Perkuat Kecakapan Berwirausaha Mahasiswa untuk Atasi Pengangguran
Kewirausahaan diyakini dapat jadi solusi untuk mengatasi pengangguran dari lulusan perguruan tinggi. Penguatan kapasitas berwirasuaha bukan sekadar membangun bisnis, melainkan menguatkan motivasi dan daya juang.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat pengangguran dari lulusan perguruan tinggi di Indonesia masih tinggi. Karena itu, kompetensi kewirausahaan perlu diperkuat untuk mendorong lulusan perguruan tinggi mampu berwirausaha dan menciptakan lapangan kerja.
Kesempatan mahasiswa dari perguruan tinggi (PT) akademik ataupun vokasi untuk mengalami langsung merintis usaha dilakukan melalui program Wirausaha Merdeka. Pada tahun 2023, sebanyak 34 PT melaksanakan program pelatihan kewirausahaan yang menjangkau sekitar 12.000 mahasiswa.
”Perguruan tinggi menyediakan supply (pasokan) bagi dunia kerja. Sementara dunia kerja menyediakan demand (permintaan),” kata Direktur Akademik Pendidikan Tinggi Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Beny Bandanadjadja, Selasa (27/6/2023).
Namun, dari data Survei Angkatan Kerja Nasional, ada 12 persen lulusan PT jadi pengangguran. ”Kita perlu menciptakan demand dengan membuat wirausaha muda yang dibina dari sekarang,” kata Beny dalam acara penandatanganan perjanjian kerja sama program Wirausaha Merdeka Angkatan Kedua Tahun 2023.
Program Wirausaha Muda itu memberi pencerahan bagi mahasiswa untuk memilih berwirausaha. ”Untuk jadi wirausaha, bukan proses instan. Yang sukses hari ini butuh pengalaman bertahun-tahun dan jatuh bangun. Dengan pengetahuan berwirasuaha, mereka tidak nol dalam menjalankan kewirausahaan jika lulus,” ujar Beny.
Salah satu target sasaran yaitu lulusan bisa mendapatkan gaji layak. Diharapkan, mereka semakin siap menjadi wirausaha muda sebagai wujud dukungan pada program menciptakan satu juta wirausaha muda atau baru pada tahun 2024.
Pelaksana Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kemendikbudristek, Sri Gunani Partiwi menambahkan, program Wirausaha Merdeka sebagai kesempatan berbagi. Sebab, PT pelaksana dapat menerima mahasiswa dari PT mana pun.
”Kami mengapresiasi PT pelaksana yang mau berbagi. Kami harapkan ini menjadi fondasi agar program Wirausaha Merdeka bisa berkelanjutan dan dikembangkan PT secara mandiri,” kata Gunani.
Ketua Program Wirausaha Merdeka Gamaliel Waney mengatakan, ke-34 PT pelaksana yang terpilih memiliki kurikulum kewirausahaan dan inkubator binsis. PT ini menjadi jembatan penghubung cita-cita kewirausahaan para mahasiswa.
”Pembelajaran entrepreneur bukan hanya untuk membangun bisnis, melainkan juga membangun kemampuan diri dan membangun identitas diri,” ujar Gamaliel.
Para peserta selama satu semester mendapat materi berwirausaha, mengenal diri, mengenal kebutuhan pasar, sampai membangun prototipe untuk usaha yang akan dijalankan.
Pembelajaran entrepreneur bukan hanya untuk membangun bisnis, melainkan juga membangun kemampuan diri dan membangun identitas diri.
Berdasarkan hasil survei kepada peserta angkatan pertama, sekitar 43 persen peserta telah mempunyai rencana wirausaha dan 38 persen hendak bekerja. Materi yang didapat selama pelatihan diakui relevan dengan rencana pascakuliah.
”Dengan ikut program Wiarusaha Merdeka, peserta mampu mengidentifikasi dan membuat model bisnis. Kami berharap program Wirausaha Merdeka mampu membawa perubahan untuk kemajuan bangsa dengan semakin banyak lahir wirausaha muda dari lulusan preguruan tinggi,” kata Gamaliel.
Menjaga motivasi
Aldi (23), mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar, mengaku senang mendapat kesempatan ikut program Wirausaha Merdeka Angkatan Pertama tahun 2022. Dia mulai berwirausaha dari menjual gantungan kunci dan keripik singkong yang dititipkan ke warung untuk membantu orangtuanya yang jadi petani, tapi selalu gagal.
”Saya melihat di berita-berita kesuksesan anak muda menjadi wirausaha. Setelah mencoba sendiri, ternyata belum berhasil. Selalu rugi. Padahal, saya ingin bisa mandiri dengan wirausaha,” tuturnya.
”Setelah ikut pelatihan, saya punya bekal dan makin percaya diri untuk terus berusaha,” kata Aldi yang tinggal di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Dia tiap hari menempuh jarak 100 kilometer menuju kampus karena tidak mampu membayar uang sewa kos di kota.
Direktur Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya Eko Julianto menuturkan, dari pengalaman menjalankan program Wirausaha Merdeka, yang di tahun pertama diikuti 800 orang dan tahun kedua ini menjadi 1.067 mahasiswa, tidak mudah menyiapkan mahasiswa menjadi technopreneur. Untuk itu, tiap 10 mahasiswa didampingi satu dosen pembimbing lapangan dan praktisi.
”Kalau mau berwirausaha, itu mesti nyantrik atau belajar langsung. Kami punya inkubator bisnis untuk mendukung peserta punya usaha. Dari pemgalaman kami, yang paling sulit itu memeprtahankan motivasi mahasiswa saat gagal untuk terus mencoba,” kata Eko.
Di sinilah pentingnya pendampingan dari dosen pembimbing dan praktisi untuk terus memompa motivasi peserta sehingga semua tetap bisa menyelesaikan pelatihan dan proyek bisnisnya,” kata Eko.
Sementara Rektor Universitas Riau Sri Indarti mengatakan, pada tahun pertama, kampus ini mendapat dana sekitar Rp 7,6 miliar untuk medukung lebih dari 1.000 mahasiswa dari sejumlah daerah, seperti Aceh dan Semarang.
Dari program Wirausaha Merdeka ini, kampus bermitra dengan 200 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk memberikan pengalaman kepada mahasiswa. Kampus juga menggandeng alumni yang sudah menjadi wirausaha untuk mendampingi mahasiswa.