Pertolongan Paripurna RS Ajyad Arab Saudi bagi Jemaah Umrah
Tak ada yang menginginkan sakit saat menjalani ibadah umrah. Namun, jika itu terjadi, Rumah Sakit Ajyad yang berada di sekitar kompleks Masjidil Haram dapat menjadi rujukan untuk mencari pertolongan medis.
Seorang jemaah umrah berusia lanjut diangkut dengan mobil buggy. Beberapa tenaga medis kemudian memindahkannya ke tempat tidur beroda untuk diangkut menuju ruang gawat darurat. Demikianlah suasana keseharian di Rumah Sakit Ajyad yang menempati lantai bawah tanah pada salah satu gedung pusat perbelanjaan yang berdiri di sekitar Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi.
Tak ada yang ingin jatuh sakit kala menjalani ibadah umrah. Apalagi mengingat obat-obatan yang dijual di Mekkah jauh lebih mahal dibandingkan di dalam negeri. Satu botol obat batuk herbal dengan volume 200 mililiter (ml), contohnya, dijual di toko farmasi dengan harga 50 riyal atau seharga Rp 207.500 (kurs 1 riyal sama dengan Rp 4.150).
Jadi, bisa dibayangkan, biaya berobat di negara ini pastinya akan mahal. Hal itu pun diungkapkan oleh Adam, salah satu pemandu kelompok umrah, bahwa biaya berobat di klinik di Arab Saudi bisa 3-4 kali lipat dari biaya berobat di Tanah Air. ”Biaya berobat di klinik di sini lumayan mahal. Lihat saja obat-obatannya pun mahal,” ucapnya.
Kekhawatiran itu sempat menyelimuti Sri (67), salah satu jemaah umrah yang menderita batuk hingga mengalami penurunan saturasi atau kadar oksigen di dalam tubuh. Sekitar pertengahan Februari 2023, tepat dua hari lagi perjalanan umrahnya berakhir, ia mengalami sesak napas. Setelah diperiksa dengan alat saturasi portabel, diketahui bahwa kadar oksigen di tubuhnya hanya berkisar 84-88 persen, sementara ambang batas yang ditoleransi adalah di atas 95 persen.
Dengan bantuan pemandu umrah, Sri dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Ajyad yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan Arab Saudi. Di rumah sakit itu, ia didiagnosis paru-parunya dipenuhi air atau cairan.
Sebagai penderita diabetes lebih dari 30 tahun dan gagal jantung serta hipertensi, sejumlah organ tubuh bagian dalam Sri sudah tidak berjalan secara maksimal. Dalam beberapa hari sekali ia harus mengonsumsi obat-obatan untuk membantu mengeluarkan cairan di dalam tubuhnya melalui urine.
Namun, selama mengikuti umrah, diakui Sri, ia berhenti mengonsumsi obat-obatan itu supaya tidak mengganggu kelancaran perjalanan umrah. Sebab, jika mengonsumsi obat-obatan itu, ia harus bolak-balik ke toilet untuk buang air kecil. Jika mengenakan popok dewasa pun tetap harus ke toilet untuk membersihkan diri agar bisa menjalankan ibadah. Apalagi mengingat kemampuan fisik Sri untuk berjalan kaki sudah tidak lagi gesit.
Baca juga: Sakit Setelah Umrah, Satu Pasien di Yogyakarta Diisolasi
Perawatan intensif
Dokter jaga di unit gawat darurat RS Ajyad kemudian memutuskan agar Sri dirawat di unit pelayanan intensif (ICU). Tak pernah terbayangkan di benak Sri akan dirawat di ICU jauh dari Tanah Air. Belum lagi membayangkan biaya yang harus dibayarkan.
Sempat terlintas untuk menghentikan pengobatan dan nekat memilih kembali ke Tanah Air dengan kondisi saturasi yang rendah. Namun, seorang tenaga medis memberitahukan bahwa seluruh pelayanan medis di rumah sakit itu diberikan secara cuma-cuma bagi seluruh jemaah umrah.
Untuk mendapatkan pelayanan cuma-cuma itu, pihak rumah sakit kemudian meminta dokumen visa perjalanan yang dikantongi Sri. Tertera dalam dokumen itu disebutkan bahwa Sri dilengkapi visa umrah. Setelah dokumen perjalanan itu diregistrasi di bagian administrasi, perawatan kesehatan terhadap Sri pun dilanjutkan. Hal itu mulai dari pemberian obat-obatan, pemeriksaan laboratorium, hingga pemasangan kateter untuk urine.
Setelah menginap di ruang gawat darurat selama semalam, Sri kemudian dipindahkan ke ruang ICU yang masih berada satu lantai dengan ruang gawat darurat. Di ruang itu, Sri mendapatkan berbagai pengobatan untuk menjaga agar fungsi jantungnya tetap stabil, demikian pula pengobatan untuk menguras cairan yang menumpuk di dalam tubuhnya.
Untuk meningkatkan saturasi, seorang tenaga medis kemudian memasangkan sebuah alat ke hidung Sri. Dengan alat itu, saturasi Sri bisa dipacu kembali ke kondisi normal, berkisar 98-99 persen. Dengan catatan alat itu harus digunakan dengan benar, yakni hanya menghirup dan melepaskan oksigen dari alat itu lewat hidung, sementara mulut harus ditutup.
Memasuki hari kedua perawatan, beberapa bagian tubuh Sri yang sebelumnya membengkak akibat dipenuhi cairan mulai menyusut. Keriput pada kulit tangannya pun mulai tampak kembali. Entah berapa liter sudah cairan yang telah dikeluarkan dari tubuhnya.
Seorang tenaga medis, Aisyah, dengan tekun dan telaten merawat Sri. Tidak hanya memberikan obat-obatan, tetapi juga membersihkan kotoran air besar dan air kecilnya. Selama di ICU, perawatan kesehatan Sri sepenuhnya ditangani paramedis RS Ajyad. Pasien ICU di rumah sakit itu hanya bisa dikunjungi pada pukul 13.30-14.30 waktu setempat.
Baca juga: Tertipu Biaya Murah, 106 Calon Jemaah Umrah Batal Berangkat
Dengan kemampuan berbahasa Inggris yang terbatas, Sri mengaku sempat meminta tolong salah seorang dokter untuk membukakan botol minum. ”Saat itu saya hanya bilang, ’help.. help me’. Kemudian seorang dokter mendekat. Dan saya minta dia bukakan tutup botol minum air mineral, kemudian dia bukakan. Sangat baik pelayanannya,” ucapnya.
Berada jauh dari Tanah Air, dengan kondisi sakit, kadang membuat Sri diselimuti ketakutan. Apalagi anggota kelompok umrah lainnya sudah kembali ke Tanah Air. Tinggal ia dan satu anaknya yang ikut perjalanan umrah itu yang bertahan di Mekkah. Namun, ia kembali menyadari bahwa memaksakan kembali ke Tanah Air dengan kondisi saturasi sangat rendah bukanlah hal yang aman bagi nyawanya.
”Ada rasa takut karena jauh dari rumah. Tetapi, kalau dilihat lagi, semua petugas di rumah sakit ini menjalankan tugasnya dengan baik. Tenaga kebersihan selalu mengangkut sampah, dokter dan perawat juga menjalankan tugasnya sangat baik," ucapnya.
Memasuki hari ketiga, kondisi Sri kembali stabil. Kadar saturasinya berada di rentang 98-99 persen. Jantungnya pun berfungsi normal. Mohammed Farhan Ali, dokter yang bertugas di ruang ICU, menyatakan, Sri sudah pulih dan dapat keluar dari rumah sakit.
Setelah membuat laporan mengenai perawatan Sri, kemudian Farhan menyiapkan sejumlah obat-obatan yang harus dikonsumsi Sri untuk beberapa hari ke depan. Kurang dari satu jam, Farhan menyerahkan laporan penanganan kesehatan dan obat-obatan itu kepada Sri.
Ada rasa takut karena jauh dari rumah. Tetapi, kalau dilihat lagi, semua petugas di rumah sakit ini menjalankan tugasnya dengan baik. Tenaga kebersihan selalu mengangkut sampah, dokter dan perawat juga menjalankan tugasnya sangat baik.
Sri sempat menanyakan soal biaya pengobatannya. Farhan menyatakan, bahwa tidak ada biaya pengobatan. ”Tidak ada biaya. Gratis,” ujar Farhan.
Baca juga: Berjibaku Meliput Haji Saat Pandemi
Mariam, jemaah Indonesia lainnya yang menderita sakit perut, juga memperoleh perawatan maksimal di ruang gawat darurat RS Ajyad meskipun pada mulanya komunikasi Mariam dengan dokter sempat terkendala karena Mariam tidak bisa berbahasa inggris ataupun arab. Dokter yang menanganinya kemudian mencari salah satu pendamping pasien asal Indonesia yang bisa berbahasa inggris.
Dengan bantuan pendamping itu Mariam menyampaikan bahwa ia menderita sakit perut, mual, dan diare. Dokter kemudian menanyakan, makanan yang dikonsumsi sehari sebelum ia menderita sakit perut. Mariam mengaku mengonsumsi nasi dan ayam goreng.
Melihat kondisi Mariam yang belum membutuhkan perawatan intensif, ia pun diminta mengambil obat-obatan di farmasi. Dengan bantuan seorang perawat, ia diberitahukan bahwa farmasi masih berada di satu area rumah sakit dengan cara mengikuti garis kuning yang ada di lantai.
Di tengah pertokoan
Untuk menjangkau RS Ajyad tidaklah sulit karena masih berada tepat di sekitar area Masjidil Haram. Cari saja gedung toilet bertuliskan WC 3. Tepat di belakang gedung itu terdapat jalan menurun menuju lantai bawah tanah sebuah pusat perbelanjaan.
Di muka jalan itu juga terpasang plang bertuliskan Ajyad Hospital emergency. Setelah sampai di ujung jalan menurun, belok ke kiri dan dilanjutkan jalan lurus hingga menemui pintu utama Ajyad Hospital emergency yang diapit oleh deretan toko-toko kain dan juga oleh-oleh umrah dan haji.
Setidaknya ada tiga petugas keamanan berjaga di pintu depan itu. Mereka akan mengatur jemaah umrah dan warga yang datang berobat.
Bagi beberapa jemaah dengan kondisi kesehatan yang buruk, seperti Sri dan jemaah yang ditemukan lemas atau pingsan di Masjidil Haram, akan diprioritaskan masuk ruang perawatan unit gawat darurat. Selebihnya akan diminta mengantre dengan dipersilakan duduk pada deretan bangku yang disediakan di depan rumah sakit itu.
Baca juga : Pagi yang Gembira di Mina
Karena berada di tengah pusat perbelanjaan membuat ada kalanya pasien yang antre di rumah sakit itu berbaur dengan pengunjung yang tengah sibuk berbelanja. Bedanya, pasien yang antre itu akan diminta mengenakan masker yang disediakan rumah sakit. Masker akan diberikan oleh petugas keamanan yang berjaga.
Mengutip laman situs Kementerian Kesehatan Arab Saudi, disebutkan bahwa RS Ajyad dilengkapi 52 tempat tidur yang terdiri atas 32 tempat tidur untuk kasus darurat, 12 tempat tidur untuk perawatan intensif, dan 8 tempat tidur untuk perawatan intensif jantung. Dilengkapi pula dengan bagian radiologi yang didukung oleh peralatan canggih seperti CT Scan, perangkat ECHO, ultrasound, dan perangkat bergerak lainnya seperti alat rontgen.
Laboratorium rumah sakit ini juga dilengkapi peralatan mutakhir. Selain itu, rumah sakit ini juga didukung oleh penyediaan obat-obatan untuk penanganan darurat. Tak kalah pentingnya, pelayanan kesehatan di rumah sakit ini dijalankan oleh 52 dokter dan 149 perawat wanita dan pria, serta 31 teknisi khusus laboratorium, radiasi, dan farmasi.
Lewat RS Ajyad ini, Kemenkes Arab Saudi berkomitmen memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi para jemaah yang melakukan perjalanan ziarah di Mekkah. Agar bisa melayani jemaah setiap saat, RS Ajyad dibuka selama 24 jam setiap harinya.