Peningkatan kasus yang tinggi di Surabaya, Jawa Timur, jika semakin tidak terkendali dapat menaikkan level pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat,
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO, AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kenaikan kasus Covid-19 di Surabaya, Jawa Timur, masih cukup tinggi. Jika kasus terus menanjak atau situasi pandemi memburuk, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM level 1 yang saat ini berlangsung bisa berubah ke level 2 atau lebih ketat.
Lima dari tujuh hari terakhir, menurut laman resmi https://infocovid19.jatimprov.go.id/, Senin (31/1/2022) petang, kenaikan kasus Covid-19 di Surabaya tinggi. Berturut-turut, kenaikan harian 99 kasus (66 kasus sembuh), 99 kasus (69 kasus sembuh), 115 kasus (80 kasus sembuh), 171 kasus (100 kasus sembuh), dan 128 kasus (109 kasus sembuh).
Kasus aktif yang menandakan jumlah warga Surabaya dirawat sebanyak 281 orang atau bertambah 19 orang dari hari sebelumnya. Kasus aktif di Surabaya setara 20,5 persen dari 1.371 kasus aktif se-Jatim. Kenaikan kasus Covid-19 ini seperti prediksi epidemiolog, yakni dimulai pekan keempat/kelima seusai masa libur Natal dan Tahun Baru atau Februari-Maret 2022. Peningkatan kasus terindikasi serangan varian Omicron dan turunannya yang amat cepat menular.
Berdasarkan kriteria pengendalian pandemi Covid-19, jika suatu daerah dengan level 1 terjadi peningkatan kasus konfirmasi lebih dari 20 persen per 100.000 penduduk, level PPKM akan naik ke level 2. Menurut Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, peningkatan kasus sudah menyentuh 16 persen sehingga kenaikan level membayangi kota berpopulasi hampir 3 juta jiwa ini.
”Kalau balik ke level 2, PPKM lebih ketat lagi atau rugi untuk semua,” kata Eri seusai pertemuan dengan sepuluh partai politik.
Untuk itu, kebijakan antisipatif agar situasi tidak memburuk sedang ditempuh, misalnya menutup lagi delapan taman kota yang sempat dibuka, mendorong pemakaian aplikasi PeduliLindungi meluas hingga ke permukiman tingkat RT/RW, tetap agresif dalam pelacakan (kontak erat), pengetesan (PCR terhadap mereka yang dicurigai terjangkit), penanganan (pasien Covid-19), penegakan protokol kesehatan, dan gencar vaksinasi.
Eri mengatakan, semua unsur masyarakat harus terlibat dalam pengendalian sehingga situasi tidak memburuk. Untuk itulah, ia meminta kehadiran petinggi partai politik di Surabaya turut membantu kinerja pengendalian pandemi di tingkat masyarakat. ”Tidak bisa pemerintah sendirian menghadapi pandemi tanpa keterlibatan aktif seluruh unsur masyarakat, terutama penegakan protokol kesehatan,” ujarnya.
Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Surabaya, yang juga Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono, mengatakan, seluruh kader partai berlambang Moncong Putih siap membantu aparatur terpadu untuk mendorong penegakan protokol kesehatan guna mencegah penularan meluas. ”Sinergi harus terus dilakukan,” ujarnya.
Senada dengan itu diutarakan Ketua Partai Persatuan Pembangunan Surabaya Buchori Imron. Seluruh kader partai berlambang kabah itu diminta proaktif dalam penegakan protokol kesehatan dan membantu kepanjangan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di RT/RW. ”Seluruh kader diingatkan agar membantu aparatur jika patroli atau razia untuk penegakan protokol kesehatan,” katanya.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia Surabaya Brahmana Askandar mengatakan, protokol kesehatan tetap merupakan langkah sederhana yang manjur untuk mengantisipasi perburukan situasi pandemi Covid-19. Protokol itu ialah berpelindung diri, terutama bermasker; memelihara kebersihan diri, terutama rutin mencuci tangan; dan menjaga jarak sekaligus menghindari kerumunan.
”Dalam situasi yang sedang melandai sampai saat ini, pembatasan mengendur berikut penerapan protokol kesehatan oleh setiap individu,” kata Brahmana. Kendurnya kedisiplinan ditambah serangan varian baru yang amat menular menjadi kombinasi kuat untuk membuat kenaikan kasus kembali melejit.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, menambahkan, aparatur terpadu diminta menjaga situasi kritis tidak sampai terjadi. Yang dimaksud ialah agar peningkatan kasus tidak sampai meledak sehingga menggoyahkan layanan kesehatan. Selain itu, menjaga agar dampak terhadap pasien tidak sampai fatal atau mematikan.
”Kalau kasus terjangkit, semoga seluruhnya tidak bergejala sehingga tidak sampai harus ditangani di rumah sakit atau bahkan meninggal. Jika tetap rendah dan kenaikan kasusnya terkendali, Surabaya bisa terus level 1,” kata Windhu.