Dunia berubah. Ritual keagamaan yang dulu berlangsung dalam ruang sakral kini ringan saja dipamerkan ke jagat digital melalui media sosial. Inilah metamorfosis ibadah seiring revolusi teknologi komunikasi dan informasi.
Oleh
ILHAM KHOIRI
·4 menit baca
Dulu, jemaah umrah atau haji menyimpan pengalaman tawaf di Kabah, Mekkah, Arab Saudi, sebagai kenangan pribadi. Kini, seiring revolusi teknologi, momen ibadah itu juga diabadikan lewat selfie atau swafoto yang lantas diudar di media sosial. Bagaimana mencermati fenomena ini?
”Labbaika allahumma labbaik....” Kalimat itu terus dikumandangkan ratusan jemaah sambil mengelilingi Kabah. Senin (13/6/2022) sekitar pukul 04.00 waktu Arab Saudi. Cuaca cukup sejuk. Lampu di Masjidil Haram berpendar-pendar memecah gelap.
Orang-orang dari berbagai penjuru dunia dengan kain ihram putih-putih terus melantunkan doa seraya berputar melawan arah jarum jam. Kelar tujuh putaran, sebagian mereka kemudian mundur agak ke belakang, lantas shalat sunah dua rakaat.
Di antara jemaah itu, ada Muh Subhi (51), lelaki asal Margoyoso, Pati, Jawa Tengah. Dia duduk bersebelahan dengan Tedjo (54), juga asal Pati, yang merupakan kelompok terbang pertama dari embarkasi Solo yang tiba di Mekkah, Minggu malam. Keduanya shalat dengan khusyuk, lantas duduk bersimpuh sambil menatap Kabah. Mata mereka basah.
Seusai shalat dan berdoa, Subhi bercerita, dia bersama istrinya, Masrukah (48), telah sembilan hari di Madinah dan datang ke Mekkah untuk beribadah haji. Ini impian yang lama diidamkan.
Dia pernah umrah, tetapi belum haji. Setelah menabung bertahun-tahun dari hasil usaha tambak udang dan bandeng, dia mendaftar haji dan mendapat giliran berangkat tahun 2020. Namun, rencana itu tertunda akibat pandemi Covid-19. Baru tahun 2022, mimpi itu terwujud.
”Bersyukur, kami bisa ke sini lagi,” katanya kepada wartawan Kompas yang meliput langsung di Mekkah sebagai anggota tim Media Center Haji (MCH). Subhi lantas merogoh tas selempang kecil di pinggang, ambil telepon genggam, lalu memotret Kabah bersama dirinya. ”Foto ini untuk kenang-kenangan. Ini peristiwa langka bagi saya, jadi perlu disimpan, buat nanti dilihat-lihat kalau sudah pulang,” katanya.
Di depan Subhi dan Tedjo, banyak anggota jemaah dari banyak negara juga berswafoto. Ada yang berfoto sambil berjalan, foto seraya mepet dinding pagar di luar Kabah, dekat makam Ibrahim, dekat Multazam, atau di pojok depan Hajar Aswad. Sebagian minta tolong sesama jemaah untuk saling memotret.
Para askar, petugas keamanan Arab Saudi berseragam loreng, membiarkan aksi berfoto-foto itu. Namun, mereka meminta jemaah agar tidak berhenti di tengah putaran sehingga mengganggu arus jemaah. ”Ya, haj, haj…. Tawaf-tawaf!” seru askar agar jemaah bergerak.
Jika menengok jagat maya, kita menemukan banyak foto selfie yang diunggah di akun media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, atau Tiktok. Tak hanya di Kabah, banyak orang mengunggah foto-foto saat sai di bukit Shafa dan Marwah, wukuf di Arafah, melempar jumrah di Mina, tahalul, atau berpose di depan Masjidil Haram atau di Masjid Nabawi di Madinah. Semua amalan ibadah di situs-situs sakral itu tak lepas dari aktivitas selfie.
”Saya simpan foto selfie haji di Facebook buat jaga-jaga jika foto atau handphone rusak, kan, bisa diunduh lagi,” kata Sholehuddin, warga di Sidoarjo, Jawa Timur, yang pernah haji tahun 2018 dan menjadi petugas haji tahun 2019. Sesekali dia melihat dokumentasi ibadah itu, lalu berdoa agar berkah dari Baitullah terus mengalir kepadanya.
Sejak kapan swafoto mulai marak di Kabah? Menurut pengajar antropologi budaya di King Fahd University of Petroleum & Minerals, Dhahran, Arab Saudi, Sumanto Al Qurtuby, Pemerintah Arab Saudi pernah melarang swafoto beberapa tahun silam di Kabah dan Masjid Nabawi. Banyak polisi syariat yang berjaga. Beberapa tahun belakangan, swafoto diizinkan seiring keterbukaan di negeri itu.
Mungkin ada faktor moderasi beragama yang menguat di Arab Saudi sehingga swafoto dianggap wajar.
”Orang-orang Arab Saudi sendiri juga suka selfie dan foto-foto di berbagai acara. Maka, jemaah juga sekarang semakin leluasa ambil foto di Kabah,” katanya.
Sumanto mengungkapkan, swafoto di tempat-tempat suci agama Islam atau agama-agama lain merupakan hal wajar. Orang suka menunjukkan foto diri sendiri.
Manusia pada dasarnya ingin menonjolkan diri. Swafoto juga dapat dibaca sebagai fenomena orang yang gemar pamer kesalehan, seperti telah menunaikan ibadah haji dan umrah. ”Itu juga bagian dari perkembangan teknologi mobile phone,” katanya.
Meledaknya swafoto seiring bertambahnya pengguna gawai. Revolusi teknologi informasi menciptakan telepon pintar yang kian canggih dan media sosial terus dikembangkan demi mewadahi hasrat komunikasi manusia. Lewat kanal-kanal media sosial, seseorang menyimpan momen berharga dirinya, lantas membagikannya kepada keluarga, teman, atau siapa pun yang terhubung dalam jaringannya.
Bagaimana sebenarnya hukum swafoto di depan Kabah? ”Selfie boleh, tidak membatalkan keabsahan ibadah. Kadang askar yang berjaga di Kabah juga ikutan selfie,” kata konsultan ibadah haji Daerah Kerja Mekkah, Aswadi.
Terkait umrah atau haji, swafoto juga tidak termasuk dalam larangan, seperti berbuat buruk, berbicara kotor, mencuri, atau berdebat yang memicu kekerasan.
Bagi Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya itu, swafoto juga bermanfaat. Foto dapat menghidupkan memori seseorang pada momen kedekatan dengan Allah di Kabah sehingga berpotensi mengingatkan orang itu agar selalu berbuat baik. Foto-foto haji juga menjadi bagian dari syiar haji, umrah, dan Islam.
Hanya saja, Aswadi berpesan, sebaiknya swafoto dilakukan setelah jemaah kelar beribadah. Umrah dan haji perlu fokus dan kekhusyukan. Selfie boleh, tetapi jangan berlebihan.