Dunia Sepakat Lawan Perdagangan Gelap Benda Bersejarah
Konferensi Dunia UNESCO tentang Kebijakan Budaya dan Pembangunan Berkelanjutan (Mondiacult) 2022 menghasilkan Deklarasi Kebudayaan. Deklarasi itu berisi komitmen melawan perdagangan gelap benda bersejarah.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri kebudayaan dan perwakilan dari 150 negara sepakat untuk memperluas upaya melawan perdagangan gelap benda bersejarah. Operator pasar seni diminta tidak menawarkan atau menjual benda yang belum terbukti asal-usulnya.
Hal ini disepakati pada Konferensi Dunia UNESCO tentang Kebijakan Budaya dan Pembangunan Berkelanjutan (Mondiacult) 2022. Mondiacult 2022 berlangsung di Meksiko pada 28-30 September 2022.
Konferensi tahun ini menghasilkan dokumen Deklarasi Kebudayaan. Pada deklarasi tersebut, kebudayaan disepakati sebagai global public goods atau barang publik global. Deklarasi ini juga berisi komitmen negara-negara untuk melawan perdagangan gelap benda kebudayaan atau bersejarah.
Mari menyatukan upaya untuk menghentikan apropriasi budaya, perdagangan gelap, dan komersialisasi barang-barang kebudayaan, praktik yang telah melanggar martabat masyarakat.
Beberapa tahun terakhir, museum, rumah lelang, hingga kolektor diminta untuk mengembalikan benda bersejarah ke negara asalnya. Benda-benda ini umumnya diambil secara ilegal atau tidak etis dari negara asalnya, lalu dibawa ke negara lain. Kondisi ini kerap terjadi saat perang atau kerusuhan. Akibatnya, benda bersejarah suatu negara bisa tersebar ke negara-negara lain.
Benda bersejarah yang dibawa pergi tersebut mengalami nasib beragam. Ada yang berpindah tangan ke pihak lain, ada yang disimpan dan dirawat, ada pula yang disimpan dan terlupakan eksistensinya.
Di sisi lain, wacana pengembalian benda bersejarah kerap dianggap sensitif secara politik. Pengembalian artefak juga kerap menimbulkan pertanyaan lanjutan, seperti soal teknis pemindahan dan perawatan.
Hal ini terjadi di Meksiko. Sebelumnya, Pemerintah Meksiko menyerukan pengembalian hiasan kepala Montezuma, artefak berusia 500 tahun dari peradaban Aztec, dari museum di Vienna, Austria. Namun, para ahli menganggap hiasan dengan bulu warna-warni dan liontin emas tersebut terlalu rapuh untuk dipindahkan.
Adapun Meksiko berhasil mengembalikan ribuan temuan arkeologi dari era pra-Hispanik sejak 2019. Temuan itu dikembalikan dari luar negeri yang akan dilelang atau yang dikoleksi pihak pribadi. Beberapa di antaranya diserahkan secara sukarela. Beberapa lainnya, seperti yang ditemukan di Italia, diperoleh dari penggerebekan polisi.
”Mari menyatukan upaya untuk menghentikan apropriasi budaya, perdagangan gelap, dan komersialisasi barang-barang kebudayaan, praktik yang telah melanggar martabat masyarakat,” kata Menteri Kebudayaan Meksiko Alejandra Frausto, Senin (3/10/2022).
Di sisi lain, Indonesia juga tengah mengupayakan repatriasi Prasasti Pucangan yang kini ada di Indian Museum, Kalkutta, India. Prasasti dari era pemerintahan Raja Airlangga ini diperkirakan dibawa Inggris dari Nusantara ke India 200 tahun lalu.
Pemerintah telah melakukan diplomasi dan direspons positif oleh India. Kedua negara sepakat untuk meneliti prasasti ini lebih jauh. Tim peneliti dari Indonesia akan dikirim ke India dalam waktu dekat. Hasil penelitian akan dijadikan dasar menentukan kebijakan repatriasi.
Kerja sama internasional
Menurut Deklarasi Kebudayaan Mondiacult 2022, perlawanan terhadap perdagangan gelap bisa dilakukan dengan meningkatkan kerja sama internasional. Pasar seni juga diminta tidak menjual barang yang belum bisa dibuktikan asal-usulnya. Ini untuk melindungi temuan arkeologi dari situs-situs yang selama ini rentan penjarahan dan penggalian ilegal.
Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay mengatakan, kebudayaan berperan penting bagi masyarakat. Melalui kebudayaan, masyarakat dapat menemukan kesamaan dalam kemanusiaan. Namun, kebudayaan belum mendapat tempat dalam kebijakan publik dan kerja sama internasional.
”Mondiacult 2022 adalah sinyal kuat untuk mengubah ini. Deklarasi yang dihasilkan merupakan komitmen untuk beraksi,” katanya melalui keterangan tertulis di laman UNESCO.
Ia menambahkan, UNESCO dan Interpol akan bekerja sama membuat museum virtual yang mewadahi benda-benda bersejarah yang dicuri. Museum ini dapat dimanfaatkan sebagai media belajar bagi publik. Museum virtual tersebut direncanakan beroperasi pada 2025. (REUTERS/AFP)