Kejaksaan Manhattan Kembalikan Tiga Patung Dewa-Dewi Kuno yang Diperjualbelikan Ilegal
Tiga patung dewa-dewi Hindu kuno direpatriasi atau dikembalikan ke Indonesia. Diduga kuat, ketiga patung itu merupakan benda-benda bersejarah yang dicuri dari Indonesia, kemudian diperjualbelikan di Amerika Serikat.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Wilayah Manhattan, New York, Amerika Serikat, mengumumkan pengembalian tiga patung dewa-dewi Hindu kuno kepada Pemerintah Republik Indonesia, Rabu (21/7/2021) waktu AS. Tiga patung tersebut meliputi patung Dewa Siwa, patung Dewi Parwati, dan patung Dewa Ganesha yang berhasil diamankan dari praktik jual beli ilegal benda-benda antik.
Pengumuman tersebut disampaikan Jaksa Wilayah Manhattan, New York, Cyrus Vance Jr dalam acara repatriasi yang dihadiri Konsul Jenderal RI Arifi Saiman dan Deputi Agen Khusus Investigasi Keamanan Dalam Negeri AS Erik Rosenblatt, Rabu. Ukuran ketiga patung tersebut adalah patung Dewa Siwa 6 x 4 x 8,25 inci, patung Dewi Parwati 5,5 x 4,5 x 7,5 inci, dan patung Dewa Ganesha 3 x 2,5 x 4,5 inci.
Dalam laporan repatriasi disebutkan nilai taksiran setiap patung. Patung Dewa Siwa Rp 186,3 juta, patung Dewi Parwati Rp 467,8 juta, dan patung Dewa Ganesha Rp 596,8 juta. Tentu, dari sisi nilai kesejarahan, ketiga patung kuno tersebut tidak ternilai harganya dan memang tidak boleh diperjualbelikan.
Jika sudah ditetapkan dan kemudian beredar di galeri atau balai lelang di luar negeri, bisa dipastikan barang itu curian atau selundupan.
Diduga kuat, patung ketiga dewa Hindu tersebut merupakan benda-benda bersejarah yang dicuri dari Indonesia, kemudian diperjualbelikan di AS. ”Tiga patung itu adalah obyek diduga cagar budaya (ODCB) mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid, Jumat (23/7/2021), di Jakarta.
Hilmar menyampaikan rasa terima kasih kepada Jaksa Wilayah Manhattan serta Konjen RI di New York atas kerja keras dan dedikasi mereka dalam melakukan penyelidikan terhadap para pelaku kejahatan untuk membawa keadilan dan pengembalian artefak budaya ke negara asalnya yang sah.
”Dalam UU sudah jelas bahwa ODCB itu tidak bisa dibawa ke luar negeri. Namun, ada saja yang masih menyelundupkan ke luar negeri. Kita bersyukur bahwa pelakunya sudah ditangkap dan bendanya bisa diselamatkan dan diserahkan kembali ke Indonesia,” tutur Hilmar.
Menurut dia, pasar gelap untuk barang antik cukup besar. Langkah konkret untuk mencegahnya adalah dengan memperluas dan mempercepat penetapan ODCB sebagai cagar budaya. Jika sudah ditetapkan dan kemudian beredar di galeri atau balai lelang di luar negeri, bisa dipastikan barang itu curian atau selundupan. ”Dengan begitu, setidaknya kita bisa mengurangi niat orang untuk membelinya,” ucap Hilmar.
Selama ini, Ditjen Kebudayaan bekerja sama dengan Kepolisian Negara RI bersama jaringan Interpol dalam memantau peredaran benda cagar budaya yang diselundupkan ke luar negeri. Dari New York, Arifi Saiman juga berkomitmen akan selalu mendukung upaya penyelidikan artefak-artefak lain yang diduga diselundupkan dari Indonesia ke AS.
Arca perseorangan
Harry Octavianus Sofian, arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, yang secara khusus mendalami tentang perlogaman mengatakan, setidaknya ada tiga jenis arca berdasarkan kuantitas pemujanya, pertama arca istadewata, yaitu arca yang dimiliki oleh perseorangan sehingga dapat dibawa ke mana-mana. Kedua, arca kuladewata, yaitu arca yang dimiliki keluarga, biasanya terdapat di rumah-rumah. Ketiga, arca garbadewata, yaitu arca yang dipuja oleh banyak orang, dalam hal ini masyarakat.
”Kemungkinan ketiga arca tersebut adalah arca istadewata milik perseorangan yang biasanya dibawa oleh pendeta ke mana-mana. Jika pendeta hendak menggelar upacara keagamaan, dia bisa melakukannya di mana-mana,” kata mahasiswa doktoral di Paris Nanterre University ini.
Dilihat dari penampakan patinasinya, Harry menduga ketiga patung tersebut asli. Artinya, patung Dewa Siwa, Dewi Parwati, dan Dewa Ganesha tersebut memang diduga kuat adalah benda kuno peninggalan bersejarah atau obyek cagar budaya.
Di Indonesia, banyak arca dewa-dewi Hindu ditemukan di candi-candi dengan ukuran-ukuran besar dan terbuat dari material batu. Patung-patung berukuran besar seperti ini biasanya digunakan untuk upacara-upacara keagamaan kerajaan atau negara.
Penemuan tiga patung ini membuka peluang penelitian baru bagi para arkeolog. Mereka ditantang untuk bisa mengungkap asal-usul, sejarah, dan narasi di balik patung dewa-dewi itu.