”Sneakers” hingga Jaket Pilihan Presiden
Bandung kian teruji menjaga statusnya sebagai kota kreatif lewat produk lokal berkualitas yang turut dikampanyekan Presiden Joko Widodo dengan mengenakan ”sneakers” dan jaket produk anak muda Bandung.
Puluhan sepatu beragam warna menghiasi dinding kantor Nah Project, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (14/12/2021). Di bawahnya tertempel kertas-kertas bergambar sepatu merek internasional yang menjadi referensi pasar sneakers terkini.
Sepatu-sepatu itu menjadi buah kreativitas Nah Project selama empat tahun terjun meramaikan persaingan industri sepatu dalam negeri. Salah satu produknya dipakai Presiden Joko Widodo saat menjajal Sirkuit Mandalika di Nusa Tenggara Barat, November 2021.
Presiden mengenakan sneakers tipe Flexknit V3.0 warna hitam. Sepatu itu satu dari lima outfit karya anak negeri yang dikenakan Presiden saat ”mengaspal” di sirkuit internasional tersebut. Dua item lainnya, jaket dan helm, juga berasal dari ”Kota Kembang”.
Baca juga : Industri Kreatif Penopang Baru Ekonomi Warga
Foto Jokowi memakai produk karya anak bangsa itu diunggah di akun Instagram-nya. Postingan itu disukai hampir 500.000 akun dan mendapatkan lebih dari 8.000 komentar.
”Eksposurnya sangat besar setelah dipakai Presiden. Dampaknya luar biasa bagi produk lokal sekaligus motivasi untuk semakin berkembang,” ujar Creative Director Nah Project San Teresia Panglipurati.
Baca juga : Presiden Joko Widodo Resmikan Sirkuit Mandalika
Produk Nah Project telah mencuri perhatian Jokowi sejak 2018. Saat itu, Presiden membeli tiga pasang sneakers Flexknit V2.0 yang diantar langsung ke Istana Bogor. Presiden memamerkan sepatu itu lewat media sosial.
Sontak saja Nah Project dibanjiri pesanan. Sejumlah 1.000 pasang sneakers Flexknit V2.0 ludes terjual dalam 10 menit. Padahal, sebelumnya, volume penjualan semua produk hanya sekitar 100 pasang per bulan.
Pencapaian itu tak membuat Sante, sapaan San Teresia, dan rekan-rekannya cepat puas. Mereka paham, persaingan industri sneakers sangat ketat. Inovasi dituntut hadir setiap saat.
Oleh sebab itu, sejak merintis bisnis pada Oktober 2017, mereka berusaha menawarkan unsur-unsur pembeda. Salah satunya, konsep transparansi harga. Konsep ini ditampilkan dalam situs web Nah Project sehingga dapat diketahui masyarakat luas.
Baca juga : Pameran Sepatu ”Sneakers” Lokal di Jakarta
Sneakers tipe Flexknit V3.0, misalnya, dibanderol Rp 415.000. Harga itu merupakan akumulasi biaya material Rp 129.597, pengerjaan Rp 86.397, pengemasan Rp 21.820, serta biaya operasional, penelitian dan pengembangan, lalu laba Rp 177.186.
”Konsep ini untuk mengedukasi pelanggan. Mereka berhak tahu mengapa harga produk kami bisa lebih murah dibandingkan brand global. Padahal, kualitas materialnya tidak jauh berbeda. Bisa dibilang ini salah satu senjata kami,” ucapnya.
Sante mengatakan, sejumlah merek (brand)sepatu global mempunyai pabrik di Tanah Air. Perusahaan raksasa itu juga menggunakan tenaga kerja Indonesia. ”Itu artinya, bangsa kita mampu untuk membuat produk sendiri yang berkelas. Inilah yang harus diwujudkan dengan terus berinovasi,” lanjutnya.
Dalam membangun iklim inovasi, Nah Project menargetkan merilis produk baru sebulan sekali. Setiap produk dikonsep, diteliti, dikerjakan, dan dikemas dalam waktu enam bulan.
”Apa yang akan dirilis enam bulan ke depan sudah kami pikirkan dan diskusikan sekarang. Jadi, kami harus terus berinovasi agar bisa bersaing dengan brand-brand besar,” katanya.
Baca juga : Dukung Digitalisasi Pasar UMKM, Belanja Produk Lokal Digaungkan
Sebelum dirilis, sekitar 20 pasang sepatu dikirimkan kepada sejumlah kolektor dan mitra komunitas sneakers untuk diulas keunggulan dan kekurangannya. Tujuannya, mendapat umpan balik sehingga produk bisa diperbaiki sebelum dipasarkan.
”Minimal orang Indonesia memakai produk dan brand Indonesia. Tujuan besarnya, tentu produk dalam negeri bisa tembus ke pasar global,” ujarnya.
Strategi menonjolkan desain unik dan produksi terbatas juga digunakan Rabbit and Wheels, brand jaket asal Bandung, untuk merebut hati pelanggan. Setiap model jaket hanya diproduksi 200-300 potong. Setelah itu, produksi jaket motor tersebut dihentikan, lalu dilanjutkan merilis model baru. Hal ini menjadi strategi membangun kesan produk eksklusif.
Rata-rata kurang dari sebulan produknya habis diburu pelanggan. Bahkan, untuk beberapa model, tak sampai seminggu sudah tandas.
Merek ini pun semakin dikenal setelah dipakai Presiden Jokowi saat menjajal Sirkuit Mandalika. Buktinya, lebih dari 20 jaket yang menggantung di rak toko Rabbit and Wheels, Kota Bandung, Rabu, sudah berjodoh dengan pemiliknya.
”Semua ini sudah ada yang punya, preorder (pesan awal). Sepertinya efek dari jaket kami yang digunakan Presiden waktu di Mandalika kemarin,” kata pemilik Rabbit and Wheels, Irvan Octria.
Baca juga : Selamat Jalan, ”Pileuleuyan” Mang Oded...
Kebanggaan Irvan pun membuncah. Ia tak menyangka jaket rancangannya dipakai oleh orang nomor satu di republik ini.
”Pesanan datang dari nomor bisnis kami. Tidak ada dari pihak Bapak (Presiden) yang mendatangi saya. Karena itu, saya sangat terkejut saat ada yang memesan lalu bertanya, ’Kalau untuk Bapak Joko Widodo baiknya ukuran apa, ya?’. Saya percaya tidak percaya,” ujarnya antusias.
Dampaknya, sekitar 100 jaket dengan desain seperti yang digunakan Presiden ludes dalam waktu kurang dari sehari. Jaket dengan desain lain pun laris terjual.
Salah satu bahan produk Rabbit and Wheels adalah nylon mesh yang mampu menahan angin saat berkendara. Bentuknya kokoh dan seakan memeluk tubuh, membuat pengendara lebih percaya diri dan merasa aman.
Baca juga : Berbelanja Produk Lokal
Kesan ”ramai” menjadi ciri khas jaket Rabbit and Wheels. Selain gambar kelinci beroda yang menjadi logo merek tersebut, juga terdapat beragam pernak-pernik emblem dan bordiran.
”Bagi saya, brand itu napasnya akan panjang kalau ditunggu pelanggan. Jadi, kami memang sengaja membuat terbatas, limitnya sampai 500 unit. Jaketnya memiliki kesan eksklusif dan orang-orang akan penasaran untuk menunggu artikel (model) berikutnya,” ujarnya.
Sebelum merintis usaha Rabbit and Wheels pada 2020, Irvan juga pengguna jaket motor karena punya hobi tur (touring). Ia menilai, harga jaket impor terlalu mahal. Hal inilah yang mendorongnya untuk membuat jaket sendiri.
”Harga jaket impor bisa sampai Rp 5 juta. Sementara harga jaket yang kami jual sekitar Rp 1,5 sampai Rp 1,7 juta dan jika ditambah bantalan pengaman bisa Rp 2 juta. Ini jauh lebih hemat dan tentu tetap mengutamakan kualitas,” katanya.
Produk-produk mode asal Bandung terus bermunculan di tengah gempuran brand raksasa global.
Keamanan dan kenyamanan jaket Rabbit dan Wheels dirasakan Hilman (21), warga Cibabat, Kota Cimahi, Jabar. Sebagai mahasiswa, dia kerap menggunakan sepeda motor ke kampusnya yang berjarak lebih kurang 10 kilometer dari rumahnya.
”Saya punya dua. Ini yang sering dipakai, lalu ada lagi yang putih. Itu untuk jalan-jalan Minggu pagi atau sunmori (Sunday morning ride). Kalau dipakai harian, takut kotor,” ujarnya tertawa.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil juga ikut mengomentari unggahan Instagram Presiden saat menjajal Sirkuit Mandalika. ”Empat dari lima yang dipakai Bapak adalah produk kreatif Jawa Barat. Produk Jabar juara untuk Indonesia hebat,” tulisnya.
Dalam beberapa kesempatan, Emil, sapaan Ridwan Kamil, mendorong masyarakat untuk bangga memakai produk buatan Indonesia. Bahkan, ia mengibaratkan belanja produk lokal di saat pandemi Covid-19 sebagai bentuk bela negara.
”Kita harus mandiri. Ekonomi kita akan luar biasa kalau mengandalkan kaki sendiri dan kekompakan,” ucapnya.
Produk-produk mode asal Bandung terus bermunculan di tengah gempuran brand raksasa global. Tumbuhnya tren bangga memakai buatan dalam negeri harus dijawab dengan melahirkan karya anak bangsa yang berdaya saing. Membuka jalan merek lokal menjadi raja di rumah sendiri. Geliat mode Kota Bandung memang tak ada hentinya.