Peta Jalan Internasionalisasi Bahasa Indonesia Sedang Disiapkan
Berbagai upaya internasionalisasi bahasa Indonesia terus ditempuh pemerintah. Namun, tanpa peta jalan, tidak ada strategi, target, dan pembagian tanggung jawab yang jelas secara berkelanjutan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Upaya meluaskan jangkauan bahasa Indonesia ke dunia internasional terus dilakukan. Namun, peta jalan untuk menyinergikan seluruh potensi di dalam dan luar negeri agar bahasa Indonesia bisa menjadi bahasa internasional hingga saat ini belum ada.
Pernyataan Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri Yaakob bulan April 2022 saat berkunjung ke Indonesia sebenarnya bisa menjadi momentum untuk kembali merefleksikan perjalanan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Usul Ismail Sabri Yaakob agar bahasa Melayu dijadikan bahasa resmi ASEAN ditolak Pemerintah Indonesia.
Sebab, pada kenyataannya perkembangan bahasa Indonesia di dunia internasional telah jauh melampaui bahasa asalnya, yakni bahasa Melayu. Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 44 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, disebutkan bahasa Indonesia harus bisa dibawa menjadi bahasa internasional.
”Sampai saat ini memang belum ada peta jalan yang utuh tentang target bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Pada akhir tahun lalu, saya sudah memikirkan Badan Bahasa harus mulai mendiskusikan peta jalan ini. Tahun 2022 ini semoga bisa selesai agar di tahun depan mulai ada pijakan secara berkelanjutan untuk membawa bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar internasional,” kata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi E Aminuddin Aziz yang dihubungi dari Jakarta, Jumat (29/4/2022).
Pentingnya peta jalan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional juga disampaikan Kepala Divisi Internasionalisasi Bahasa Universitas Muhammadiyah Malang Faizin serta penulis dan sastrawan nasional Muhammad Rois Rinaldi di webinar Internasionalisasi Bahasa Indonesia dan peluncuran buku Bahasa Indonesia untuk Bahasa ASEAN yang inisiasi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Inggris dan Afiliasi Pengajar dan Pegiat Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (APPBIPA) Inggris, Rabu (27/4/2022).
Menurut Faizin, adanya peta jalan dapat mengakselerasi internasionalisasi bahasa Indonesia, mengingat upaya internasionalisasi bukan hal baru. ”Berbicara internasionalisasi bukan hanya hajat Badan Bahasa Kemendikbudristek, melainkan hajat bersama seluruh warga negara. Perlu juga sinergi para pemangku kebijakan untuk upaya akselerasi internasionalisasi bahasa Indonesia,” kata Faizin.
Sementara itu, Rois mendukung ketersediaan peta jalan internasionalisasi bahasa Indonesia agar setiap pihak dapat memahami peran masing-masing. ”Pemerintah memberikan sebuah peta untuk memahami strategi mewujudkan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional,” tegas Rois.
Target 2045
Aminuddin mengatakan, secara legal formal sudah jelas komitmen Indonesia untuk meningkatkan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Karena itu, peta jalan dibutuhkan agar ada strategi yang dikembangkan, pembagian tanggung jawab dari beberapa kementerian/lembaga, hingga target atau timeline untuk bisa merealisasikannya. Apalagi, saat Kongres Bahasa Indonesia XI tahun 2018 ada target untuk internasionalisasi bahasa Indonesia pada 2045.
”Jika ada target tahun 2045 untuk menginternasionalkan bahasa Indonesia, ya, harus bisa lebih serius dibahas dan ditafsirkan. Bahasa internasional ini apakah jadi target salah satu bahasa resmi yang digunakan di Perserikatan Bangsa-Bangsa atau jadi bahasa pengantar atau pergaulan internasional (lingua franca) plus,” kata Aminuddin.
Berbagai upaya untuk memperkuat penggunaan bahasa Indonesia di luar negara Indonesia terus dilakukan dengan difasilitasi Badan Bahasa ataupun secara mandiri. Persebaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) pada tahun 2015-2022 sudah ada di 428 lembaga, baik di kawasan Amerika, Eropa, Asia Pasifik, maupun Asia Tenggara. Bahasa Indonesia digunakan di 49 negara, dengan jumlah penutur hampir 10 juta orang. Di Indonesia penutur sekitar 269 juta orang.
Bahkan, di buku-buku lingusitik, bahasa Indonesia tidak dikenal. Lebih dikenalnya sebagai bahasa. Hal yang terlihat kecil ini harus jadi kesadaran untuk membenahi agar penyebutannya bisa ditegaskan menjadi bahasa Indonesia, bukan bahasa.
Namun, jalan bahasa Indonesia menuju bahasa internasional masih menghadapi sejumlah tantangan. Beberapa tantangan itu seperti masih beragamnya sikap bahasa para pelaku diplomasi bahasa dan pemangku kepentingan, banyak yang merasa cukup dengan bahasa internasional yang sudah ada, belum merasa yakin akan potensi keberterimaan bahasa Indonesia di panggung dunia, hingga tidak menjadikan kompetensi berbahasa Indonesia sebagai syarat tenaga kerja asing di dalam negeri.
Selain itu, sinergi di antara pemangku kepentingan untuk tujuan internasionalisasi bahasa Indonesia masih lemah. Kurang dikenalnya bahasa Indonesia di negara-negara tertentu hingga keterbatasan sumber daya manusia yang dapat dimobilisasi.
”Bahkan, di buku-buku lingusitik, bahasa Indonesia tidak dikenal. Lebih dikenalnya sebagai bahasa. Hal yang terlihat kecil ini harus jadi kesadaran untuk membenahi agar penyebutannya bisa ditegaskan menjadi bahasa Indonesia, bukan bahasa,” ujar Aminuddin.
Secara terpisah, Duta Besar RI untuk Inggris Desra Percaya mengapresiasi inisiatif PPI Inggris yang menghasilkan buku Bahasa Indonesia untuk Bahasa ASEAN. Buku tersebut menampung gagasan dua belas penulis tentang alasan bahasa Indonesia layak dipertimbangkan sebagai bahasa resmi ASEAN.
Para penulisnya berasal dari beberapa negara ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan Thailand. Mereka memotret kelayakan dari berbagai sudut pandang sejarah, politik, dan ekonomi, serta aspek linguistik.
”Ini merupakan kontribusi penting rekan-rekan PPI-UK dalam membantu KBRI menjalankan diplomasi kebahasaan sebagai upaya memperkuat bahasa Indonesia di pentas dunia,” kata Desra.
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengutarakan, upaya internasionalisasi bahasa Indonesia merupakan perwujudan jati diri dan upaya meningkatkan daya saing bangsa. ”Bahasa Indonesia juga sebagai salah satu aset daya lunak atau soft power Indonesia yang dapat dimanfaatkan dalam diplomasi publik,” kata Faizasyah.
Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri menyoroti tantangan internal dalam internasionalisasi bahasa Indonesia, dengan munculnya bahasa gaul yang digunakan dalam pergaulan di masyarakat yang dapat menghilangkan identitas keindonesiaan. Dia mendorong agar Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) dimanfaatkan untuk penguatan internasionalisasi.
”Sudah saatnya para pekerja asing yang akan bekerja di Indonesia dipersyaratkan memperoleh sertifikat UKBI. Demikian pula untuk proses naturalisasi warga asing,” kata Fikri.
Menurut Fikri, upaya menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional merupakan sebuah keputusan bersama DPR dan pemerintah. Komisi X mendorong penerapan bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa pengantar dalam proses pendidikan maupun sebagai pelajaran wajib dalam kurikulum.
Dosen bahasa di King’s College London, Nick Andon, menyampaikan pentingnya belajar bahasa selain untuk tujuan komunikasi juga memperkaya kemampuan diri. ”Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat layak untuk dijadikan bahasa di tingkat regional seperti ASEAN,” ujar Nick yang juga pemelajar BIPA di Inggris.