Dari Pelosok Negeri Mereka Kejar Kampus Idaman
Tinggal di pedalaman tak menyurutkan niat mereka menuntut ilmu di kampus terbaik. Tingginya biaya kuliah mereka siasati dengan berbagai cara, salah satunya mengejar beasiswa.
Ahmad Musawwir Nasar (21) sudah menekan pengeluaran sejak pertama kali menjejakkan kaki di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Mahasiswa asal Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, ini sangat menyadari bahwa penghasilan keluarganya terbatas.
Tidak mungkin bermewah-mewah karena bukan cuma dia yang kuliah. Kakaknya pun sedang menyelesaikan studi di salah satu perguruan tinggi di Sulawesi Selatan.
Ayah Musawwir sudah tiada. Sementara ibunya bekerja sebagai guru SD di kampung halaman. Sadar harus menekan pengeluaran seirit mungkin, Musawwir mencoba berbagai cara untuk meringankan biaya studi.
Ketika masuk UII Yogyakarta, dia coba jalur penghafal Al-Quran, namun tidak lulus karena kuotanya sangat terbatas. Seingatnya, kuota untuk jalur itu hanya satu orang per program studi. Akhirnya dia masuk lewat seleksi non beasiswa.
> Agar Si Miskin Tetap Bisa Kuliah
> Meski Mahal, Kuliah Tetap Jadi Pilihan
> Mimpi Besar Melanjutkan Kuliah
Tidak kehilangan akal, usai diterima dia ikuti seleksi takmir masjid di kampus. Dengan menjadi marbut, dia bisa tinggal di asrama dan terbebas dari biaya indekos. Ternyata lulus dan dia bisa tinggal di asrama selama 1,5 tahun. “Seleksinya juga sangat ketat waktu itu,” ujar mahasiswa semester tujuh ini, Rabu (5/10/2022).
Memasuki tahun kedua perkuliahan, dia terus memburu beasiswa. Mahasiswa Pendidikan Agama Islam ini pun mendaftar Beasiswa Kalla, salah satu program Yayasan Hadji Kalla.
Ketika itu, dia membuktikan kepada panitia seleksi bahwa dirinya bukan sekadar mahasiswa “kupu-kupu” (kuliah-pulang, kuliah-pulang). Dia aktif di berbagai kegiatan sosial dan prestasi akademiknya juga lumayan. Berbagai sertifikat dan bukti nilai akademik dia lampirkan.
Singkat cerita, Musawwir lulus dan uang kuliahnya yang hampir mencapai Rp 7 juta itu dibayar oleh yayasan. Baginya, bantuan ini sangat menolong.
Tidak kehilangan akal, usai diterima dia ikuti seleksi takmir masjid di kampus. Dengan menjadi marbut, dia bisa tinggal di asrama dan terbebas dari biaya indekos. Ternyata lulus dan dia bisa tinggal di asrama selama 1,5 tahun
Sebab, sejak tahun kedua perkuliahan dia sudah tinggal di indekos dan biayanya Rp 5,5 juta per tahun. Sementara untuk biaya bulanan butuh sekitar Rp 1,5 juta. “Sangat membantu sekali, alhamdulillah,” tambahnya.
Beasiswa Kalla, kata Musawwir, mengharuskan setiap penerima manfaat aktif dalam kegiatan sosial. Ini pun mendorongnya semakin terlibat kegiatan di luar kampus.
Pada Juni 2022, dia jadi sukarelawan dalam kegiatan sosial di Sumba, Nusa Tenggara Timur. Mahasiswa yang menjadi peserta Kampus Mengajar ini pun pernah menjadi salah satu narasumber diskusi gelaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Ihwal pengalaman di luar kampus, penerima Beasiswa Kalla lainnya Sang Ayu Putu Diah Utari (21) punya cerita menarik. Ketika libur semester lalu, Tari diajak road show ke Sekolah Islam Athirah, yang berada di bawah naungan Yayasan Hadji Kalla.
Sebagai pemeluk Hindu, bisa mengunjungi sekolah Islam merupakan pengalaman baru baginya. Tari pun sangat antusias dengan kegiatan itu. “Saya disambut baik oleh adik-adik siswa dan kepala sekolah. Mereka tetap terbuka walaupun kami berbeda (keyakinan),” ujarnya.
Ketika mendaftar beasiswa akhir 2020, Tari sempat pesimistis bisa lulus seleksi. Sebab, dia baru mendaftar sehari jelang penutupan. Mepet sekali.
Dia juga sempat insecure ketika melihat profil orang-orang yang mengomentari unggahan pengumuman Beasiswa Kalla di Instagram. Menengok profil komentator itu satu-satu, Tari menilai mereka rerata berprestasi dan mayoritas muslim.
Sebagai pemeluk Hindu, bisa mengunjungi sekolah Islam merupakan pengalaman baru baginya. Tari pun sangat antusias dengan kegiatan itu
Tetapi akhirnya terbukti bahwa kekhawatiran itu terlalu berlebihan. Sebab, mahasiswa Telkom University, Bandung, Jawa Barat, ini dinyatakan lulus seleksi oleh panitia.
Beasiswa itu sangat membantu mahasiswa semester lima ini. Bagaimana tidak, uang semester di kampus itu mencapai Rp 10 juta untuk jurusan Teknik Telekomunikasi. Dari nominal itu, yayasan membantu Rp 7,5 juta, sedangkan sisanya ditanggung keluarga Tari.
Bertolak dari kondisi ekonomi keluarganya di Luwu Timur, sebenarnya keputusan Tari kuliah di salah satu universitas swasta mentereng di Pulau Jawa itu terbilang nekat. Sebab, dia dibesarkan oleh orangtua tunggal sejak berumur empat tahun. Ibunya hanya seorang petani dan punya usaha kecil-kecilan.
“Ketika mau masuk itu sudah berpikir beribu-ribu kali untuk kuliah di sana. Tetapi waktu itu ibu sama kakek bilang, lanjut saja dulu di Telkom, nanti bagaimana biayanya dipikirkan belakangan,” jelasnya.
Alasannya memilih telekomunikasi adalah bidang ini punya peluang besar di masa depan. Selain itu, cerita dari orang-orang tentang betapa enak kerja di Telkom membuatnya kepincut. “Saya kan dari daerah kecil. Siapa tahu dengan menuntut ilmu di sana, suatu saat bisa berbuat sesuatu di ke kampung halaman,” katanya lagi.
Di Makassar, Wawan (23) termasuk penerima beasiswa yang beruntung. Selain mendapat bantuan uang kuliah, lulusan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar ini diterima di salah satu perusahaan milik keluarga Kalla, yaitu CV Nadena yang dipimpin M Natsir Kalla.
Keluarga Wawan tinggal di Jeneponto, Sulawesi Selatan. Ayahnya sopir angkot sementara ibunya berstatus ibu rumah tangga. Dia menerima beasiswa saat semester tiga dan berlanjut hingga wisuda.
Menurut Manajer Program Pendidikan Yayasan Hadji Kalla, Suharto Parai, sudah menjadi kebiasaan pendiri Kalla Group (Haji Kalla dan Hajjah Athirah) membantu mahasiswa di Sulawesi. Tradisi ini pun dilanjutkan generasi penerusnya.
Beasiswa Kalla, jelasnya, dibuka setiap tahun dengan kuota sekitar 200 orang. Pendaftaran dimulai dari Juli sampai September. Adapun bantuan yang diberikan adalah biaya semester dengan besaran maksimal Rp 7,5 juta. Bantuan berlanjut hingga semester delapan dengan catatan IPK penerima tidak kurang dari 3,00.
Beasiswa ini ditujukan kepada mahasiswa duafa asal Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Selain menerima bantuan biaya kuliah, mereka juga diajak terlibat dalam program sosial yayasan.
Ke depan, kontribusi pihak swasta dalam membantu biaya pendidikan di perguruan tinggi semakin dibutuhkan. Sebab, biaya kuliah kian mahal. Hasil analisis Kompas terbitan Kamis (28/7/2022) mengungkap, orangtua di masa depan semakin sulit membiayai kuliah anaknya.
> Orangtua Indonesia Makin Sulit Biayai Kuliah Anak
Kenaikan biaya pendidikan perguruan tinggi tidak mampu diimbangi oleh peningkatan gaji masyarakat. Akibatnya, tidak semua keluarga dapat menuntaskan biaya kuliah anaknya hingga lulus meski sudah menyiapkan dana pendidikan sejak dini.
Kesimpulan ini berpijak pada hasil analisis data upah lulusan SMA dan universitas keluaran Badan Pusat Statistik (BPS) dari 1995 hingga 2022 serta data biaya studi 30 perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta selama sepuluh tahun terakhir.