Jerit Tangis PRT kepada Wakil Rakyat
Tak kenal lelah, Itulah yang dilakukan PRT selama hampir 19 tahun. Hingga kini mereka terus berjuang mendorong DPR agar segera membahas dan menetapkan RUU PPRT sebagai UU PPRT yang mengakui profesi PRT.
Hampir dua bulan, Siti Khotimah (23) dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Polri, Kramatjati, Jakarta. Kesehatannya mulai pulih. Luka fisik di tubuh pekerja rumah tangga asal Pemalang, Jawa Tengah, terutama luka di bagian kakinya yang sempat membusuk, mulai membaik. Ia menjalani perawatan pasca-penyiksaan dari majikannya.
Dalam waktu dekat, kemungkinan Khotimah bisa menjalani perawatan lanjutan di rumah sakit daerah di Pemalang. Dia pun berharap luka-lukanya akan sembuh cepat sehingga bisa kembali berkumpul dengan ayah ibunya serta beraktivitas kembali.
Namun, trauma akibat berbagai penyiksaan saat bekerja pada majikan yang tinggal di sebuah apartemen di Jakarta Selatan masih belum hilang. Dia tidak ingin lagi menjadi pekerja rumah tangga (PRT).
Baca juga : ART Disiksa Majikan di Jakarta Selatan
”Kalau bisa saya ingin melanjutkan sekolah, ikut Kejar Paket C, supaya bisa dapat pekerjaan yang lebih baik. Kalau jadi PRT saya enggak mau, masih trauma, kaki saya masih kayak gini,” ujar Khotimah saat dihubungi Kompas, Selasa (14/2/2023).
Demi mencari nafkah bagi keluarganya, pada Mei 2022 lalu, Khotimah menjadi PRT di salah satu keluarga yang tinggal di Apartemen Simprug, dengan tawaran gaji Rp 2 juta per bulan. Awalnya majikannya baik, tetapi belakangan dia mengalami perlakuan tidak manusiawi saat dituduh mengambil makanan dan pakaian majikannya.
Selama berbulan-bulan dia mengalami berbagai penyiksaan baik dari majikan maupun teman PRT. Disiram dengan air panas, lalu disundut dengan puntung rokok, ditendang, dipukul beramai-ramai. Dia pun mengalami luka bakar di kaki dan tangan. Setiap melakukan kesalahan atau ada kesalahpahaman, dia dirantai, ditendang, dipukul, bahkan disekap di kandang anjing.
Pada 5 Desember 2022, Khotimah dibawa keluar dari rumah majikannya dan diantar ke rumahnya pada 7 Desember 2022 dalam kondisi sakit dan luka di kakinya membusuk. Keluarganya melaporkan kasus yang dialami Khotimah. Ia lalu dirawat ke RS di Pemalang dan dirujuk ke RS Bhayangkara Polri, Jakarta. Majikannya kini diproses hukum.
Semoga UU PPRT segera disahkan, semoga enggak ada lagi korban-korban seperti Rizki lagi.
”Saya hanya berharap kami para PRT mendapat perlindungan, dimanusiakan, supaya enggak ada lagi korban-korban seperti saya. Mungkin banyak PRT sudah jadi korban seperti saya, tapi suaranya enggak terdengar,” ujar Khotimah yang juga berharap proses hukum atas kasusnya berjalan transparan dan adil.
Menyambut Hari PRT Nasional pada tanggal 15 Februari 2023, Khotimah hanya bisa berharap teman-temannya tetap bersemangat dan terus memperjuangkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) agar segera disahkan menjadi undang-undang.
”Teman-teman semangat, ya. Syukur-syukur, karena ada hari ulang tahun PRT, semoga saja RUU PPRT disahkan oleh DPR,” ujar Khotimah. Ia berharap jeritan PRT selama ini akan menggugah hati para wakil rakyat di Senayan, kemudian UU PPRT segera dibahas dan disahkan.
Harapan segera disahkan UU PPRT juga disampaikan Rizki Nur Azkia (18), PRT yang juga menjadi korban kekerasan dari majikan. Rizki pernah disiram air cabai di mata serta dipukul kaki dan pahanya memakai raket dan botol minuman oleh majikan di Jakarta. Ia pernah ditelanjangi dan direkam dalam video, kemudian videonya disebar melalui media sosial.
Baca juga : Pemerintah Siap Bahas RUU Perlindungan PRT Bersama DPR
”Semoga UU PPRT segera disahkan, semoga enggak ada lagi korban-korban seperti Rizki lagi,” ujar Rizki dengan suara bergetar, Selasa petang.
Jerit tangis dan harapan Khotimah dan Rizki mewakili suara para PRT yang selama ini menjadi korban kekerasan dan diskriminasi dari para majikan. Hingga kini, menurut Koordinator Jala PRT Lita Anggraini, ada lebih dari 600 kasus kekerasan yang menimpa para PRT yang diterima Jala PRT.
Lita berharap kasus-kasus kekerasan terhadap PRT yang terungkap membuka mata anggota DPR dan seharusnya semakin mendorong DPR untuk segera mewujudkan lahirnya UU PPRT. Semakin menunda pengesahan UU PPRT akan semakin menambah panjang daftar PRT yang menjadi korban kekerasan dari majikan.
”Apakah karena PRT sehingga DPR tidak menganggap penting UU PPRT? Sebegitukah DPR memandang PRT sehingga RUU yang sudah hampir 19 tahun tidak dianggap mendesak untuk disahkan,” ujar Lita.
Apakah karena PRT sehingga DPR tidak menganggap penting UU PPRT? Sebegitukah DPR memandang PRT sehingga RUU yang sudah hampir 19 tahun tidak dianggap mendesak untuk disahkan.
Ia menyatakan kekecewaannya setelah mengetahui, Rapat Paripurna DPR pada Selasa kemarin tidak mengagendakan penetapan RUU PPRT sebagai RUU inisiatif DPR.
Kendati demikian, Lita menegaskan, hal tersebut tidak mengurungkan niat para PRT dan Koalisi Sipil UU PPRT untuk memperingati Hari PRT Nasional dengan menggelar aksi puasa yang akan diikuti para PRT dari Jakarta dan sejumlah daerah sebagai bentuk keprihatinan dan solidaritas terhadap PRT yang menjadi korban kekerasan dan perbudakan.
”Kami menyesalkan dan prihatin, proses RUU PPRT mendesak untuk disahkan, namun DPR terus menunda dan menunda. Ini membuat posisi empat hingga lima juta PRT yang mayoritas perempuan, warga miskin, dan penopang perekonomian nasional terus-menerus ditinggalkan, dipinggirkan,” tutur Lita.
Pada Hari PRT Nasional kali ini, para PRT akan menggelar serbet raksasa yang dijahit dari serbet-serbet yang dikumpulkan PRT. Aksi tersebut akan dilakukan di kawasan kantor DPR.
Baca juga : Mengapa Perlu UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga?
Ketua Panitia Kerja RUU PPRT Badan Legislasi DPR Willy Aditya menyatakan, proses RUU PPRT tinggal menunggu Rapat Paripurna DPR yang menetapkan RUU PPRT sebagai RUU inisiatif DPR.
”Tentu kita harapkan sesegera mungkin Ketua DPR untuk memaripurnakan RUU PPRT karena hasil Bamus kemarin, pimpinan lain mengatakan itu tertahan di meja Ketua DPR. Ini sudah dua tahun lebih drafnya diplenokan Baleg,” ujar Willy.
Pembahasan RUU PPRT menjadi penting karena UU PPRT nantinya akan memberikan kepastian hukum kepada PRT dan pemberi kerja, terutama PRT yang hingga kini masih mengalami perbudakan modern. ”Di Hari PRT Nasional, kami berharap bagaimana memanusiakan manusia jadi tugas negara kita,” tambahnya.
Komnas Perempuan
Dukungan atas RUU PPRT juga disampaikan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Menyambut Hari PRT Nasional 2023, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mendorong DPR mempercepat pembahasan RUU PPRT dan mengesahkannya menjadi UU.
Bagi Komnas Perempuan, RUU PPRT merupakan RUU yang bukan hanya lama proses legislasinya, hampir 19 tahun, tetapi juga negosiasi atas pasal-pasal di dalamnya paling rendah. Ia memberi contoh, untuk upah, dalam RUU tersebut dinyatakan jumlahnya diserahkan pada kesepakatan PRT dan pemberi kerja.
”Saat ini komitmen DPR untuk melindungi kelompok masyarakat yang rentan diuji agar segera membahas RUU PPRT. Sebab, yang paling dirugikan atas ketiadaan UU PPRT adalah perempuan miskin, yang sebagian besar dari desa, yang menjadi tulang punggung keluarga, perempuan kepala keluarga, dan orangtua tunggal,” kata Andy didampingi komisioner Veryanto Sitohang dan Tiasri Wiandani.
Dari catatan Komnas Perempuan selama ini, yang paling banyak bekerja sebagai PRT adalah perempuan yang memiliki kerentanan untuk menjadi korban diskriminasi dan kekerasan. Catatan Tahunan Komnas Perempuan periode 2005-2022 mengidentifikasikan adanya 2.344 kasus kekerasan terhadap PRT yang dilaporkan oleh lembaga layanan mitra Komnas Perempuan.
Sementara itu, Komnas Perempuan menerima pengaduan langsung sebanyak 29 kasus PRT pada periode 2017–2022 dengan bentuk kekerasan beragam, seperti kekerasan fisik hingga gaji yang tidak dibayarkan.
Pemerintah pun siap mendukung pembahasan RUU PPRT. Menindaklanjuti perintah Presiden Joko Widodo pada 18 Januari 2023 lalu soal percepatan RUU PPRT menjadi UU, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, pemerintah menunggu panggilan dari DPR dan sudah menyiapkan segala perangkat yang diperlukan untuk membahas RUU PPRT.
Lihat juga : Aksi Pawai Dorong Percepatan Pengesahan RUU PPRT
”Karena dari sudut prosedural dan pengambilan inisiatif, RUU ini merupakan inisiatif DPR, maka pemerintah sekarang ini menunggu untuk diajak, dipanggil, membahas RUU itu secepatnya,” ujar Mahfud saat hadir pada Pawai HAM Mendukung Percepatan Pengesahan UU PPRT yang digelar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Minggu (12/2/2023) pagi, di kawasan bebas kendaraan bermotor di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.
Bahkan, Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani pun berharap RUU PPRT menjadi ikhtiar bersama anak bangsa. Sebab, UU PRT akan mengangkat kelas Indonesia sebagai bangsa yang menaruh penghargaan dan penghormatan terhadap perempuan-perempuan yang selama ini bekerja sebagai PRT.
Selamat Hari PRT Nasional 2023.