Jangan Sembarangan Unggah Sertifikat Vaksinasi, Awas Data Pribadimu Dicuri!
Hati-hati mengunggah sertifikat vaksinasi yang berisi sejumlah data pribadi. Jika lengah, data pribadi, seperti NIK dan tanggal lahir, dapat menjadi jalan masuk bagi para kriminal untuk melakukan penipuan.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mengunggah sertifikat vaksinasi ke media sosial dinilai perlu dihindari. Data pribadi yang tercantum dalam sertifikat tersebut dapat memunculkan potensi pencurian identitas hingga bahan profiling calon korban penipuan.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar pada Selasa (25/3/2021) mengatakan, upaya profiling terhadap seseorang akan sangat mudah dilakukan dengan sejumlah data pribadi yang ditampilkan dalam sertifikat vaksinasi, yakni nama, nomor induk kependudukan (NIK), dan tanggal lahir.
”Ketika nama, NIK, dan tanggal lahir dikombinasikan, itu bisa memunculkan potensi risiko pencurian identitas yang sangat besar. Ini jelas akan merugikan si pemilik atau subyek data pribadi tersebut,” ujar Wahyudi yang juga menjadi Koordinator Koalisi Advokasi Perlindungan Data Pribadi.
Ada banyak sekali modus penipuan yang awalnya profiling calon korban. Jadi, sekarang harus benar-benar hati-hati kalau harus share data pribadi.
Dalam sertifikat vaksinasi setidaknya ada lima titik data pribadi, yakni nama penerima, NIK 16 digit, tanggal lahir, kode sertifikat 24 digit alfanumerik (kombinasi huruf dan angka), dan kode QR. Dalam sertifikat tersebut juga disebutkan itu sertifikat untuk vaksinasi pertama ataupun kedua, beserta tanggal penerimaan vaksin.
Pegiat teknologi informasi Ahmad Alghozi menyatakan pendapat senada. Bahkan, kode QR pun bagi peretas yang memiliki kemampuan teknis tinggi dapat digunakan sebagai jalan masuk untuk mencuri data pribadi.
”Menurut saya, jangan di-upload ke mana pun, cukup untuk diri sendiri. Di era sekarang dan ke depan, teknologi informasi mengubah dunia privasi setiap orang. Maka, jagalah privasi diri Anda dari sekarang untuk investasi masa depan terkait data pribadi,” kata Alghozi yang juga merupakan pendiri platform FightCovid19.
Mengingat di fase awal ini kalangan lansia mendapatkan prioritas, pakar keamanan siber Satriyo Wibowo mengkhawatirkan kelompok ini dapat menjadi target modus penipuan akibat kurangnya pemahaman terhadap teknologi digital.
Misalnya, data pribadi yang disebarluaskan oleh korban yang cenderung ”gaptek” dapat digunakan sebagai jalan masuk untuk mendekati si korban.
”Ada banyak sekali modus penipuan yang awalnya profiling calon korban. Jadi, sekarang harus benar-benar hati-hati kalau harus share data pribadi,” kata Satriyo yang juga Sekretaris Forum Keamanan Siber Indonesia (Indonesia Cyber Security Forum/ICSF).
Jikapun merasa perlu mengunggah sertifikat, menurut Satriyo, cukup menunjukkan nama dan menutup segala data yang lain.
Dengan alasan yang sama, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito juga meminta masyarakat tidak mengunggah sertifikat vaksinasi ke media sosial. ”Gunakan sertifikat tersebut sesuai kebutuhannya karena tersebarnya data pribadi dapat membawa risiko,” kata Wiku.
Wiku mengatakan, berdasarkan data terbaru hingga 20 Maret 2021, masyarakat yang sudah menerima vaksin Covid-19 berjumlah sekitar lima juta orang sejak program dimulai pada pertengahan Januari 2021. Pemerintah menargetkan 70 persen populasi Indonesia atau sekitar 180 juta jiwa mendapat vaksin Covid-19.