Kehadiran aturan turunan dari UU TPKS semakin mendesak. Meskipun sudah setahun diundangkan, implementasinya masih mengalami hambatan.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus mempercepat pembentukan peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2023 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Hingga saat ini, proses pembahasan peraturan pemerintah dan peraturan presiden di tingkat panitia antar-kementerian terus dikebut agar bisa selesai dan disahkan secepatnya.
Kendati berkejaran dengan waktu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati memastikan penyusunan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) mengakomodasi kepentingan terbaik bagi korban.
”Kami berharap kiranya peraturan turunan dari UU TPKS yang sedang disusun segera disahkan untuk lebih memperkuat dan memaksimalkan fungsi dari UU TPKS,” ujar Darmawati dalam pengantar Konferensi Pers ”Komitmen Percepatan Pembentukan Peraturan Turunan UU TPKS”, Rabu (14/6/2023), di kantor Kementerian PPPA, Jakarta.
UU TPKS yang diundangkan sejak 9 Mei 2022 mengamanatkan lima peraturan pemerintah dan lima peraturan presiden untuk mendukung implementasi UU TPKS. Namun, hasil pembahasan tim pemerintah pada 6 Juni 2022 disepakati untuk disederhanakan menjadi tiga PP dan empat perpres.
Ketiga PP adalah PP tentang Koordinasi dan Pemantauan Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan TPKS; PP tentang Pencegahan TPKS serta Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Korban TPKS; serta PP tentang Dana Bantuan Korban TPKS.
Adapun empat perpres adalah Perpres tentang Kebijakan Nasional tentang Pemberantasan TPKS; Perpres tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Terpadu bagi Aparat Penegak Hukum dan Tenaga Layanan Pemerintah, dan Tenaga Layanan pada Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat; Perpres tentang UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA); serta Perpres tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu PPA di Pusat.
Kehadiran PP dan perpres dari UU TPKS ditunggu karena akan memperkuat fungsi UU TPKS dari sisi kelembagaan, dan pelaksanaan pencegahan, pelindungan, penanganan serta pemulihan baik di tingkat pusat maupun di daerah.
Jangan menunggu aturan turunan
Kendati demikian, pada konferensi pers yang juga dihadiri perwakilan kementerian/lembaga, Darmawati menegaskan, implementasi dari UU TPKS tidak harus menunggu aturan turunan selesai.
”Dengan disahkannya UU TPKS, aparat penegak hukum dapat menggunakan UU tersebut dalam perkara tindak pidana kekerasan seksual. Dengan demikian terobosan mengenai hukum acara khusus dalam UU TPKS dapat didayagunakan untuk menghadirkan keadilan bagi korban,” ujarnya.
Dengan disahkannya UU TPKS, aparat penegak hukum dapat menggunakan UU tersebut dalam perkara tindak pidana kekerasan seksual.
Pihak kementerian/lembaga, pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota juga didorong agar memastikan pemenuhan hak korban atas penanganan, pelindungan, dan pemulihan.
Partisipasi semua pihak dalam menyebarluaskan UU TPKS secara masif dan menyeluruh sangat penting agar semakin banyak anggota masyarakat yang terinformasi tentang UU TPKS. ”UU TPKS tidak hanya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berani melaporkan kasus kekerasan seksual, tetapi juga memastikan penegakan hukum kepada para pelaku,” kata Darmawati.
Ratna Susianawati (Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA), Nahar (Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA), dan Indryasari (analis hukum Ahli Muda pada Biro, Kerja Sama, dan Hubungan Masyarakat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) menjelaskan tentang proses penyusunan dan pembahasan aturan turunan UU TPKS.
Ratna menyatakan, saat ini hingga pertengahan Juni 2023, proses pembahasan Rancangan PP (RPP) dan Rancangan Perpres (RPerpres) pada tahapan pembahasan di tingkat Panitia Antar-Kementerian (PAK). Bahkan, RPerpres tentang UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) pada 9 Juni 2023 sudah pada pembahasan PAK terakhir, dilanjutkan pembubuhan paraf pada draf rancangan perpres dari setiap anggota PAK.
Penyusunan aturan turunan membutuhkan ekstra perhatian karena ada sejumlah substansi yang diatur. Misalnya dalam RPP tentang Pencegahan TPKS serta Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Korban TPKS, UU TPKS memandatkan pengaturan tentang penghapusan konten dan atau pemutusan akses informasi elektronik, serta tata cara dan jangka waktu pemutusan konten.
”Jadi tahapan di PAK belum selesai, masih akan dilanjutkan lagi pada proses harmonisasi. Sesudah itu, kami menyerahkan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk diselaraskan kembali,” ujar Ratna.
Targetkan selesai Juni
Nahar menjelaskan, UU TPKS diundangkan pada 9 Mei 2022 dan batas akhir penetapan peraturan pelaksana dari UU TPKS adalah dua tahun sejak diundangkan, yakni 9 Mei 2024. Untuk itu, Menteri PPPA telah meminta agar penyusunan aturan turunannya selesai di bulan Juni 2023.
”Mudah-mudahan tidak ada situasi yang memaksa untuk menunda. Sampai hari ini masih sesuai jadwal. Karena itu, kami berharap di akhir bulan Juni ini menyelesaikan pembahasan PAK tingkat lima,” kata Nahar.
Sesuai tahapan, proses pembahasan PAK kelima merupakan yang terakhir. Setelah itu dilakukan tanda tangan/paraf persetujuan peserta rapat PAK, dilanjutkan proses harmonisasi. Terakhir adalah penyampaian surat Menteri PPPA tentang Permohonan penetapan RPP dan RPerpres ke Presiden melalui Kementerian Sekretariat Negara.
Dari semua proses penyusunan aturan turunan, RPP Dana Bantuan Korban masih agak ketinggalan. Indryasari mengakui proses penyusunan RPP tersebut baru pada tahap pembahasan PAK I pada 7 Juni 2023. ”Masih akan diselenggarakannya diskusi dengan jaringan masyarakat sipil untuk mendapatkan masukan atas RPP yang disusun,” katanya.
Sebelumnya telah dilakukan sejumlah diskusi dengan lembaga-lembaga peneliti, serta menerima masukan dari masyarakat sipil, rapat koordinasi dengan kementerian/lembaga.
Adapun RPP Dana Bantuan Korban (DBK) sebagaimana amanat UU TPKS mengatur tentang Sumber pendanaan, Pengelolaan DBK; Peruntukan dan Pemanfaatan; Tata Cara Pemberian; Pemberian Layanan Pemulihan; serta Pengawasan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban.