Pemerintah Menjaring Aspirasi Publik dalam Pembahasan RUU Kesehatan
Pemerintah membuka ruang bagi publik untuk menyampaikan aspirasi dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Kesehatan. Aspirasi ini bisa disampaikan secara daring.
Oleh
Stephanus Aranditio
·5 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat menyampaikan paparannya pada rapat kerja dengan Komisi IX di Ruang Rapat Komisi IX DPR, Jakarta, Selasa (24/1/2023). Menkes memaparkan evaluasi program kerja prioritas nasional dan prioritas bidang Kementerian Kesehatan tahun 2022. Budi juga menjelaskan sikap pemerintah terhadap RUU Kesehatan.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan memulai pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan seusai diserahkan bersama dengan kementerian dan lembaga terkait serta melibatkan partisipasi publik yang diwakili sejumlah organisasi masyarakat, akademisi, dan media. Sejumlah pasal dari total 478 pasal dalam RUU inisiatif DPR ini dibedah untuk menampung aspirasi dari semua pihak.
Selain dari peserta yang diundang pemerintah dalam forum resmi, Kemenkes juga membuka ruang bagi masyarakat umum untuk menyampaikan aspirasi terhadap penyusunan RUU Kesehatan ini. Aspirasi bisa disampaikan secara daring melalui laman partisipasisehat.kemkes.go.id.
”Masyarakat sebagai pihak yang mendapatkan layanan kesehatan memiliki hak yang sama untuk didengarkan pendapatnya, dipertimbangkan pendapatnya, dan mendapatkan jawaban atas pendapatnya,” kata juru bicara Kemenkes, Muhammad Syahril, dalam keterangan pers, di Jakarta, Senin (13/3/2023).
Pemerintah dan DPR berharap RUU Kesehatan dengan metode omnibus law ini mampu mengatasi masalah seperti kurangnya dokter umum dan dokter spesialis, pemerataan tenaga kesehatan yang masih sulit, gizi buruk, serta layanan kesehatan yang tidak sesuai.
Masyarakat sebagai pihak yang mendapatkan layanan kesehatan memiliki hak yang sama untuk didengarkan pendapatnya, dipertimbangkan pendapatnya, dan mendapatkan jawaban atas pendapatnya.
Secara paralel, Kemenkes juga menyelenggarakan berbagai kegiatan partisipasi publik secara luring dan daring di mana jadwal kegiatan tercantum dalam laman tersebut. Kegiatan partisipasi publik akan dilakukan dengan institusi pemerintah, lembaga, organisasi profesi, masyarakat, keagamaan, nonpemerintah, dan organisasi lainnya.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Para staf Kementerian Kesehatan yang turut hadir dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja dengan Komisi IX di Ruang Rapat Komisi IX DPR, Jakarta, Selasa (24/1/2023).
RUU Kesehatan nantinya menjadi landasan bagi reformasi sektor kesehatan agar layanan kesehatan dapat diakses masyarakat dengan lebih mudah, murah, dan akurat. ”Melalui RUU ini, diharapkan kewajiban pemerintah untuk memberikan layanan kesehatan berkualitas dan merata kepada masyarakat Indonesia akan sejalan dengan kewenangan yang dimiliki. Tujuannya untuk memperbaiki akses layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia,” kata Syahril.
Proses penampungan daftar isian masalah ini dilakukan secara dalam jaringan dan luar jaringan di Hotel Grand Mercure, Jakarta, mulai Senin (13/3/2023) hingga dua pekan ke depan. Forum pertama dipimpin oleh Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Maria Endang Sumiwi.
Forum pertama dimulai dengan membedah dari Bab IV tentang Penyelenggaraan Kesehatan, Bab V tentang Upaya Kesehatan, dan Bab VI tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Satu per satu perwakilan kementerian dan lembaga menyampaikan pandangannya terhadap draf RUU Kesehatan yang resmi disampaikan DPR kepada pemerintah.
”RUU ini mandat dari Pak Presiden untuk melakukan transformasi sistem kesehatan karena kemarin kita melihat dan mengalami bersama saat pandemi itu cukup kelabakan sistem kesehatan kita. Tidak hanya untuk mengatasi pandemi, tetapi juga untuk mempertahankan layanan dasar untuk menjaga status kesehatan masyarakat,” kata Maria.
IVAN DWI KURNIA PUTRA
Tenaga kesehatan memasang spanduk aksi di mobil komando saat aksi demo tolak RUU Kesehatan di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (28/11/2022).
Kelompok rentan
Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Harry Hikmat berharap RUU Kesehatan ini bisa memberikan dampak yang lebih bagi masyarakat miskin dan rentan. Dia menyebut banyak masyarakat kurang mampu yang tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan karena tidak ditanggung negara melalui keanggotaan BPJS Kesehatan.
Selain itu, RUU Kesehatan ini juga diharapkan mampu memperbesar peran negara untuk menjamin kesehatan pada kelompok disabilitas. Kementerian Sosial, kata Harry, sudah mengusulkan hal ini sejak lama, tetapi belum ada tindak lanjut dari Kemenkes hingga pembahasan RUU Kesehatan ini.
”Kami mengusulkan kiranya dicermati kembali pasal-pasal yang memastikan keberpihakan kepada orang-orang yang sangat miskin. Bisa tidak di undang-undang ini tidak ada batasan bagi orang yang sangat miskin, apa pun kondisinya kenapa negara ini tidak coba bantu, akhirnya lembaga filantropi yang memberikan bantuan, kenapa bukan Kemenkes,” kata Harry.
Harry juga menyoroti Pasal 42 Ayat 2b dalam draft RUU Kesehatan yang menyebut aborsi bayi diperbolehkan pada kasus kehamilan akibat pemerkosaan meskipun pasal ini sudah ada dalam UU Kesehatan sebelumnya. Padahal, dalam UU Kitab Undang-undang Hukum Pidana Nomor 1 Tahun 2023, pasal terkait pengecualian aborsi karena pemerkosaan sudah tidak ada.
”Jadi kalau di KUHP tidak ada, di undang-undang sebelumnya ada, dan RUU ini akan dicabut, berarti saatnya untuk melakukan reformasi pada undang-undang lama yang tidak sudah relevan,” ujarnya.
Brigadir Jenderal (Pol) Andi Fairan sebagai Direktur Hukum Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama Badan Narkotika Nasional mengusulkan RUU Kesehatan ini juga mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang direhabilitasi dari kecanduan narkoba. Prevalensi pengguna narkoba per tahun 2021 di Indonesia diperkirakan mencapai 3,6 juta orang, sedangkan kemampuan pemerintah menjangkau para pengguna narkoba hanya 22.000 orang.
” RUU Kesehatan ini perlu membicarakan kembali pelaksanaan rehabilitasi karena rehabilitasi pengguna narkoba ini sudah tidak lagi ditanggung oleh BPJS. Di daerah-daerah, pelaksanaan rehabilitasi itu berbayar,” kata Andi.
Asisten Keasistenan Utama VI Ombudsman RI Belinda Wastitiana Dewanty menyoroti pentingnya pembahasan sejumlah masalah dalam RUU Kesehatan ini, mulai dari pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, optimalisasi pencegahan dan penanggulangan, uji mutu kualitas fasilitas kesehatan, pengelolaan pengaduan sebagai pelayanan publik, dan standar layanan publik.
Sementara perwakilan dari Kementerian Ketenagakerjaan meminta RUU Kesehatan ini agar disinkronisasikan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan. Kemudian, perwakilan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi meminta agar RUU Kesehatan berdampak langsung pada pemerataan kualitas dan fasilitas kesehatan di daerah terpencil, terdepan, dan tertinggal.
DPR resmi mengirimkan draf RUU Kesehatan kepada pemerintah minggu lalu untuk dibahas bersama setelah RUU tersebut disahkan sebagai inisiatif DPR pada sidang paripurna bulan Februari lalu. Tahapan tersebut memulai proses partisipasi publik di mana pemerintah dan DPR akan menghimpun masukan dan aspirasi dari masyarakat seluas-luasnya melalui berbagai forum.
Dari sisi pemerintah, Presiden menunjuk Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebagai koordinator wakil pemerintah untuk membahas RUU ini bersama DPR. Menteri lain yang ditunjuk termasuk Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Ketua Komisi IX Felly Estelita Runtuwene saat memimpin rapat kerja dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di ruang rapat Komisi IX DPR, Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Selanjutnya, Menteri Kesehatan akan mengoordinasikan penyusunan daftar isian masukanRUU bersama Menteri lain yang ditunjuk dan kementerian/lembaga terkait, antara lain Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana.