logo Kompas.id
HukumSetelah Putusan MK, DKPP...
Iklan

Setelah Putusan MK, DKPP Didorong Cari Format Baru Menyidang Perkara Etik

”DKPP ialah lembaga semiperadilan yang dalam menjalankan proses penegakan etik penyelenggara pemilu selama ini ada nuansa peradilannya. Namun, tetap tak boleh dia merasa bagian dari cabang yudikatif,” kata Feri Amsari.

Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
· 5 menit baca
Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman berbincang dengan pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity, Hadar Nafis Gumay, seusai sidang pembacaan putusan uji materi beberapa ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2019).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman berbincang dengan pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity, Hadar Nafis Gumay, seusai sidang pembacaan putusan uji materi beberapa ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2019).

JAKARTA, KOMPAS — Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 32/PUU-XIX-2021 secara eksplisit menyebut bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP bukanlah lembaga peradilan. Pakar tata negara mendorong DKPP mencari format baru dalam menyidangkan perkara etik.

”Sifat final dan mengikat putusan DKPP tidak dapat disamakan dengan putusan final dan mengikat dari lembaga peradilan pada umumnya. Karena DKPP bukan lembaga peradilan, melainkan perangkat internal penyelenggara pemilu yang diberi wewenang oleh UU,” ujar hakim konstitusi Suhartoyo saat membacakan pertimbangan putusan, Selasa (29/3/2022).

Editor:
ANTONY LEE
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000