadi guru SD.
”(Ada) Ketidakprofesionalan analisis jabatan dalam rekrutmen guru PPPK dengan kebutuhan riil di sekolah. Yang kasihan kan para siswa. Mereka mendapatkan guru-guru yang belum sepenuhnya kompeten. Seharusnya, di SD diisi guru-guru lulusan pendidikan Guru SD,” ujar Z.
Z kini mengajar di kelas III SD. Meskipun dia punya komitmen mengutamakan kepentingan pembelajaran siswa, tidak mudah baginya yang sudah 14 tahun menjadi guru Sejarah di SMA swasta untuk beralih mengajar siswa SD.
”Saya jadi harus belajar lagi. Kasihan anak-anak karena mereka seharusnya mendapatkan guru yang sudah bagus. Namun, karena kekacauan rekrutmen guru PPPK, para siswa juga jadi korban. Saya juga semestinya semakin optimal memperkuat kompetensi sebagai guru Sejarah, tetapi kini harus jadi guru SD. Hati nurani saya merasa terganggu karena kasihan kepada para siswa. Padahal, ada siswa di sekolah lain yang butuh guru Sejarah karena tidak ada guru yang sesuai,” ungkapnya.
Muncul banyak aduan
Kepala Biro Humas Dewan Pengurus Wilayah Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) DKI Jakarta Muhammad Nico Abdullah Nasir mengatakan, banyak muncul aduan guru kepada P2G DKI Jakarta tentang penempatan guru PPPK yang tidak sesuai dengan analisis kebutuhan jabatan di sekolah negeri. Saat ini, ada hampir 200 aduan yang masuk dan kemungkinan akan terus bertambah.
Para guru PPPK itu dilantik Pemprov DKI Jakarta akhir Juli 2023. Namun, mereka tidak disertai penyerahan dan penandatanganan Surat Keputusan Kontrak Kerja Guru PPPK. ”Para guru harus mengajar mata pelajaran lain yang bukan kompetensinya. Ini jelas pelecehan kepada profesi guru dan akan berdampak buruk terhadap kualitas pendidikan DKI Jakarta, sebab gurunya inkompeten,” kata Nico.
Banyak guru kelas SD yang tidak dapat jam mengajar. Mereka hanya sebagai pengganti guru kelas lain saat ada yang tidak masuk, bahkan hanya menjadi guru piket.
”Ini menandakan penempatan guru-guru PPPK DKI Jakarta tidak sesuai dengan kebutuhan riil di sekolah. Kondisi demikian berdampak buruk terhadap kualitas pembelajaran siswa. Ribuan siswa diajar oleh guru dengan keilmuan dan kompetensi yang tidak mumpuni,” kata Nico.
Ini menandakan penempatan guru-guru PPPK DKI Jakarta tidak sesuai dengan kebutuhan riil di sekolah. Kondisi demikian berdampak buruk terhadap kualitas pembelajaran siswa. Ribuan siswa diajar oleh guru dengan keilmuan dan kompetensi yang tidak mumpuni.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Purwosusilo mengatakan, penempatan guru PPPK tahun 2022 sebenarnya belum tuntas. Saat pengajuan formasi ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Pemprov DKI Jakarta mengajukan 6.319 formasi. Namun, oleh panitia seleksi nasional guru PPPK diubah menjadi 3.069 guru.
”Kami memang akan meredistribusi guru. Saat ini sedang dilakukan kajian di 2.008 sekolah negeri. Ketika penempatan inilah, kami bisa punya kewenangan untuk meredistribusi guru yang sesuai. Jadi, guru-guru yang tidak sesuai mata pelajarannya hingga juga wilayah mau dianalisis kembali dan saat ini masih berjalan agar hasil rekrutmen guru PPPK tahun 2023 untuk DKI Jakarta bisa optimal. Kami minta guru bersabar karena masih berproses, bahkan nomor induk pegawai saja belum selesai,” kata Purwosusilo.
Sementara itu nun jauh di Papua Barat Daya, ratusan guru SMA/SMK PPPK formasi tahun 2022 yang seharusnya sudah mendapatkan penempatan di tahun 2023 nasibnya juga terkatung-katung. Perubahan kewenangan pengelolaan guru SMA/SMK yang secara nasional di pemerintah provinsi, tapi khusus Tanah Papua karena otonomi khusus, kewenangannya dialihkan ke pemerintah kota/kabupaten.
Hampir 1.000 guru SMA/SMK di Papua Barat Daya terkendala surat peralihan dari pemprov ke pemkot/pemkab yang belum disetujui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sehingga mereka tidak punya nomor induk pegawai. Akibatnya, status sebagai guru PPPK belum bisa disematkan kepada para guru.
Baca juga: Sengkarut Tata Kelola Guru
Y, salah satu guru PPK yang mendapatkan penempatan di sekolah induk SMA Negeri Kota Sorong, mengatakan, para guru nasibnya justru semakin sial. Mereka lulus menjadi guru PPPK, tetapi di data pokok pendidikan (dapodik) Kemendikbudristek statusnya masih terdata sebagai guru honor daerah. Namun, pada kenyataannya di daerah, para guru ini hanya diakui sebagai guru honor sekolah sehingga status guru di lapangan jadi turun ”kelas”.
”Karena belum ada surat keputusan peralihan, di daerah kami tidak diakui lagi sebagai guru honor daerah. Pemprov dan pemerintah kota/kabupaten saling lempar tangan sehingga gaji sebagai guru honor daerah tidak lagi dibayarkan. Gaji kami bergantung ke sekolah masing-masing,” papar Y.
Sebagai guru honor daerah, para guru biasanya menerima gaji Rp 2,3 juta/bulan yang dibayar tiap tiga bulan sekali. Sejak Januari 2023 hingga saat ini, gaji dari APBD distop karena ketidakjelasan peralihan. Guru pun digaji dari sekolah dan bergantung kemampuan sekolah, mulai dari Rp 500.000 hingga Rp 1 juta per bulan.
Banyak guru yang menjadi korban akibat karut-marut penempatan guru PPPK di daerah. Y mengungkapkan, ada suami-istri guru swasta yang diberhentikan sekolah ketika sudah dipastikan lolos sebagai guru PPPK. Namun sialnya, ternyata mereka tidak mendapatkan penempatan sekolah dan gaji.
”Banyak guru yang nasibnya jadi sial. Ada yang diberhentikan yayasan, ada yang tetap mengajar sebagai guru honor sekolah lalu cari pekerjaan lain supaya tetap bisa hidup. Ada juga guru yang ditolak sekolah penempatan karena di sekolah tersebut sudah ada guru yang sama,” papar Y.
Di tengah situasi seperti ini, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim terus mengemukakan kesuksesan pemerintah yang saat ini sudah berhasil merekrut sekitar 544.000 guru ASN PPPK. ”Berkat gorong royong ini, kita berhasil mencetak rekor dengan merekrut 544.000 guru ASN PPPK. Jumlah ini akan terus meningkat sampai mencapai target 1 juta guru yang diangkat sebagai ASN PPPK,” ujar Nadiem.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani, saat kunjungan kerja ke Aceh Utara, berharap pemda mendukung pengangkatan guru ASN PPPK di daerah masing-masing sesuai kebutuhan. Kemendikbudristek mengatur kebijakan tentang kebutuhan guru ASN PPPK dengan mempertimbangkan distribusi antara kelebihan/kekurangan PNS per kecamatan dan per mata pelajaran, jumlah calon PNS 2019, serta jumlah ASN PPPK 2019.
Baca juga: Pemerintah Janjikan Tiga Pilar Solusi Atasi Kekurangan Guru