Sakit Pinggang Datang Saat Kerja di Rumah
Bekerja dari rumah menjadi jamak di tengah pandemi. Ada konsekuensi yang dialami para pekerja. Berikut ulasan beserta tips mengatasi keluhan fisik selama bekerja dari rumah.
JAKARTA, KOMPAS — Setahun berjalan bersama pandemi turut memengaruhi gaya bekerja karyawan kantoran. Adaptasi kebiasaan bekerja mesti diterapkan demi menciptakan suasana kerja yang lebih sehat.
Hampir satu tahun ini, Galih Puji Mulyadi (30) lebih banyak menghabiskan waktu kerja di rumah. Pertengahan Maret tahun lalu, guru di SMA Negeri 1 Geger, Madiun, Jawa Timur, ini mulai mengajar murid-muridnya secara daring.
”Sempat melakukan uji coba pembelajaran tatap muka, tetapi tidak lama. Awal tahun 2021, saat kasus kembali melonjak, sekolah ditutup kembali sampai sekarang,” ungkapnya saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (2/3/2021).
Selama bekerja dari rumah (work from home/WFH), Galih mengaku lebih sering duduk sambil menatap layar laptop. Dia harus menyiapkan video pembelajaran dan mengoreksi tugas-tugas yang dikerjakan siswanya.
Baca juga: Tips Sukses Belajar Daring, Optimalkan 20 Menit Pertama dan Perhatikan Porsi Istirahat
Dalam sehari, rata-rata dia bisa berada di depan laptop sekitar 12 jam, mulai dari pagi, siang, hingga malam. Padahal, sebelum pandemi, Galih biasanya hanya bekerja di depan laptop 5-6 jam per hari.
”Biasanya, kan, enggak perlu menyiapkan video. Kalau mengajar, ya, langsung saja. Karena saya mengajar kelas X dan XII, jadi seminggu harus menyiapkan tiga video,” ujarnya.
Selama berjam-jam duduk di depan laptop, Galih kerap mengalami sakit pinggang. Tidak hanya itu, matanya juga sering lelah karena terlalu lama menatap layar laptop. Keluhan ini terus dia rasakan hingga satu tahun pandemi ini. Beruntung, kesehatan matanya masih terjaga.
Untuk meredakan sakit pinggang dan lelah matanya, Galih biasanya menyempatkan diri berjalan ke luar rumah di sela-sela waktu bekerja. ”Biasanya satu jam sekali. Jalan ke luar rumah, lihat pemandangan, terus balik lagi menghadap laptop,” ujarnya.
Di sisi lain, Galih juga mengimbangi tekanan WFH tersebut dengan olahraga. Setiap akhir pekan, dia bersepeda untuk menjaga kondisi fisiknya. Hal ini terus dilakukan hingga saat ini.
Kesepian
Diki Muhammad Fajar (24), karyawan asal Jakarta Pusat, mulai menjalani WFH pada bulan April tahun lalu. Dalam sepekan, dia hanya diminta masuk ke kantor 1-2 hari. Selebihnya, pekerjaan diselesaikan di rumah.
Selama sebelas bulan menjalani WFH, Diki tidak mengalami keluhan apa pun secara fisik. Namun, WFH membuatnya kesepian. Dia merindukan suasana bekerja di tengah teman-teman dan atasannya.
”Kalau ada teman-teman, kan, ramai ya. Bisa saling diskusi. Kalau ada supervisor, juga bisa di-bantuin. Sekarang lebih sering sendirian,” ucapnya.
Untuk mengatasi kejenuhan tersebut, Diki biasanya melakukan panggilan telepon grup bersama rekan-rekan kerjanya sambil WFH. Setidaknya dengan cara ini, dia masih bisa merasakan suasana bekerja seperti di kantor.
Sementara itu, Dewi (29), karyawan swasta asal Jakarta Utara, mengaku berat badannya naik sekitar 5 kilogram setelah hampir setahun menjalani WFH. Menurut dia, WFH menjadikan nafsu makannya sulit terbendung.
”Lebih banyak nyemil, sih, emang. Kalau di kantor, sih, kadang nyemil juga, tapi WFH lebih parah,” katanya.
Di sisi lain, Dewi juga mengaku jarang keluar rumah. Secara otomatis aktivitas fisiknya pun ikut berkurang. Berbeda jika bekerja di kantor, setiap berangkat dan pulang kerja setidaknya dia dipaksa berjalan kaki dari ruang kerja menuju halaman depan kantor.
Kalau ada teman-teman, kan, ramai, ya. Bisa saling diskusi. Kalau ada supervisor, juga bisa di-bantuin. Sekarang lebih sering sendirian.
Tips WFH
Meski program vaksinasi Covid-19 sudah mulai berjalan, belum ada yang bisa menjamin kapan pandemi di dalam negeri akan berakhir. Dengan kata lain, WFH kemungkinan masih akan terus berjalan sampai waktu yang belum bisa dipastikan.
Dalam hal ini, dokter spesialis kedokteran olahraga dari Slim+Fit Sports Therapy, Michael Triangto, menyarankan agar para pekerja melakukan peregangan tubuh selama bekerja di rumah. Cukup dilakukan setiap satu jam sekali selama 5 menit. Hal ini untuk menghindari terjadi ketegangan pada otot.
”Peregengan ini harus dilakukan secara teratur. Tidak sampai lebih dari 5 menit. Habis itu, kita bisa bekerja lagi dengan nyaman,” katanya saat dihubungi.
Hal ini penting, terutama untuk ibu-ibu. Selain bekerja di rumah, sebagian besar ibu juga harus mengerjakan urusan rumah tangga. Dengan peregangan, tekanan fisik dan emosional yang mereka alami bisa diredakan.
”Kalau ada tekanan pekerjaan dan urusan rumah tangga, leher bisa menjadi tegang. Dengan meregangkan otot-otot leher tersebut, kita bisa menjadi lebih rileks,” ujarnya.
Baca juga: Wajah Perkantoran Setelah Pandemi, Masihkah Dirindukan?
Peregangan leher bisa dilakukan dengan cara mendorong dagu ke arah belakang. Kemudian menarik kepala ke arah depan. Selanjutnya, bagian kepala bisa ditarik ke arah kanan dan kiri secara bergantian. Terakhir, tolehkan kepala ke arah kanan dan kiri secara bergantian. Masing-masing cukup dilakukan selama 5 detik.
Selain ketegangan leher, bekerja sambil duduk dapat menyebabkan masalah pada punggung, bahu, lengan, pinggang, dan terkadang tungkai. ”Punggung sering kali terasa pegal dan pinggang menjadi sakit. Apalagi kalau postur tubuhnya tidak baik,” ucap Michael.
Peregangan punggung bisa dilakukan bersamaan dengan peregangan bahu dan lengan. Caranya, dengan mengatupkan kedua tangan dan mendorongkannya ke atas kepala setinggi-tingginya. Selanjutnya, miringkan ke kanan dan kiri secara bergantian. Setelah itu, tarik kedua tangan yang sudah dikatupkan ke arah depan sejauh-jauhnya. Lakukan masing-masing selama 5 detik.
Sementara itu, peregangan pinggang bisa dilakukan dengan memanfaatkan kursi kerja. Pertama, jauhkan kursi dari meja. Buka kedua lutut lebih lebar dari bahu. Kemudian, bungkukkan tubuh melewati kedua lutut. Lakukan selama 5 detik.
Hal lain yang perlu diperhatikan, lanjut Michael, adalah kelayakan perlengkapan. Di kantor, umumnya, pekerja memiliki meja dan kursi yang ergonomis. Kursi bisa disesuaikan dengan postur tubuh. Sementara di rumah fasilitas tersebut kadang tidak terpenuhi.
”Ada yang (bekerja) sambil duduk di lantai atau di kursi ruang tamu. Kadang terlalu membungkuk sehingga pinggang menjadi sakit. Jika tidak ada kursi dan meja kerja, yang paling mendekati ideal, ya, bekerja di meja makan. Itu pun kadang kurang ergonomis,” ungkapnya.
Baca juga: Waspadai Obesitas akibat Jarang Berolahraga Selama Pandemi
Ada yang (bekerja) sambil duduk di lantai atau di kursi ruang tamu. Kadang terlalu membungkuk sehingga pinggang menjadi sakit. Jika tidak ada kursi dan meja kerja, yang paling mendekati ideal, ya, bekerja di meja makan. Itu pun kadang kurang ergonomis.
Selain peregangan, WFH juga dapat diimbangi dengan aktivitas fisik. Berbeda dengan olahraga, aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan tanpa dilengkapi dengan program. Contoh aktivitas fisik yang dapat dilakukan di sela-sela WFH adalah menyapu, mengepel, dan berjalan kaki.
Menurut Michael, pandemi ini bisa menjadi momentum bagi karyawan untuk menerapkan pola kerja yang lebih sehat nantinya. Selama ini karyawan cenderung lebih banyak duduk saat berada di kantor. Jika nantinya kembali ke kantor, praktik-praktik baik dari WFH bisa kembali diterapkan.
”Sangat mungkin. Sejumlah perusahaan sekarang sudah tidak lagi menggunakan kursi dan meja konvensional. Mereka menggunakan meja-meja tinggi supaya karyawannya bisa bekerja sambil berdiri. Bahkan, meja tersebut bisa dilengkapi dengan sepeda statis agar karyawan bisa bekerja sambil mengayuh,” ujarnya.