Kekuatan Teknologi Digital yang Membawa Perubahan Belajar
Transformasi pendidikan global mendorong pemanfaatan pendidikan digital untuk memastikan layanan pendidikan berkualitas. Namun, harus dipastikan adanya dukungan pada konten, kapasitas, dan konektivitas.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS)
Ramadhana, siswa SDS Tiara School, mengikuti pembelajaran jarak jauh secara daring di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Selasa (10/8/2021).
Digitalisasi pendidikan kini makin masif diterapkan di banyak negara karena dinilai mampu meningkatkan kinerja pendidikan berkualitas dan inklusif. Presidensi G20 bidang pendidikan yang dipimpin Indonesia juga membawa semangat transformasi pendidikan dengan memanfaatkan kekuatan teknologi digital guna memulihkan krisis belajar atau learning loss dan mendukung pembelajaran sepanjang hayat demi masa depan lebih baik.
Dalam Kelompok Kerja Pendidikan G20 atau Education Working Group (EdWG) yang dipimpin Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Indonesia mengajak dunia bergotong royong menata kembali sistem pendidikan. Selain memanfaatkan teknologi digital untuk pemulihan pendidikan, dibahas pula soal pendidikan berkualitas bagi semua, solidaritas dan kemitraan, serta masa depan dunia kerja setelah pandemi Covid-19.
Kesempatan Indonesia menjadi tuan rumah G20 juga mengantarkan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim berbicara dalam diskusi panel pada Sabtu (17/9/2022). Diskusi itu merupakan rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi mengenai Transforming Education Summit yangdilaksanakan Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat. Nadiem berbicara mengenai teknologi dalam pendidikan.
”Penggunaan teknologi dalam pendidikan bukan pilihan bagi Indonesia karena beragamnya sekolah, demografi, hingga pemangku kepentingan. Namun, teknologi dalam pendidikan sudah menjadi keniscayaan,” kata Nadiem.
Aksi global untuk pendidikan digital harus memastikan tiga hal, yakni konten (materi belajar yang berkualitas dan terbuka), kapasitas (kemampuan mengunakan teknologi digital), dan konektivitas (infrastruktur jaringan). Indonesia masih menghadapi tantangan untuk memenuhi tiga hal dasar ini dalam mengoptimalkan pendidikan digital guna meningkatkan capaian pendidikan bermutu dan inklusif.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Maria Ulfa (31), guru honorer di SD Negeri 72 Banda Aceh, Aceh, mengajar siswanya. Maria menjadi guru honorer sejak 2018.
Belajar mandiri
Kekuatan teknologi digital dalam pendidikan semakin disadari urgensinya saat penutupan sekolah secara massal terjadi secara global akibat pandemi Covid-19. Meski infrastruktur dan kompetensi para pendidik menghadirkan belajar jarak jauh dengan ilmu pedagogi digital terbatas, nyatanya pembelajaran bisa berlangsung.
Di era normal baru ini, siswa, mahasiswa, guru, dosen, orangtua, dan masyarakat semakin terbiasa mengakses berbagai platform pendidikan digital atau edutech. Belajar mandiri terkait materi kurikulum hingga kursus atau pelatihan untuk menambah keterampilan baru yang dibutuhkan di dunia kerja secara daring kini menjamur dan leluasa dipilih secara gratis ataupun berbayar.
Elisabeth Dimara (35), Kepala Sekolah SD YPK Yanem di Distrik Supiori Utara, Kabupaten Supiori, Papua, misalnya, saat pelatihan guru se-Kabupaten Supiori di Biak, 11-15 September 2022, merasakan manfaat internet untuk mengakses pendidikan berkualitas.
Sebagai guru di pelosok, kesempatan untuk mendapat pelatihan dan memahami praktik pembelajaran kreatif dan menyenangkan untuk siswa masih terbatas. Padahal, dia kesulitan memotivasi siswa menikmati proses belajar. Siswa hadir di sekolah dan mendengarkan dirinya mengajarkan materi dari buku teks, tetapi lebih banyak diam saat diminta bertanya di kelas. Di benaknya terbayang praktik pendidikan yang membuat siswa aktif dan belajar mandiri bisa dihadirkan untuk anak-anak Papua.
Meski sinyal internet tak mudah didapat, Elizabeth yang saat itu menjadi guru kelas di SD YPK Hosan Yendoker, Distrik Supiori Timur, berusaha mencari komunitas guru yang sesuai kebutuhannya. Pada 2019, penjelajahannya di dunia maya mengantarkannya berkenalan dengan komunitas Guru Sekolah Menyenangkan (GSM) yang berpusat di Yogyakarta, tetapi menyentuh banyak guru dan sekolah di sejumlah daerah di Indonesia.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Ricka mendampingi putra-putrinya, Daffy dan Rhea, yang mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ) di teras rumahnya di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta, Senin (1/11/2021). Selain PJJ, Daffy dan Rhea juga mengikuti pembelajaran tatap muka secara terbatas yang dilaksanakan seminggu sekali.
Dari sinilah, Elizabeth membawa prinsip sekolah menyenangkan yang berpusat kepada siswa dengan nilai-nilai pendidikan Ki Hadjar Dewantara ke ruang kelasnya. Ruang kelas diubah dengan tampilan karya kreatif siswa yang beragam hingga suasan kelas jadi semarak. Pembelajaran di sekolah tidak sekadar memastikan siswa mendapat nilai baik, tetapi juga memperhatikan sosial emosial setiap anak, kebaikan, hingga harapan dan cita-cita setiap anak.
Dari seorang guru yang tak putus asa mencari komunitas belajar di internet, perubahan terjadi di Kabupaten Supiori. Inspirasi kelas menyenangkan yang dihadirkan Elizabeth membuat dinas pendidikan setempat mendukung para guru untuk menerapkan prinsip-prinsip GSM di semua sekolah di Kabupaten Supiori.
”Saya terus belajar dari guru GSM di mana saja lewat Youtube atau Zoom. Kini, di Supiori kami bisa saling berbagi untuk menularkan cara belajar yang menyenangkan bagi siswa di semua sekolah. Ketika ada tuntutan untuk jadi guru penggerak atau sekolah penggerak atau kurikulum baru, kami para guru di Supiori pun siap dengan bekal dari GSM yang membekali kami tentang hakikat pendidikan,” kata Elizabeth.
Dukungan untuk membuat guru Indonesia di mana pun tak lagi terhalang mengembangkan kapasitas diri sebagai pendidik profesional juga dihadirkan Kemendikbudristek lewat Plaform Merdeka Mengajar (PMM). Produk-produk dalam PMM disediakan untuk membantu guru menerapkan pembelajaran paradigma baru dengan menyediakan referensi pengajaran dan peningkatan kompetensi untuk membantu 1,8 juta guru.
”Tidak hanya para guru di kota-kota besar dan daerah, di mana infrastruktur jaringan sudah mapan yang memanfaatkan fitur-fitur PMM. Para guru di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T) juga antusias,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi Kemendikbudristek Hasan Chabibie.
Pihaknya menyadari tantangan keterbatasan infrastruktur digital di daerah 3T sehingga dari sisi teknologi, aplikasi PMM dirancang lebih ringan daripada aplikasi serupa. Tujuannya agar setiap guru dengan berbagai tipe telepon selular pintar bisa lebih mudah mengunduh dan mengoperasikan PMM. Dari daerah 3T sudah ada sekitar 100.000 akun belajar.id teraktivasi, di antaranya 29.000 guru mengakses PMM. Ada 20.000 guru aktif menggunakan lima menu utama di PMM.
Elsa Nofarita Haumeni, guru SMA Negeri 1 Amabi Oefeto Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, menuturkan, kini ia mengikuti perkembangan pendidikan melalui fitur PMM, seperti pelatihan mandiri dan mendapat bahan ajar yang berguna di kelas. Ia mendapatkan insiprasi dari fitur ‘Bukti Karya’ yang diunggah oleh guru-guru lainnya di seluruh Tanah Air.
Tidak hanya bagi guru, para siswa pun mendapatkan peluang terbuka untuk mengakses pendidikan berkualitas dan terjangkau. Pendidikan secara daring dengan platform edutech atau aplikasi teknologi pendidikan terbukti meningkatkan motivasi belajar siswa. Sebab, hal itu memberi ruang bagi siswa belajar secara menyenangkan sesuai minat.
Ketagihan belajar
Pendiri dan Direktur Utama Ruangguru Belva Devara dalam acara pemaparan Laporan Dampak Ruangguru 2021 mengutarakan, pendidikan digital menghadirkan belajar dengan rasa bermain atau gim. Dengan konsep belajar menyenangkan ini, siswa dikenalkan cara berpikir tingkat tinggi, tidak sekadar tahu topik, tetapi kaitan dari pembelajaran dengan dunia nyata. Minat belajar siswa pun meningkat dengan konten belajar interaktif. Rata-rata waktu belajar siswa meningkat 85 persen.
”Anak-anak yang sudah pintar dan rajin belajar juga perlu difasilitasi dengan konten dan layanan belajar online makin berkualitas. Nah, untuk anak-anak yang yang belum rajin belajar, jadi tantangan juga untuk meningkatkan motivasi belajar. Jadi, kami ingin menghadirkan belajar seperti main gim, menyenangkan dan menjadi ketagihan,” kata Belva.
Secara terpisah, pendiri sekaligus Chief Education Officer Zenius Sabda PS memaparkan, transformasi pendidikan kini berfokus menguatkan kompetensi dasar terkait literasi dan numerasi yang belum dikuasai siswa. Upaya tersebut bisa dibantu dengan edutech. Bahkan, dengan memanfaatkan kecerdasan buatan, siswa diajak belajar sesuai kemampuannya hingga menguasai kecakapan dasar sehingga mampu belajar sepanjang hayat, kapan saja dan di mana saja secara mandiri.
Presiden Direktur dan Partner Kearney Indonesia Shirley Santoso dalam diskusi bertajuk ”Pengembangan Transformasi Digital untuk Pendidikan Berkualitas Tinggi yang Merata” mengatakan, aspirasi Indonesia untuk jadi salah satu kekuatan ekonomi dunia dapat dicapai dengan mempercepat transformasi digital. Salah satu pilihan strategis adalah melalui dunia pendidikan dengan memperkuat digitalisasi pendidikan. Namun, digitalisasi pendidikan masih menghadapi berbagai tantangan.
Anak-anak yang sudah pintar dan rajin belajar juga perlu difasilitasi dengan konten dan layanan belajar online makin berkualitas. Nah, untuk anak-anak yang yang belum rajin belajar, jadi tantangan juga untuk meningkatkan motivasi belajar. Jadi, kita ingin menghadirkan belajar seperti main gim, menyenangkan dan menjadi ketagihan.
Sekitar 19 persen sekolah belum memiliki infrastruktur jaringan internet, bahkan ada 4 persen sekolah yang belum menikmati aliran listrik. ”Kesenjangan akses digital ini tetap harus diatasi. Daerah yang baik pun tetap menghadapi tantangan untuk meningkatkan kualitas guru dan kurikulum yang mendukung pendidikan digital. Di banyak negara, pendidikan secara hibrida sudah makin kuat,” kata Shirley.
Danny Januar Ismawan, Direktur Layanan Masyarakat dan Pemerintah Bakti Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), mengakui pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah 3T masih harus terus ditingkatkan. Sejauh ini sekitar 15.000 akses internet gratis sudah dibangun di tempat layanan publik dan 50 persennya di sekolah/madrasah di daerah 3T. Bakti Kemkominfo fokus menyelesaikan target 6.000 lebih desa di wilayah 3T yang akan terlayani seluler.
”Dari implementasi di lapangan, ketika akses internet terbuka, perlu sarana pendukung memadai untuk membantu meningkatkan mutu pendidikan dan kehidupan masyarakat. Sejak tahun 2019, Kemenkominfo berkolaborasi dengan edutech untuk mendukung pendidikan di daerah 3T. Ada pelatihan bagi guru hingga mendukung belajar persiapan masuk perguruan tinggi bagi siswa di daerah 3T,” kata Danny.