Kondisi perokok anak di Indonesia sangat mengkhawatirkan dari tahun ke tahun karena jumlahnya terus meningkat dan usianya pun semakin muda. Desakan untuk merevisi PP No 109/2012 menguat.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
Upaya melindungi anak dan remaja untuk tidak menjadi perokok hingga kini masih menjadi tantangan berat. Bahkan, di masa pandemi, anak-anak tidak luput dari rokok. Implementasi regulasi yang mengatur pengendalian tembakau masih sangat lemah dalam mencegah mereka menjadi perokok pemula.
Selain desakan agar pemerintah segera merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, komitmen semua pihak untuk melindungi anak-anak dari bahaya rokok dan menurunkan prevalensi perokok anak harus terus diperkuat.
Harapan ini mengemuka dalam Webinar ”Masihkah Pemerintah Berkomitmen Menurunkan Prevalensi Perokok Anak untuk Mencapai Target RPJMN 2020-2024?”, Kamis (28/7/2022), yang digelar Lentera Anak terkait Hari Anak Nasional tahun 2022.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Agus Suprapto mengungkapkan, Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar karena dibanjiri berbagai produk tembakau.
Hasil survei global penggunaan tembakau pada usia dewasa (Global Adult Tobacco Survey/GATS) 2021 menemukan peningkatan signifikan jumlah perokok dewasa dalam kurun 10 tahun terakhir, yaitu dari 60,3 juta perokok (2011) menjadi 69,1 juta perokok (2021). Bahkan, jumlah perokok elektrik meningkat 10 kali lipat.
Kami sangat berharap adanya pelarangan total iklan rokok di internet karena kondisi sudah sangat mengkhawatirkan.
”Apakah kita akan menciptakan Indonesia 100 juta merokok atau 200 juta merokok? Itu masalahnya, komitmen kita ada di mana, bagi kami orang kesehatan pasti akan berusaha secepat-cepatnya itu tidak terjadi. Kalau ini terus meningkat, justru ini bom waktu bagi anak-anak turunan kita,” ujar Agus.
Menurut Agus, revisi PP No 109 Tahun 2012 diharapkan juga mengatur tentang rokok elektronik. ”Sudah jelas di RPJM, kita punya tugas bersama-sama untuk menurunkan prevalensi merokok pada anak,” ujarnya.
Iklan anak
Anggin Nuzula Rahma, Perencana Ahli Madya pada Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), menegaskan upaya perlindungan anak dari rokok sejalan dengan kebijakan kabupaten/kota layak anak (KLA).
”Kami melakukan upaya-upaya apabila anak terdampak pengaruh rokok. Bahkan, pada Hari Anak Nasional 2022, salah satu poinnya adalah optimalkan pengawasan iklan rokok dan rehabilitasi khusus bagi anak-anak perokok,” papar Anggin.
Kementerian PPPA juga memiliki PP No 59 Tahun 2021 tentang Koordinasi Perlindungan Anak. ”Saat ini kami sedang menyusun SK untuk koordinasi tersebut. Kami sangat berharap adanya komitmen dari semua kementerian terkait untuk bersama-sama melakukan perlindungan terhadap anak,” ujar Anggin.
Ketua Tim Kerja Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imunologi Kementerian Kesehatan Benget Saragih menegaskan, pihaknya tetap konsisten mendukung dilakukannya revisi PP No 109/2012 sesuai mandat RPJMN 2020-2024. Sesuai amanat RPJMN, target penurunan jumlah perokok usia anak dan remaja merupakan target nasional sehingga upaya mencegah anak dan remaja menjadi perokok pemula harus menjadi prioritas semua pihak.
”Kalau semua paham betul bahwa generasi muda, anak-anak kita, perlu dilindungi, ini tidak akan terlalu berat. Maka, prevalensi rokok akan menurun kalau kawasan tanpa merokok diterapkan, edukasi bagus di sekolah, iklan tidak ada di media sosial, rokok elektrik diatur. Saya bisa yakin menurunkan prevalensi merokok. Tapi, ya itu, belum sepaham sepikir melakukan ini. Kita akan berat,” tutur Benget.
Karena itu, dia berharap revisi PP No 109/2012 segera disahkan untuk menurunkan prevalensi perokok anak. Karena itu, dia berharap Presiden tidak berlama-lama mengesahkan revisi PP No 109/2012. ”Bila revisi PP No 109/2012 dilakukan, akan semakin kuat upaya untuk menurunkan prevalensi perokok anak. Kita seharusnya bergerak dalam satu garis bernama tujuan bersama untuk melindungi anak-anak,” pungkasnya.
Terkait iklan rokok, Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Anthonius Malau sepakat jika pelarangan total iklan rokok di internet masuk dalam revisi PP No 109/2012. ”Kami sangat berharap adanya pelarangan total iklan rokok di internet karena kondisi sudah sangat mengkhawatirkan,” katanya.
Anthonius pun mengatakan, pelaku usaha menggunakan berbagai sarana di internet untuk mempromosikan dan menjual produk rokok. Ini bisa membuat anak-anak terpapar iklan rokok secara masif di internet serta mudah mendapatkan rokok secara daring.
Sementara itu, Kemenko PMK menggelar uji publik revisi PP No 109/2012, Rabu (27/7/22). Menanggapi uji publik tersebut, Indonesia Institute for Social Development (IISD) memberikan catatan penting, antara lain revisi adalah kebutuhan regulasi yang mendesak untuk dilakukan. Hal ini mengingat PP No 109/2012 tak lagi cukup sebagai payung regulasi untuk melindungi generasi muda dari dampak buruk rokok.
Jumlah perokok naik signifikan sebanyak 8 juta orang selama sepuluh tahun terakhir. Darurat perokok anak sudah sedemikian mencemaskan. Sebagian besar perokok mulai merokok di usia belia, 76 persen perokok bahkan mulai merokok pada usia di bawah 18 tahun.
”Mempertimbangkan proses inisiasi revisi yang sudah berlarut-larut sedari tahun 2018, dan berbagai fakta keras darurat perokok anak yang sedemikian mencemaskan, teramat mendesak bagi pemerintah untuk segera menuntaskan proses revisi karena dalam setiap detik penundaan revisi ada masa depan anak Indonesia yang dipertaruhkan,” ujar Ahmad Fanani, Program Manager IISD.