Masalah tidur tidak boleh dianggap remeh. Studi terbaru oleh American Academy of Neurology menunjukkan orang yang memiliki masalah tidur lebih mungkin terkena stroke.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masalah tidur tidak boleh dianggap remeh. Studi terbaru oleh American Academy of Neurology menunjukkan, orang yang memiliki masalah tidur lebih mungkin terkena stroke.
Masalah tidur tersebut meliputi terlalu sedikit atau terlalu banyak tidur, tidur siang yang lama, kualitas tidur yang buruk, mendengkur, berdengus, dan apnea. Studi internasional ini melibatkan 2.243 orang yang terkena stroke dan 2.253 orang yang tidak terkena stroke.
”Hasil penelitian kami tidak hanya menunjukkan bahwa masalah tidur individu dapat meningkatkan risiko seseorang terkena stroke, tetapi memiliki lebih dari lima gejala ini dapat menyebabkan risiko stroke lima kali lipat dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki masalah tidur,” ujar penulis studi tersebut, Christine Mc Carthy dari University of Galway, Irlandia, dilansir dari Eurekalert.org, Rabu (5/4/2023).
Para peserta penelitian ditanya tentang perilaku tidur mereka. Beberapa di antaranya terkait jam tidur, kualitas tidur, tidur siang, mendengkur, berdengus, dan masalah pernapasan saat tidur.
Sebanyak 162 peserta yang terkena stroke tidur kurang dari lima jam dibandingkan 43 peserta dari mereka yang tidak terkena stroke. Sementara 151 dari mereka yang terkena stroke tidur lebih dari sembilan jam setiap malam dibandingkan dengan 84 peserta dari mereka yang tidak terkena stroke.
Para peneliti menemukan, orang yang tidur kurang dari lima jam tiga kali lebih mungkin terkena stroke ketimbang mereka yang tidur rata-rata tujuh jam. Sementara orang yang tidur lebih dari sembilan jam dua kali lebih mungkin terkena stroke daripada mereka yang tidur tujuh jam semalam.
Para peneliti menemukan orang yang tidur kurang dari lima jam tiga kali lebih mungkin terkena stroke ketimbang mereka yang tidur rata-rata tujuh jam.
Peneliti juga mengamati masalah pernapasan saat tidur. Orang yang mendengkur 91 persen lebih mungkin terkena stroke daripada yang tidak mendengkur. Orang yang mendengkur hampir tiga kali lebih berisiko terkena stroke daripada mereka yang tidak.
Sementara orang dengan sleep apnea juga hampir tiga kali lebih mungkin terkena stroke daripada mereka yang tidak mengalaminya. Beberapa faktor lain yang bisa memengaruhi risiko stroke adalah merokok, depresi, dan konsumsi alkohol.
”Intervensi untuk memperbaiki tidur juga dapat mengurangi risiko stroke dan harus menjadi subyek penelitian di masa mendatang,” kata Mc Carthy.
Salah satu keterbatasan studi ini adalah para peserta penelitian sendiri yang melaporkan gejala masalah tidurnya. Studi ini juga didukung oleh sejumlah lembaga, di antaranya Canadian Institutes of Health Research, Heart and Stroke Foundation of Canada, Canadian Stroke Network, Swedish Research Council, dan Swedish Heart and Lung Foundation.
Dalam penelitian lain, tidur yang efisien selama 7-8 jam sehari dikaitkan dengan pengurangan risiko berbagai masalah kesehatan fisik dan mental. Namun, banyak orang masih merasa lelah saat bangun pagi hari meski telah mengalokasikan waktu tidur 7-8 jam per hari. Hal ini disebabkan tidur berkualitas lebih dari sekadar waktu yang dihabiskan di tempat tidur.
Aktivitas fisik, seperti jalan cepat dan yoga, setidaknya 20-30 menit setiap hari diperlukan untuk menjaga kebugaran dan baik untuk memompa darah. ”Hindari aktivitas yang membuat stres pada malam hari, seperti membaca dan menonton berita atau unggahan di media sosial yang mengganggu, mendiskusikan politik, atau memeriksa email kantor,” ujar John Saito, dokter klinis dalam pengobatan tidur, pulmonologi, dan pediatri di Children's Health of Orange County, California, Amerika Serikat.