Hidrogen hijau dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi masif yang ramah lingkungan. Pemerintah perlu menaruh perhatian untuk mengembangkannya.
Oleh
RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jika dikembangkan dengan baik, pemakaian sumber energi hidrogen di Indonesia dapat tumbuh secara signifikan. Hal ini memerlukan pengembangan infrakstruktur serta persiapan ekosistem ekonomi yang memadai untuk pemanfaatan energi hidrogen. Salah satu solusinya dengan mengembangkan hidrogen hijau.
Profesor riset bidang teknologi proses elektrokimia Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eniya Listiani Dewi mengatakan, diprediksi pada 2030, pemanfaatan hidrogen akan tumbuh seiringan dengan pemanfaatan energi surya. Diproyeksikan pada 2060, pemanfaatan hidrogen akan mencapai 83 gigawatt dengan penggunaan terbesar di bidang transportasi, industri, dan pembangkit listrik.
”Tahun 2050, transportasi bertenaga hidrogen akan ada cukup banyak. Sementara kendaraan listrik di Indonesia masih baru dikenalkan. Seharusnya jika jumlah kendaraan listrik sudah mencapai 10 juta lebih, pemerintah harus mulai mengenalkan transportasi bertenaga hidrogen,” ujar Eniya dalam kuliah umum bertajuk ”Akselerasi Transisi Energi Berkeadilan & Potensi Hidrogen Hijau di Indonesia" di The Habibie Center, Jakarta Selatan, pada Selasa (25/10/2022).
Menurut Eniya, pemerintah perlu memastikan pengembangan energi hidrogen mulai dari pembuatan peta jalan yang jelas menuju target emisi nol bersih 2060. Peta jalan pengembangan energi hidrogen dapat dimulai dari pemanfaatannya di bidang transportasi dan industri.
Perlu juga untuk memetakan sumber dari energi hidrogen tersebut, cara produksinya, serta pendistribusiannya. Dalam hal ini, penyimpanan energi, jenis transportasi angkutan, dan tempat produksi harus diskenariokan dengan matang.
Eniya menjelaskan, hidrogen dapat diproduksi dari beberapa bahan dasar seperti gas alam, batubara, biomassa, dan air. Menurut dia, hidrogan yang diproduksi dari air adalah jenis energi hidrogen yang paling ramah lingkungan karena menggunakan bahan dasar yang berlimpah dan bisa diperbarui. Hidrogen jenis ini adalah hidrogen hijau, sebuah hidrogen yang diproduksi melalui proses elektrolisis air dengan energi listrik yang bersumber dari pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Akselerasi transisi energi gencar diupayakan Pemerintah Indonesia semenjak tahun lalu. Eniya menjelaskan, semenjak Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) pada 2021 atau dikenal sebagai COP26, seluruh anggota (parties) mulai berbicara mengenai hidrogen dan amonia. Di situ muncul pemahaman bahwa pemanfaatan hidrogen yang dahulu hanya dikenal sebagai bahan baku industri, kini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi baru dan terbarukan.
Indonesia pun mengambil kesempatan untuk mengusung hidrogen sebagai energi baru dalam rangka mencapai tujuan net zero emission atau emisi nol bersih, suatu kondisi di mana jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap oleh Bumi. Kondisi sebaliknya dapat memperparah pemanasan global dan menyebabkan perubahan iklim.
Beberapa rencana yang diusung lainnya, antara lain, yaitu platform finansial untuk memastikan inovasi, mengimplementasi harga pasar, menetapkan pajak, dan ekosistem karbon. Selain itu, ada juga pengembangan kendaraan listrik, bahan bakar nabati, serta program energi surya.
Indonesia masih berupaya mengejar target bauran energi baru dan terbarukan melalui kebijakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang disusun oleh Kementerian Keuangan bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2021. Target tersebut menetapkan komitmen Indonesia untuk mencapai bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen serta menetapkan batas penggunaan energi fosil sebesar 77 persen pada 2025.
Capaian bauran energi baru dan terbarukan Indonesia masih sangat jauh dari target yang ditetapkan. Padahal, hampir semua daerah di Indonesia memiliki potensi terbarukan yang masih bisa dimaksimalkan.
Menurut Peneliti ASEAN Studies Program The Habibie Center Herawati, capaian bauran energi baru dan terbarukan Indonesia masih sangat jauh dari target yang ditetapkan. Padahal, hampir semua daerah di Indonesia memiliki potensi terbarukan yang masih bisa dimaksimalkan. Menurut peta potensi energi baru dan terbarukan yang disusun oleh ESDM, Indonesia memiliki beberapa potensi energi baru dan terbarukan seperti energi dari angin, energi dari surya, energi dari sampah, PLTS terapung, dan hidro bendungan.
Herawati mengatakan, potensi pasar dari hidrogen khususnya jenis hidrogen hijau mencapai 1.895 kiloton per tahun. Untuk mendorong ini, pemerintah telah menyusun berbagai kebijakan untuk mendorong pemanfaatan energi baru dan terbarukan seperti Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik serta Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan. Selain itu, pemerintah telah mengembangkan PLTS dan memperbanyak penyediaan smart grid serta meningkatkan pembiayaan untuk pengembangan energi bersih.
Sebelumnya pada 22 Februari 2022, melalui siaran pers, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan hidrogen merupakan salah satu kontributor transisi energi yang memiliki peranan penting dalam dekarbonisasi. Ia mengakui ada beberapa tantangan untuk pengembangan energi hidrogen, seperti upaya pemerintah membuat hidrogen menarik secara bisnis dan finansial, serta bagaimana pengembangannya dapat bermanfaat untuk masyarakat. ”Kami akan terus mengikuti tren teknologi hidrogen dan membuka peluang untuk berkolaborasi dalam implementasi hidrogen,” ujarnya.