Haji tahun 1443 Hijriah/2022 adalah haji pertama saat pandemi dengan partisipasi jemaah internasional. Ibadah haji tahun ini diwarnai tantangan cuaca panas yang ekstrem. Banyak jemaah, termasuk wartawan, yang tumbang.
Oleh
ILHAM KHOIRI
·6 menit baca
ISTIMEWA/ MUHAMMAD IQBAL
Wartawan Kompas, Ilham Khoiri, di sela-sela liputan haji di Jabal Rahmah, kawasan Arafah, Arab Saudi, Jumat (8/7/2022). Gunung ini diriwayatkan menjadi tempat pertemuan Adam dan Hawa setelah turun ke bumi. Banyak anggota jemaah berziarah dan berdoa di sini karena meyakini tempat ini mulia dan doa mudah dikabulkan (mustajabah).
”Semua berkas wartawan harus masuk 16 Mei 2022, sekalian ikut bimbingan teknis sepekan. Peserta menginap di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta.” Demikian pesan dari Kepala Bidang Media Center Haji (MCH) Kementerian Agama Moh Khoeron, di Jakarta, Jumat (13/5/2022) sore.
Mendapat tugas dadakan meliput haji siang itu, serta-merta saya memeriksa berkas. Untunglah, paspor masih ”hidup”. Di tangan sudah ada KTP, NPWP, riwayat hidup, serta surat tugas. Namun, beberapa berkas lain perlu diurus, seperti surat keterangan sehat hasil medical check up dari rumah sakit, keterangan bebas narkoba, vaksin lengkap Covid-19, vaksin meningitis, meterai, juga beberapa lembar foto dengan latar putih dan merah dalam ukuran tertentu.
Kelar urusan pendaftaran ulang dan berkas di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (16/5/2022), saya diberi koper besar, tas punggung, tas pinggang, baju seragam, rompi, dan topi. Sepekan mengikuti bimbingan teknis, kami disodori jadwal berangkat rombongan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja Mekkah.
Saat menatap seragam dengan tambahan nama dan bendera Merah Putih, juga gelang identitas jemaah haji Indonesia, saya mulai benar-benar merasa bakal berangkat ke Tanah Suci. Beberapa teman bilang, itulah yang namanya ”panggilan”. Jika sudah mendapat panggilan Tuhan ke Baitullah (rumah Tuhan), semua proses bakal lancar.
Seusai negatif tes Covid-19, kami terbang dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, Kamis (9/6/2022) sore. Sembilan jam penerbangan lancar, tiba di Bandara Internasional King Abdul Aziz di Jeddah, Arab Saudi, Kamis malam. Di bandara, kami berniat umrah, pakai kain ihram, lantas melanjutkan perjalanan darat dengan bus ke Mekkah.
Jumat (10/6/2022) pagi, kami menunaikan umrah dengan tawaf mengelilingi Kabah di Masjidil Haram, sai (berlari kecil antara Bukit Shafa dan Marwa), serta tahalul (potong rambut). Terharu lihat Kabah yang selama ini jadi kiblat shalat. Kami lantas rehat di penginapan di Kantor Urusan Haji (KUH) Indonesia Daerah Kerja (Daker) Mekkah di Syisyah.
Wartawan Kompas, Ilham Khoiri, saat liputan di perkemahan haji di Arafah, Arab Saudi, awal Juli 2022.
Cuaca ekstrem
Hari-hari berikutnya diisi liputan persiapan haji. Kami memantau hotel penginapan jemaah, bus shalawat antar-jemput ke Masjidil Haram, dan dapur katering untuk jemaah. Dipantau juga persiapan kemah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
Selama liputan, cuaca ekstrem menyengat. Maklum, haji tahun 2022 berlangsung pada musim panas dengan suhu siang hari sekitar 43 derajat celsius. Sesedikit mungkin kami berkegiatan di ruang terbuka, tanpa atap. Jika kepanasan, kami segera mendinginkan tubuh dan kepala dengan air semprotan yang kami bawa dari Jakarta.
Puncak haji berlangsung pada 8-13 Juli 2022. Sebanyak 899.353 anggota jemaah dari sejumlah negara menjalankan wukuf di Arafah pada Jumat (8/7/2022) yang terik. Jumlah ini lebih sedikit dari total kuota haji sebanyak 1 juta orang.
Meski dipasang penyejuk ruangan yang digerakkan mesin listrik, udara di dalam tenda masih sumuk. Sulit tidur, bahkan pada malam hari.
Ibadah haji tahun ini berlangsung di tengah tantangan kondisi cuaca. Meski dipasang penyejuk ruangan yang digerakkan mesin listrik, udara di dalam tenda masih sumuk. Sulit tidur, bahkan pada malam hari.
Sabtu (9/7/2022) dini hari, kami bergeser ke Muzdalifah untuk ambil kerikil. Di situ, ribuan anggota jemaah duduk atau rebahan menunggu angkutan ke Mina. Dengan bus, kami melaju ke Masjidil Haram untuk melaksanakan tawaf ifadah, sai, dan tahalul. Semua amalan itu dikerjakan dengan jalan kaki sehingga betis pegal-pegal.
Dari masjid, kami pulang ke penginapan dengan naik taksi. Jalan-jalan besar ditutup. Beruntung, kami memperoleh taksi dengan sopir yang terampil menemukan jalan tikus. Kami tiba di Syisyah dengan cepat. Namun, beberapa rombongan wartawan diturunkan taksi di tengah jalan sehingga harus kembali berjalan kaki beberapa kilometer sampai ke penginapan. Stamina pun terkuras.
Satu wartawan kelelahan. Dia kemudian dirawat di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Mekkah selama beberapa hari. Satu wartawan cedera jari kaki sehingga sulit jalan. Satu wartawan lagi kehilangan suara sehingga kesulitan siaran langsung.
Suasana senja di di Mina, Arab Saudi, menjelang maghrib, pertengahan Juli 2022. Mina menjadi salah satu tempat amalan haji, yaitu jamarat atau melempar kerikil ke tiga tugu simbol setan.
Tantangan berat
Tantangan paling berat terasa saat meliput jamarat di Mina. Di sini, jemaah melempari tiga tugu simbol setan dengan kerikil yang telah diambil dari Muzdalifah. Kami berjalan kaki sejauh 1,5 kilometer dari penginapan di kantor Daker Mekkah ke jamarat.
Dari situ, kami jalan kaki lagi 3 kilometer ke tenda Misi Haji Indonesia. Lepas dini hari, kami kembali ke penginapan sejauh 4,5 kilometer. Rute bolak-balik ini, dengan melewati beberapa terowongan, kami lakoni selama tiga hari, 10-12 Juli 2022.
Beberapa wartawan jatuh sakit. Beberapa lagi tidak kuat menunaikan jamarat sehingga terpaksa digantikan (badal). Hampir semua mengeluhkan kaki pegal. Kaki kami pijat atau olesi dengan salep pereda nyeri.
Kelelahan juga mendera jemaah haji. KKHI di Mina merawat banyak anggota jemaah yang kelelahan, dehidrasi, atau penyakit penyerta (komorbid)-nya kambuh. Sebagian sakitnya parah sehingga dilarikan ke rumah sakit Arab Saudi. Pada momen ini, angka kematian jemaah bertambah.
Dalam semua tahapan amalan haji itu, anggota MCH melakoni dua hal sekaligus: beribadah sekaligus meliput, mengambil foto atau video, wawancara, dan menulis laporan. Daker Mekkah menyediakan ruang khusus bagi wartawan untuk bekerja. Namun, demi mengejar tenggat (deadline), sering kali kami membuat laporan dan mengirim berita di tengah jalan.
Hingga Rabu (20/7/2022), semua anggota jemaah telah menuntaskan amalan haji. Sebagian berangsur pulang ke Tanah Air, sebagian bersiap bergeser ke Madinah untuk ziarah dan amalan sunah. Kami, para wartawan, terus meliput hingga semua jemaah pulang pada pertengahan Agustus 2022.
Sejauh ini, tidak ada laporan ledakan kasus Covid-19 di kalangan jemaah di Arab Saudi. Namun, sepulang haji, di beberapa bandara Tanah Air, sebanyak 14 anggota jemaah terdeteksi positif Covid-19. Kami di sini pun memperketat protokol kesehatan.
Suasana perkemahan haji di Mina, Arab Saudi, Minggu (10/7/2022) dini hari.
Cerita haru
Tak melulu berjibaku mengejar liputan, selama menjalani ibadah haji di Arab Saudi, para wartawan juga menemukan momen-monen yang mengharukan. Salah satunya, tentu saja pengalaman melihat langsung Kabah.
Artefak yang disebut sebagai Baitullah itu selama ini menjadi kiblat shalat umat Islam. Di mana pun lokasinya, shalat mengarah ke Kabah. Kata ”kiblat” juga masuk dalam rangkaian bacaan niat shalat.
Ketika kemudian berkesempatan mengunjungi Masjidil Haram di Mekkah, dan menatap langsung Kabah di hadapan mata, saya terharu. Tidak sampai menangis sesenggukan seperti dialami banyak anggota jemaah, tetapi saya merasakan ada kerinduan dalam hati yang tertunaikan.
Hati gembira saat berdekatan dengan benda kotak berselimut kain kiswah hitam dengan hiasan khat Arab warna emas itu. Rasanya ingin berlama-lama di situs itu dan tak ingin beranjak pergi. Bagai bertemu kekasih dan enggan meninggalkannya.
Bagai bertemu kekasih dan enggan meninggalkannya.
Secara visual, laju jemaah tawaf yang mengelilingi Kabah juga mengesankan. Apalagi, saat jemaah dalam kain ihram putih-putih memutari kotak Kabah yang hitam secara bersamaan. Semua itu membentuk pemandangan yang rancak. Mirip gerakan rotasi semesta yang terus diulang tanpa jeda.
Di Kabah pula, manusia dari banyak negara berkumpul untuk beribadah bersama. Perbedaan postur, wajah, kulit, rambut, atau bahasa di antara jemaah tidak membuat mereka canggung. Semua berbaur dan menyatu dalam gerakan ritmis tawaf. Ketika mengenakan dua kain ihram putih-putih, semua terasa setara. Tak ada lagi perbedaan perlakuan karena jabatan, harta, atau kekuasaan.
Sering tak ada komunikasi langsung antar-anggota jemaah karena kendala perbedaan bahasa. Namun, tatapan mata jemaah selalu ramah. Saat berpapasan, kami sering mendengar sapaan berbagi doa keselamatan, ”Salam... salam.”