Di tengah tren upaya pembersihan dan pengurangan barang di rumah, ada sejumlah orang yang kesulitan melakukannya. Mereka bertahan untuk menyimpan dan menimbun begitu banyak barang maupun objek meski tempat tinggal penuh.
Oleh
AGUSTINE DWIPUTRI
·4 menit baca
Individu yang melakukan penimbunan parah menumpuk banyak barang, terus-menerus menolak untuk membuang berbagai barangnya, bahkan yang tidak berharga, seperti surat tak terpakai, koran bekas, dan material yang dianggap kebanyakan orang sebagai sampah. Penimbun juga menyimpan barang-barang pribadi yang tidak lagi mereka gunakan, baik karena mereka merasa terikat secara emosional dengan barang-barang tersebut atau karena mereka yakin akan membutuhkannya di masa depan (dalam https://www.psychologytoday.com/us/conditions/hoarding-disorder, diakses 5 Januari 2023).
Akumulasi kekusutan, kurangnya ketertiban dan kebersihan dapat menyebabkan risiko kesehatan dan keselamatan di dalam rumah, namun membuang barang dapat menyebabkan penimbun merasa sangat tertekan. Akibatnya, barang-barang di dalam rumah berantakan hingga ruangan dan furnitur tidak bisa lagi digunakan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat menyebabkan kondisi tidak aman dan tidak sehat (termasuk bahaya kebakaran dan tersandung). Dengan demikian, gangguan penimbunan dapat menimbulkan masalah sosial, profesional, dan fungsional yang tidak hanya memengaruhi individu tetapi juga orang-orang di sekitarnya.
Sylvia R. Karasu (2023), seorang psikiater dari Weill Cornell Medical College, mengatakan, perilaku menimbun telah dijelaskan selama berabad-abad dalam literatur, namun baru sejak tahun 2013 perilaku ini disebut sebagai gangguan kejiwaan. Awalnya dianggap sebagai manifestasi gangguan obsesif-kompulsif, kemudian menjadi diagnosis yang terpisah secara klinis, meskipun di dalam spektrum gangguan obsesif-kompulsif dan masuk ke dalam Manual Diagnostik dan Statistik dari Gangguan Mental, Edisi Kelima (DSM-5, 2013).
Perilaku menimbun ini tidak berkaitan dengan kemalasan, karena orang yang menimbun mengalami kecemasan dan stres berat atas kebiasaan dan kecenderungan mereka. Bahkan ketika benda-benda ini tidak memiliki nilai atau dianggap sampah oleh orang lain, para penimbun berjuang untuk tidak membuangnya.
Menimbun juga tidak sama dengan mengoleksi/mengumpulkan. Seorang kolektor mencari barang-barang tertentu, seperti model mobil atau perangko, dan mungkin mengatur atau memajangnya. Orang dengan gangguan menimbun sering menyimpan barang secara acak dan sembarangan. Dalam kebanyakan kasus, penimbun menyimpan barang-barang yang mereka rasa mungkin mereka butuhkan di masa depan, berharga, atau memiliki nilai sentimental, mereka seperti merasa lebih aman dikelilingi oleh hal-hal yang mereka simpan.
Michelle Polizzi (2021), seorang penulis lepas dan instruktur yoga yang membuat konten kesehatan dan kebugaran berbasis penelitian, mengatakan bahwa beberapa orang dengan gangguan penimbunan akan menumpuk berbagai macam barang, sementara yang lain mungkin hanya menimbun jenis barang tertentu.
Barang-barang yang sering ditimbun antara lain: koran dan majalah, buku, pakaian, selebaran dan surat, tagihan dan kuitansi, bekas tempat makan termasuk kantong plastik dan kardus, maupun perlengkapan rumah tangga. Selain itu, termasuk pula penyimpanan barang-barang yang tidak berguna lagi, seperti sampah, makanan kadaluwarsa dan pakaian yang tidak dapat dipakai. Ini adalah jenis penimbunan yang paling umum.
Perilaku menimbun telah dijelaskan selama berabad-abad dalam literatur, namun baru sejak tahun 2013 perilaku ini disebut sebagai gangguan kejiwaan.
Selain itu ada juga penimbunan hewan, yang ditandai dengan pengumpulan hewan peliharaan Seperti kucing, anjing, kelinci. Orang yang menimbun hewan peliharaan mengalami kesulitan menjaga kesehatan hewannya dan tidak dapat membersihkannya dengan baik.
Michelle Polizzi (2021) menjelaskan, pada beberapa kasus, penimbunan dikaitkan dengan pengabaian diri. Orang lebih cenderung mengalami gangguan penimbunan jika mereka memiliki masa kanak-kanak yang kurang beruntung, baik dengan kekurangan materi atau hubungan yang buruk dengan anggota keluarga lainnya. Beberapa dibesarkan di rumah yang berantakan dan tidak pernah belajar memprioritaskan dan menyortir barang. Mereka dapat juga memiliki riwayat keluarga penimbun dan memiliki dasar genetik yang signifikan. Para peneliti juga menemukan bahwa penimbun acapkali hidup sendiri dan belum menikah.
Penanganan
Seseorang tidak dapat dipaksa untuk membuang tumpukan barang miliknya. Dia juga tidak akan menerima bantuan untuk membuang barang-barang yang ditimbunnya. Dia mungkin merasa batas-batasnya sedang dilanggar dan bahwa dia memiliki hak untuk hidup sesuka hatinya. Biasanya bukan ide yang baik untuk mendapatkan ruang penyimpanan ekstra atau memanggil seseorang hanya untuk membersihkan sampah. Hal ini tidak akan menyelesaikan akar masalahnya dan mungkin malah memperburuk keadaan.
Seseorang yang menimbun mungkin tidak berpikir membutuhkan bantuan. Jika Anda mencurigai seseorang yang dikenal memiliki gangguan penimbunan, yakinkan dia bahwa tidak ada yang akan masuk ke rumahnya dan membuang semuanya. Anda dapat mengobrol dengan dokter/psikolog tentang penimbunan mereka untuk melihat apa yang dapat dilakukan dan dukungan apa yang tersedia untuk memberdayakan mereka dalam merapikan barang.
Para ilmuwan terus mempelajari penanganan terbaik untuk gangguan penimbunan. Berikut beberapa keberhasilan yang dapat dicapai untuk digunakan para profesional dalam membantu mereka:
Terapi kelompok. Kelompok pendukung tatap muka yang sangat terstruktur dapat memberinya lingkungan komunitas dan motivasi yang mereka butuhkan untuk mengenali dan mengubah kebiasaan menimbun mereka. Kelompok membantu melatih pengambilan keputusan dan mengorganisasi masalah.
Terapi perilaku kognitif (CBT). Terapi ini melibatkan pengidentifikasian dan pengubahan pola pikir serta perilaku negatif seseorang. Ini bisa membantu perilaku menimbun dengan memperbaiki kondisi mendasar yang berkontribusi pada pengumpulan obsesif, seperti kecemasan dan depresi.
Mari peduli pada para penimbun agar mereka mau berubah.