Pakar linguistik sekaligus Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Harimurti Kridalaksana, berpulang. Penelitian dan buku-buku yang ia tulis memberi sumbangsih besar bagi dunia linguistik Indonesia.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dunia linguistik Indonesia kehilangan sosok Harimurti Kridalaksana (82), seorang pakar sekaligus pengajar yang gigih mengangkat reputasi linguistik Indonesia. Ia meninggal dunia pada Senin (11/7/2022) dini hari dan rencananya dikremasi di Tangerang, Senin sore.
Harimurti yang bernama lengkap Raden Mas Hubert Emmanuel Harimurti Kridalaksana lahir di Ungaran, Jawa Tengah pada 23 Desember 1939. Ia merupakan Guru Besar Ilmu Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) yang telah purna tugas.
Pada 1963, ia menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Sastra UI. Ia beberapa kali belajar di Amerika Serikat setelah lulus. Pada 1985, almarhum menjadi pengajar dan peneliti tamu di Johan Wolfgang Goethe Universitat, Jerman, lantas meraih gelar doktor ilmu sastra pada 1987.
Harimurti merupakan sosok yang dekat dengan ilmu linguistik. Ia perintis Pusat Leksikologi dan Leksikografi UI (kini Laboratorium Leksikologi dan Leksikografi). Laboratorium ini berkembang setelah Anton M Moeliono membuka mata kuliah leksikografi di Fakultas Sastra UI (sekarang FIB UI) pada tahun 1980-an. Perkembangan mata kuliah dan kesadaran akan pentingnya dunia perkamusan mendorong pembentukan laboratorium ini.
Berkat kiprahnya, bahasa Indonesia punya arah yang jelas tentang bagaimana ia ditempatkan sebagai bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa persatuan.
“Sejak itu, kajian leksikologi dan leksikografi tidak hanya fokus pada bahasa Indonesia, tapi juga bahasa daerah dan bahasa asing. Produk perkamusan dan hasil-hasil kajian leksikologi dan leksikografi disebarluaskan tidak hanya di lingkungan UI, tapi juga masyarakat luas,” kata pengajar FIB UI Untung Yuwono.
Selain guru besar, Harimurti juga pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Sastra Indonesia di UI, Rektor Universitas Katolik Atma Jaya, serta Rektor Universitas Buddhi Dharma. Ia juga menjadi Ketua Himpunan Pembina Bahasa Indonesia, Ketua Masyarakat Linguistik Indonesia, hingga anggota International Committee on Indonesian Etymology.
Bahasa Indonesia lampau
Menurut kritikus sastra sekaligus dosen FIB UI Maman S Mahayana, hal paling berkesan dari sosok Harimurti, yang ia panggil Pak Hari, adalah gagasan almarhum tentang masa lampau bahasa Indonesia. Isu ini tidak banyak disentuh peneliti lain. Pemikiran Hari tentang ini ditulis di buku berjudul Masa Lampau Bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai.
“Berkat kiprahnya, bahasa Indonesia punya arah yang jelas tentang bagaimana ia ditempatkan sebagai bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa persatuan. Penetapan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, sebagaimana dirumuskan dalam Sumpah Pemuda, tidak lahir begitu saja,” ucap Maman yang juga murid Hari.
Pemikiran Hari tidak hanya membuka perspektif kebahasaan, tapi juga menjabarkan perjalanan panjang bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Melayu. Di sisi lain, Hari vokal menyuarakan jasa Raja Ali Haji (1808-1873) sebagai peletak dasar tata bahasa Melayu. Raja Ali Haji adalah ulama, sejarawan, dan penulis yang lahir di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau.
Pada 2004, Raja Ali Haji diangkat menjadi pahlawan nasional Indonesia. Maman mengatakan, Hari merupakan salah satu pengusulnya. Hari juga disebut memberi fondasi kuat tentang peran Raja Ali Haji.
Mengutip laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Hari telah menulis lebih dari 100 makalah dan lebih dari 20 judul buku. Beberapa bukunya adalah Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia, Kamus Linguistik, dan Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Ia juga menulis buku yang menjadi acuan penting dalam linguistik bahasa Indonesia, yaitu Beberapa Prinsip Perpaduan Leksem dalam Bahasa Indonesia.
Hari juga berperan sebagai editor pada penyusunan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua. Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Endang Aminudin Aziz, mengatakan, Hari menambahkan 10.000 entri baru. Ia pun menambahkan sedikitnya sembilan hal di KBBI II, antara lain pemenggalan kata, pemberian label kelas kata, imbuhan bahasa Indonesia, ungkapan bahasa daerah atau asing, serta penambahan aksara jawi.
“Almarhum selalu menulis atau memaparkan sesuatu berdasarkan penelitian beliau sendiri atau hasil bacaan. Menurut saya, ilmuan yang benar-benar menggunakan hasil risetnya sendiri itu cukup langka,” kata Endang.
Hingga akhir hayatnya, Harimurti Kridalaksana dikenal sebagai orang yang rendah hati dan sangat peduli dengan perkembangan ilmu pengetahuan, utamanya soal linguistik. Maman menambahkan, Harimurti cocok disebut Bapak Linguistik Indonesia.