Media Sosial Tak Selalu Berdampak Buruk pada Kesehatan Mental
Penggunaan media sosial tidak selalu berdampak negatif bagi kesehatan mental. Medsos juga bisa memiliki efek positif atau bahkan tak berdampak sama sekali.
JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan media sosial sering disebut berdampak negatif pada kesehatan mental anak muda. Sebenarnya hubungan keduanya sangatlah rumit karena efek positif dan negatif dapat hidup berdampingan pada individu yang sama.
Pada 23 Mei 2023, Surgeon General Amerika Serikat, Vivek Murthy, mengeluarkan peringatan tentang potensi bahaya media sosial bagi kesehatan mental anak-anak dan remaja.
Peneliti pascadoktoral di Pusat Kesehatan dan Kebahagiaan, Lee Kum Sheung, dan Departemen Ilmu Perilaku dan Sosial Harvard TH Chan School of Public Health, Laura Marciano, seperti dikutip dari laman hsph.harvard.edu, Rabu (2/8/2023), mengatakan, penggunaan medsos mungkin merugikan kesejahteraan kaum muda tetapi juga dapat memiliki efek positif.
Laura memahami rekomendasi Surgeon General AS tersebut karena didukung bukti ilmiah yang kuat selama satu dekade terakhir.
Beberapa hal yang dialami remaja, seperti perundungan siber, pelecehan di dunia maya, perilaku predator, dan paparan konten berbasis kekerasan, seksual, serta kebencian, tidak diragukan lagi dapat bersifat negatif. Namun, pengalaman media sosial tidak terbatas pada jenis konten tersebut.
Baca juga: Jaga Kesehatan Mental untuk Hidup Berkualitas
Tinjauan literatur menunjukkan hasil studi beragam. Asosiasi antara penggunaan media sosial dan kesejahteraan, terutama di kalangan anak-anak dan remaja, bisa menjadi positif, negatif, dan bahkan sebagian besar nol ketika analisis data lanjutan dilakukan. Efek positif dan negatif medsos dapat hidup berdampingan pada individu yang sama.
Laura mengatakan, penting untuk dicatat bahwa banyak studi yang mengandalkan data dari orang-orang yang tinggal di negara-negara WEIRD (western, educated, industrialized, rich and democratic ) sehingga mengesampingkan mayoritas populasi dunia yang tinggal di bagian selatan dunia.
Selain itu, ada populasi minoritas atau orang yang mengalami kesenjangan kesehatan dan kondisi kesehatan kronis, serta pelajar internasional yang menemukan bahwa media sosial sangat membantu menciptakan dan mempertahankan komunitas sosial di mana mereka menjadi bagian di dalamnya.
”Kami masih mencari cara membandingkan efek penggunaan media sosial dengan efek kebiasaan perilaku lainnya, seperti aktivitas fisik, tidur, konsumsi makanan, peristiwa kehidupan, dan waktu yang dihabiskan dalam hubungan sosial, dan proses psikologis yang terjadi secara langsung. Kami juga masih mempelajari bagaimana penggunaan media sosial dapat dikaitkan secara positif dengan kesejahteraan,” tutur Laura.
Sulit digeneralisasi
Sejumlah studi kohort besar telah mengukur penggunaan media sosial berdasarkan waktu yang dihabiskan di berbagai platform. Namun, penting untuk mempertimbangkan apakah waktu tersebut menggantikan waktu untuk aktivitas lain yang meningkatkan kesehatan, seperti aktivitas fisik dan tidur. Akhirnya, efek dari penggunaan media sosial bersifat istimewa. Artinya, setiap anak dan remaja mungkin terpengaruh secara berbeda sehingga sulit untuk menggeneralisasi efeknya.
Bersama Profesor Vish Viswanath, Laura telah mengkaji berbagai hasil penelitian bagaimana penggunaan media sosial berkaitan dengan kesejahteraan yang positif. Tujuannya, untuk menyeimbangkan bias literatur.
”Kami menemukan korelasi positif dan negatif antara berbagai aktivitas media sosial dan kesejahteraan. Hasil yang paling konsisten menunjukkan keterkaitan antara aktivitas media sosial dengan kesejahteraan hedonis (emosi positif) dan kesejahteraan sosial,” ujar Laura.
Baca juga: Media Sosial dan Risiko Gangguan Konsentrasi pada Anak
Dalam proyek longitudinal HappyB yang melibatkan lebih dari 1.500 remaja di Swiss, Laura melihat bagaimana penggunaan media sosial memengaruhi tumbuh kembang, kebahagiaan, makna dan tujuan, kesehatan fisik dan mental, karakter, hubungan sosial yang dekat, dan stabilitas keuangan.
”Kami menemukan bahwa pengalaman bermedia sosial positif terkait dengan perkembangan. Secara khusus, memiliki seseorang untuk diajak bicaradaring saat merasa kesepian adalah hal yang paling berhubungan dengan kesejahteraan. Hal itu tidak mengherankan mengingat kebahagiaan berkaitan dengan kualitas hubungan sosial,” jelas Laura.
Studi ini menunjukkan, mengikuti proses psikologis yang dipicu selama penggunaan media sosial adalah kunci untuk menentukan hubungannya dengan kesejahteraan. Misalnya, kita harus mempertimbangkan apakah anak muda merasa dihargai dan menjadi bagian dari grup percakapan daring tertentu. Informasi tersebut dapat membantu kita menjelaskan dinamika yang membentuk kesejahteraan kaum muda melalui aktivitas digital.
Tips penggunaan
Terkait penggunaan media sosial lebih aman bagi anak-anak, Laura mengibaratkan dengan pertanyaan apakah penggunaan mobil aman untuk seseorang yang tidak bisa mengemudi? Untuk mengemudi dengan aman, tentu perlu mempelajari cara berakselerasi, mengenali rambu-rambu jalan, membuat keputusan yang aman sesuai aturan tertentu, dan memakai sabuk pengaman.
”Demikian pula untuk menggunakan media sosial dengan aman, saya pikir kita sebagai masyarakat, termasuk sekolah, pendidik, dan penyedia layanan kesehatan, harus memberi anak-anak dan keluarga informasi yang jelas dan berbasis sains tentang potensi dampak positif dan negatifnya,” ujar Laura.
Asosiasi antara penggunaan media sosial dan kesejahteraan, terutama di kalangan anak-anak dan remaja, bisa menjadi positif, negatif, dan bahkan sebagian besar nol.
Para orangtua harus berkomunikasi dengan anak-anak dan mempromosikan iklim keamanan dan empati dalam penggunaan media sosial. Cobalah untuk menggunakan platform bersama mereka, misalnya dengan menjelaskan cara kerja platform dan mengomentari kontennya.
Guna mengimbangi waktu anak-anak yang dihabiskan di media sosial, orangtua dapat menawarkan kegiatan ekstrakurikuler alternatif untuk memberikan keseimbangan. Tetapi penting untuk diingat bahwa kesejahteraan sosial bergantung pada kualitas hubungan sosial dan media sosial dapat membantu mempromosikan kesejahteraan semacam ini.
Baca juga: Cerdas Berliterasi Digital, Beretika di Media Sosial
Ketua Center for Public Mental Health Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Diana Setiyawati mengatakan, keterhubungan yang berlebihan dengan media sosial dapat memengaruhi kesehatan mental. Di era digital ini, kesehatan mental remaja dapat menjadi berbahaya jika mereka hidup dengan pengasuhan orangtua yang tidak sesuai dengan tumbuh kembang mereka.
Sebab, keterampilan sosial media memberikan berbagai macam informasi jauh lebih cepat dan beragam dibandingkan orangtua. Bahkan, algoritma media sosial akan menyajikan preferensi informasi seseorang. Banyak anak yang menghabiskan waktu lebih lama di media sosial daripada dunia nyata. Akibatnya, konsep-konsep yang tidak benar bisa diyakini benar dan nyata adanya.