Suplemen Kolagen, Antara Klaim Industri dan Bukti Ilmiah
Minuman suplemen kolagen banyak dipasarkan, khususnya melalui media sosial. Kolagen dianggap mampu menunda efek penuaan pada kulit, rambut, dan kuku. Namun, riset tentang manfaat kolagen itu sejatinya masih terbatas.
Beberapa tahun terakhir, selebritas dan influencer media sosial banyak menawarkan suplemen kolagen. Produk tersebut diklaim efektif mencegah tanda-tanda penuaan pada kulit, kuku, dan rambut. Nyatanya, bukti ilmiah dan independen atas manfaat kolagen sangat terbatas. Selain itu, kebutuhan kolagen tubuh bisa dipenuhi dari makanan dan gaya hidup sehat.
Dalam kultur masyarakat yang mengagungkan kecantikan dan penampilan fisik serta takut menjadi tua membuat janji manfaat suplemen kolagen disambut antusias konsumen. Banyak orang rela membelanjakan uangnya demi suplemen ini yang harganya tidak murah. Apalagi, hasil seperti yang diiklankan itu biasanya baru didapat setelah rutin meminum kolagen beberapa minggu.
Kolagen, seperti ditulis di Livescience, 7 Oktober 2022, merupakan salah satu jenis protein esensial yang paling melimpah dalam tubuh manusia, sekitar 30 persen dari semua protein tubuh. Struktur kolagen mirip serat dan dipakai sebagai pembentuk jaringan ikat yang menghubungkan jaringan lain dengan komponen utama tubuh, seperti tulang, tulang rawan, kulit, otot, dan tendon.
Bahan pangan yang banyak mengandung asam amino yang berperan meningkatkan produksi kolagen dalam tubuh antara lain kaldu tulang, daging, unggas, ikan, dan telur.
Keberadaan kolagen, seperti ditulis dalam situs Sekolah Kesehatan Masyarakat Harvard TH Chan, Universitas Harvard, Amerika Serikat, membuat jaringan kuat, tangguh, dan mampu menahan peregangan. Kolagen memberikan elastisitas pada kulit sehingga kulit cerah, halus, dan sintal atau tampak penuh. Manfaat pencegahan penuaan akibat kolagen itu juga terlihat pada rambut dan kuku.
Sejatinya, kolagen adalah protein alami yang ada dalam tubuh. Namun seiring bertambahnya umur, produksi kolagen tubuh akan turun. David M Reilly dan rekan di jurnal Plastic and Aesthetic Research, 8 Januari 2021, menyebut kadar kolagen tubuh berkurang 1-1,5 persen per tahun sejak awal usia dewasa muda. Akibatnya, jumlah kolagen tubuh pada usia 50 tahun hanya separuh dibandingkan jumlah kolagen pada usia 25 tahun.
Penurunan kolagen alami tubuh itu dipercepat oleh paparan sinar matahari berlebih, merokok aktif atau pasif, alkohol, serta kurang tidur dan kurang olahraga. Penuaan dan buruknya gaya hidup itu membuat kolagen di lapisan kulit bagian dalam berubah dari jaringan serat yang tersusun rapat jadi berongga tak beraturan, serta ketebalan dan kekuatannya berkurang hingga memicu kerutan di permukaan kulit.
Janji manfaat kolagen itu menarik minat masyarakat yang sangat besar. Besarnya potensi pasar yang ada membuat industri gencar memasarkan produk kecantikan berbahan dasar kolagen. Analisis Grand View Research, konsultan pemasaran yang berbasis di AS dan India menyebut pangsa pasar produk kolagen global pada 2021 mencapai 8,67 miliar dollar AS atau setara Rp 130 triliun dengan kurs Rp 15.000 per dollar AS. Pendapatan industri kolagen pada 2028 mencapai 16,7 miliar dollar AS atau Rp 250 triliun.
Baca juga: Mewaspadai Menjamurnya Bisnis Kecantikan
Meski tidak ada data pasti tentang pangsa pasar kolagen di Indonesia, tetapi Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi) menyebut pendapatan sektor kosmetika Indonesia mencapai Rp 61 triliun pada 2019, dengan Rp 23 triliun di antaranya berasal dari produk perawatan kulit (skin care). Produk kosmetika impor di Indonesia diperkirakan kurang dari 10 persen dari pasar yang ada.
Kolagen yang dijual di pasaran semula dalam bentuk krim dan serum. Namun efektivitas kolagen topikal atau untuk digunakan di luar tubuh diragukan banyak kalangan, termasuk dokter kulit. Kolagen memang tidak ditemukan di permukaan kulit dan ukuran molekul kolagen terlalu besar untuk bisa menembus kulit.
Sedangkan suplemen kolagen oral dalam bentuk pil, bubuk, atau makanan dinilai lebih efektif. Kolagen oral umumnya dijual dalam bentuk peptida kolagen atau kolagen terhidrolisis, yaitu kolagen yang sudah dipecah dalam bentuk lebih kecil atau rantai pendek hingga mudah diserap tubuh. Selain mengandung asam amino sebagai penyusun protein, kolagen oral umumnya ditambah sejumlah zat pendukung kesehatan kulit, seperti vitamin C, biotin, dan seng.
Tidak cukup bukti
Meski popularitas kolagen terus meningkat di kalangan selebriti dan influencer, banyak ahli dan dokter kulit masih memperdebatkan bagaimana kolagen bekerja mengerem dampak penurunan produksi kolagen alami tubuh. Bahkan, Asosiasi Eksim Nasional (NEA) AS di situsnya menyebut tidak cukup bukti untuk menunjukkan kolagen memperbaiki penampilan kulit.
Banyak riset kolagen dibiayai atau penelitinya berafiliasi dengan industri hingga independensi hasilnya diragukan. Namun, studi meta analisis independen dari 19 studi terpilih oleh Roseane B de Miranda dan rekan yang dipublikasi di International Society of Dermatology, Desember 2021, menyebut pemberian suplemen kolagen terhidrolisis selama 90 hari terbukti menghidrasi kulit, memberikan elastisitas, dan mengurangi kerutan lebih baik dibandingkan yang mendapat plasebo.
Baca juga: Gagal Cantik akibat Salah Pilih Kosmetik
Studi tentang kolagen umumnya juga terbatas alias dengan jumlah responden kecil. Dari sejumlah riset seperti itu, kolagen tidak hanya mengurangi penuaan, tetapi juga meningkatkan mobilitas sendi dan mengurangi nyeri. Sekitar 60 persen kolagen tersusun atas tulang rawan, jaringan kuat yang melingkupi dan melindungi tulang akibat guncangan gerakan. Karena itu, kerusakan kolagen bisa memicu masalah pada tulang rawan dan sendi.
Tak hanya itu, kolagen juga memberikan manfaat antioksidan. Dokter spesialis kulit dan mantan Direktur Penelitian Klinis Departemen Dermatologi Universitas Goerge Washington, AS, Alison Ehrlich, mengatakan, kolagen dan gelatin yang diekstraksi dari limbah kulit ikan tuna adalah sumber peptida antioksidan yang sangat baik karena mampu melindungi kulit dari radikal bebas.
Kolagen juga memiliki efek kuat dalam penyembuhan luka dengan meningkatkan aktivitas fibroblas dermal atau sel-sel di dalam lapisan dermis kulit yang menghasilkan jaringan ikat, meningkatkan kecerahan kulit, dan memulihkan dari cedera. Kolagen bisa mendorong pembentukan lapisan yang membantu penyembuhan luka.
Ehrlich juga sepakat studi tentang kolagen memiliki banyak kelemahan. Selain soal independensi riset dan ukuran sampel, kolagen yang digunakan umumnya dipasangkan dengan bahan tertentu yang bisa memperbaiki kulit. Ada pula studi yang terfokus pada hewan, responden melaporkan sendiri dampak pemakaian kolagen, hingga perbaikan pada kulit tidak siginifikan. Semua itu, bisa memengaruhi validitas dan akurasi data manfaat kolagen.
Ada pula kekhawatiran suplemen kolagen mengandung logam berat serta mendorong konsumen makin malas mempraktikkan pola makan dan gaya hidup sehat yang sebenarnya lebih terbukti melindungi tubuh dari efek penuaan, seperti tidur 7-8 jam per malam dan berhenti merokok. Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) pun belum mengatur penggunaan suplemen kolagen.
Untuk konsumen Indonesia, kehalalan produk menjadi isu penting. Alhana dan rekan dalam Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 2015, Volume 18 Nomor 2, menulis kolagen yang paling banyak dipasarkan umumnya berasal dari jaringan kulit dan tulang sapi atau babi yang keamanan dan kehalalannya perlu diwaspadai. Indonesia kaya akan sumber kolagen yang aman dan halal yang berasal dari aneka jenis hewan laut, seperti ikan dan teripang.
Di tengah manfaat suplemen kolagen yang belum cukup bukti dan harga yang tidak murah, masyarakat tetap bisa memenuhi kebutuhan kolagen alami tubuh dengan makan makanan yang banyak mengandung kolagen. Bahan pangan yang banyak mengandung asam amino yang berperan meningkatkan produksi kolagen dalam tubuh antara lain kaldu tulang, daging, unggas, ikan, dan telur.
Dari kelompok tumbuhan, ada kedelai, buah, dan sayur yang kaya vitamin C, seperti jeruk, paprika, dan tomat, bawang putih, sayuran hijau, serta makanan kaya akan seng, seperti tiram dan kacang-kacangan.
Gaya hidup sehat juga penting untuk menjaga kadar kolagen alami. Selain tidur cukup dan stop merokok, pemakaian tabir surya atau membatasi paparan langsung sinar matahari bisa dilakukan. Pengendalian stres juga penting karena tingginya hormon kortisol atau hormon stres bisa menurunkan produksi kolagen. Selain itu, olahraga penting untuk memperlambat aktivitas sel penuaan di kulit.
Baca juga: Pastikan Pilih Praktik yang Aman
Meski efektivitas krim kolagen banyak diragukan ilmuwan, mereka juga belum bisa memastikan cara terbaik meningkatkan kadar kolagen tubuh, apakah melalui krim topikal atau suplemen oral. Studi Hend Al Atif di Arab Saudi dalam jurnal Dermatology Practical & Conceptual, Januari 2022, menunjukkan pemakaian kolagen topikal dan oral sama-sama menunda penuaan kulit. Namun, riset lebih besar diperlukan karena terbatasnya responden.
Sementara Asosiasi Akademi Dermatologi Amerika (AAD) dan Mayo Clinic, lembaga kesehatan swasta terkemuka di AS, lebih menyarankan penggunaan produk kesehatan kulit yang mengandung retinoid, seperti retinol, untuk meningkatkan kadar kolagen tubuh. Retinol ini juga banyak digunakan pada produk-produk kecantikan kulit dan pencegah penuaan.
Namun, apa pun pilihan anda, apakah akan menggunakan suplemen kolagen atau memilih meningkatkan gaya hidup sehat, konsultasikan pilihan tersebut kepada dokter. Setiap tubuh manusia unik sehingga apapun keputusan yang akan dipilih benar-benar didasarkan pada pertimbangan medis yang matang, bukan sekedar karena viral atau ikut-ikutan karena dikonsumsi banyak orang.