Kemendikbudristek Didesak Bentuk Panitia Kerja RUU Sisdiknas
Batalnya RUU Sisdiknas masuk dalam Prolegnas Prioritas Perubahan 2022 hendaknya jadi evaluasi bagi Kemendikbudristek untuk membuka partisipasi publik yang lebih bermakna. Perlu pembentukan panitia kerja RUU Sisdiknas.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tidak masuknya Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Perubahan 2022 di DPR menyisakan pekerjaan rumah bagi pemerintah. Rancangan naskah atau draf RUU Sisdiknas perlu diperbaiki dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan pendidikan yang lebih luas. Penolakan oleh legislastor ini diharapkan jadi pelajaran bagi pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, untuk membentuk panitia kerja nasional RUU Sisdiknas.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dalam rapat bersama Badan Legislasi DPR pada Selasa (20/9/2022), mengatakan, pemerintah setuju tidak memasukkan RUU Sisdiknas dalam Prolegnas Prioritas Perubahan 2022 yang diajukan pemerintah. Kemendikbduristek akan diminta untuk merapikan kembali draf naskah akademik dan RUU Sisdiknas, serta menyosialisasikannya dengan baik.
”Nanti dievaluasi, dalam arti bisa dimasukkan di awal tahun 2023 atau kesiapan pemerintah untuk memasukkan kembali. Nanti tugas pemerintah dan Kemendikbudristek untuk merapikan kembali sesuai saran fraksi,” kata Yasonna.
Menanggapi penolakan RUU Sisidiknas masuk dalam Prolegnas Prioritas Perubahan 2022, Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Alpha Amirrachman di Jakarta, Rabu (21/9/2022), mengapresiasi keputusan DPR.
”Para wakil rakyat telah menggunakan nurani dan akal sehatnya dalam menolak RUU yang sarat kontroversi ini,” ujar Alpha.
Secara terpisah, Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri mengapresiasi keputusan Baleg DPR. ”Keputusan tersebut di satu sisi sebagai sinyal positif bagi organisasi guru, seperti PGRI, P2G, IGI, dan lainnya yang selama ini meminta agar RUU Sisdiknas ditunda masuk Prolegnas,” kata Iman.
Di sisi lain, P2G masih khawatir, sebab pernyataan Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agats masih membuka peluang agar RUU Sisdiknas dimasukkan kembali awal tahun depan (2023), bahkan bisa juga tahun ini, jika Kemendikbudristek sudah merapikan dan mengomunikasikan RUU Sisdiknas secara baik.
DPR telah membuat keputusan bersejarah dalam menyelamatkan bangsa di persimpangan jalan yang sangat menentukan.
”P2G mendesak Kemendikbudristek lebih transparan, akuntabel, dan membuka ruang dialog dengan partisipasi yang bermakna dengan melibatkan semua unsur pemangku kepentingan pendidikan dalam merancang draf RUU Sisdiknas,” kata Iman.
Bentuk panitia kerja
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan, sebagai indikator transparansi perubahan RUU Sisdiknas, Kemendikbudristek hendaknya membentuk Panitia Kerja (Pokja) Nasional RUU Sisdiknas. Tim Pokja dibentuk dengan dasar landasan semangat gotong royong pendidikan seluruh elemen bangsa.
”Tim pokja tersebut dibekali surat keputusan penugasan resmi dari Kemendikbudristek kepada akademisi, tokoh pendidikan, perwakilan organisasi guru, dosen, untuk merapikan RUU Sisdiknas yang masih berantakan dan ketidaksinkronan antara naskah akademik dan batang tubuh RUU,” kata Satriwan.
Satriwan melanjutkan, nama-nama Tim Pokja RUU Sisdiknas harus diumumkan secara transparan sebagai bentuk pertanggungjawaban pada publik. Langkah ini pun agar tidak terjadi kesan elitisme dalam tim.
”Hal ini juga sebagai bentuk keterbukaan karena hingga sekarang Kemendikbudristek tidak pernah membuka siapa Tim Perumus RUU Sisdiknas yang melahirkan polemik selama ini,” kata Satriwan.
Menurut Alpha, sejak dalam pemikiran perancangnya—yang identitasnya tak pernah dibuka oleh Kemendikbudristek—RUU Sisdiknas telah keliru. Hal ini dibuktikan dengan tidak dibuatnya peta jalan pendidikan terlebih dahulu. Peta jalan akan menjadi perumusan konsep awal yang penting sebelum merancang perangkat peraturan atau undang-undangnya.
Menurut Alpha, kelemahan sisi subtansi RUU, antara lain, tampak pada kerancuan fungsi dengan tujuan, sempitnya pemaham luhur Pancasila dalam Profil Pelajar Pancasila yang dijadikan tujuan pendidikan nasional, rendahnya apresiasi terhadap guru dan dosen, serta minimnya pengakuan pada pendirikan non-formal. Contoh lain adalah tidak jelasnya peran pendidikan berbasis masyarakat serta menjebak pendidikan dalam iklim bisnis yang mengesampingkan sisi humanis pendidikan.
Alpha mengatakan, dari sisi keterlibatan masyarakat atau partisipasi publik, pihak Kemendikbudristek juga menutup telinga dari saran untuk membentuk Panitia Kerja Nasional RUU Sisdiknas yang inklusif dan terbuka. Padahal, berbagai organisasi pendidikan sudah memberikan saran ini sejak awal tahun, tetapi tidak digubris.
”Keterlibatan publik pun hanya artifisial dan aksesori, para pemangku kepentingan hanya diajak bicara dalam waktu yang sangat terbatas, sifatnya sekadar sosialisasi dan bukan uji publik seperti yang mereka klaim. Ini, kan, menimbulkan pertanyaan, ada agenda apa di balik ini? DPR telah membuat keputusan bersejarah dalam menyelamatkan bangsa di persimpangan jalan yang sangat menentukan,” ujar Alpha.
Dalam berbagai kesempatan, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan, pemerintah berupaya menghadirkan sistem pendidikan yang adaptif dan tangguh dalam menghadapi zaman melalui penerbitan regulasi yang komprehensif terus dilakukan dengan pelibatan berbagai pemangku kepentingan. Pelibatan masyarakat yang bermakna menjadi fokus utama pemerintah dalam penyempurnaan RUU Sisdiknas.
”Kemendikbudristek sedang melakukan revolusi dalam menjawab tantangan terutama atas nasib guru lewat RUU Sisdiknas. Kemendikbudristek menunggu hasil rekomendasi yang akan dihasilkan lewat forum uji publik ini untuk penyempurnaan RUU,” ujar Nadiem di kegiatan Forum Dengar Pendapat dan Uji Publik RUU Sisdiknas yang diselenggarakan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia.