Berinteraksi, Obat Sunyi Kala Usia Senja
Ketika memasuki usia senja, bukan berarti seseorang kehilangan gairah bersosialisasi. Pada fase itu, mereka membutuhkan tempat yang tepat untuk menyalurkan aktivitas ini.
Lie li, seorang penghuni Panti Wredha Melania, Tangerang Selatan, Banten. Dia tengah menghabiskan waktu sore di teras panti, Jumat (28/7/2023).
Langit senja semakin menguning menuju jingga. Oma Lie Li (85), yang sore itu mengenakan daster kuning agak lusuhnya, tampak duduk sendiri di depan teras Panti Wredha Melania, Tangerang Selatan, Banten. Sesekali tatapannya kosong. Namun, cukup sigap menegur siapa pun yang datang dari dan menuju ke panti.
Tampaknya Oma Lie Li gemar berbincang kendati tutur bicaranya sudah tak lagi jelas. Seusai mengucap sepatah dua kata, bibir atas dan bawahnya melentuk, sebab tidak ada lagi gigi yang menopang.
Oma Lie li sendiri merupakan satu dari 25 penghuni panti wreda yang berada daerah Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, tersebut. Ia telah mendiami panti itu sejak tiga tahun silam. Adapun penghuni lainnya sudah tinggal di panti tersebut dengan lama bervariasi mulai dari 20 tahun, 15 tahun, serta di bawah 10 tahun.
Baca juga: Menjaga Kesehatan Jiwa dan Raga di Hari Tua
Sabtu (29/7/2023) pagi, usai doa bersama di halaman panti, para lansia mengarah ke kamar masing-masing. Setelahnya, sebagian bertahan di kamar, beberapa lagi menuju kantin panti.
Di ruangan berdiameter 7 meter x 15 meter tersebut tertata rapi meja dan kursi serta lemari buku bacaan. Setiap meja memiliki 4-6 kursi. Sepertinya jadi ruang nyaman para lansia untuk sekedar duduk, membaca buku, bermain ponsel, hingga bercengkerama dengan sesama penghuni dan perawat panti.
Julia Christina (83) atau Oma Yulia berjalan menuju kantin selepas dari kamarnya. Ia mendekati salah satu meja, tepat di hadapannya ada Raynier Djakarya (63) atau Opa Ray.
Oma Yulia memulai perbincangan. Ia tampak mendominasi percakapan. Opa Ray hanya sesekali menimpali sambil memperbaiki posisi kacamatanya. Keduanya tampak membahas banyak hal merefleksi panjang perjalanan dan pengalaman hidup mereka yang masing-masing telah melewati lima dekade.
Oma Yulia baru masuk panti pada Desember 2022. Terbilang baru dibandingkan Opa Ray yang telah berada di panti sejak tahun 2020.
Anggota pengurus Panti Wredha Melania, Wanthi, mengutarakan, Oma Yulia memang merupakan sosok yang cerdas. Apalagi dia merupakan lulusan dari Universitas Parahyangan, Bandung. Yulia gemar bersosialisasi, tetapi karena usianya semakin senja, demensia atau kepikunan menghinggapi dirinya.
Pantas saja, saat berbincang dengan Opa Ray, seakan mereka baru saja berkenalan. ”Oma Yulia suka sekali bercerita. Namun, ceritanya semakin panjang karena selalu mengulang,” kata Wanthi.
Baca juga: Lansia di Era "New Normal"
Belajar hal baru
Saat menceritakan alasannya memilih menetap di panti, Oma Yulia barujar, ia bisa belajar banyak hal di panti. Lansia kelahiran Bandung, Jawa Barat, ini bisa bertukar cerita dengan dengan latar belakang yang berbeda-beda. Semangat bersosialisasi ini membawanya selalu memilih menghabiskan hari-hari di kantin panti.
Sebelumnya, Oma Yulia tinggal bersama saudara dan ponakannya di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Namun, kemudian ia memutuskan untuk bergabung ke panti dengan sejumlah pertimbangan. Bagi Oma Yulia, berada di panti merupakan fase kehidupan berbeda yang menarik untuk dijalani.
Lansia itu ingin juga ketika mereka bercerita ingin didengarkan. Hal yang justru diabaikan oleh orang terdekatnya yang berada di usia produktif. Padahal mereka juga ingin diperhatikan dan didengarkan.
”Saya senang di sini. Semua orang baik. Banyak belajar banyak hal. Bisa cerita tentang yang dulu-dulu juga,” katanya, sembari kembali melanjutkan cerita, layaknya nenek yang memberi wejangan kepada cucunya.
Pun dengan Opa Ray, menganggap kehidupan di panti bisa mempertemukan dia dengan orang yang sebaya dengannya. Di luar aktivitas rutin dari panti, Opa Ray senang banyak menghabiskan waktu dengan berbagi cerita dengan segenerasinya.
Hermin Saptowati, perawat di Panti Wredha Melania, mengatakan, setiap hari ada rutinitas yang akan dijalani oleh lansia. Aktivitas seperti doa, olahraga, makan selalu dilakukan bersama-sama.
Selain itu, kunjungan dari anak-anak dari sekolah dasar dan taman kanak-kanak menjadi agenda rutin. ”Biasanya tiap bulan ada kunjungan dari sekolah-sekolah. Mereka akan berinteraksi dengan lansia di sini,” ujarnya.
Baca juga: Interaksi dengan Anak-anak Bantu Menjaga Kesehatan Mental Lansia
Rutinitas usia senja
Psikolog dan akademisi Universitas Indonesia, Lathifah Hanum, menuturkan, lansia ketika memasuki senjanya bukan berarti ia bosan dengan rutinitas hidup. Justru, di usia senja tersebut, warga lanjut usia semakin ingin menikmati waktu hidup berkualitas dan bersosialisiasi dengan orang banyak.
”Ketika memasuki umur semakin tua, mereka ingin waktu berkualitas, ingin menuangkan banyak hal, dan itu bisa mereka ditemukan panti wreda (lansia),” katanya.
Apalagi, rutinitas seperti komunikasi dan berkomunitas bisa membantu menghindarkan lansia dari stres dan depresi. Aktivitas yang produktif seperti ini, kata Lathifah, akan membuat lansia semakin bergairah dan memaknai hidup.
Pada saat berada di usia yang semakin senja, lanjut Lathifah, lansia merasa senang ketika berkomunikasi dengan orang yang mau mendengarkan mereka. Aktivitas seperti ini bisa didapatkan dengan orang segenerasinya atau anak-anak. Berada di lingkungan ini, lansia merasa lebih didengarkan dibandingkan ketika tinggal bersama dengan mereka yang berusia produktif.
”Lansia itu ingin juga didengarkan ketika mereka bercerita. Hal yang justru diabaikan oleh orang terdekatnya yang berada di usia produktif. Padahal, mereka juga ingin diperhatikan dan didengarkan,” ujar Lathifah.
Baca juga: Kesejahteraan Mental Warga Lansia Sekarang Lebih Baik Ketimbang Masa 1990-an
Dalam sebuah studi, menyediakan waktu luang untuk interaksi lansia dengan anak-anak terbukti efektif menjaga kesehatan mental lansia. Hal ini termuat dalam penelitian dari Universitas Stellenbosch, Afrika Selatan, yang diterbitkan dalam jurnal PLOS One, Juli 2023.
Penanganan masalah kesehatan mental di usia tua diperlukan agar lansia tidak mengalami depresi dan kecemasan. Terapi interaksi ini diperlukan sehingga mengurangi penggunaan obat farmasi.
Namun, dalam berinteraksi dengan anak-anak, pengasuh panti perlu memperhatikan frekuensi aktivitas ini. Para lansia juga perlu untuk mendapatkan waktu luang yang cukup untuk mengatur kembali rutinitas demi menghindari potensi kejenuhan.
”Mereka juga perlu waktu luang untuk memodifikasi rutinitas mereka. Apalagi jika interaksi dan bermain dengan anak terlalu intens justru membuat lansia capek dan stres,” tuturnya.