Booking.com, Agoda, dan Airbnb Akhirnya Melakukan Registrasi
Ada enam OTA asing yang menerima surat peringatan, yaitu Booking.com, Agoda, Airbnb, Klook, Trivago, dan Expedia.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan, saat ini kurang lebih 20.000 penyelenggara sistem elektronik atau PSE lingkup privat sudah menunaikan kewajiban registrasi di Indonesia. Dari jumlah itu, 300 PSE lingkup privat merupakan PSE asing, termasuk Booking.com, Agoda, dan Airbnb.
Booking.com, Agoda, Airbnb, dan Expedia sempat masuk daftar PSE lingkup privat asing yang mendapat surat peringatan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pada awal Maret 2024 karena ternyata belum menunaikan kewajiban untuk melakukan registrasi. Mereka merupakan agen perjalanan daring atau online travel agent (OTA).
Surat peringatan Kemkominfo keluar pada Selasa (5/3/2024). Ada enam OTA asing yang menerima surat peringatan, yaitu Booking.com, Agoda, Airbnb, Klook, Trivago, dan Expedia. Dalam siaran pers Rabu (6/3/2024), Kemkominfo menyatakan bahwa dalam jangka waktu lima hari kerja sejak dikirimkannya surat peringatan, OTA asing tersebut harus menunaikan kewajibannya. Pemerintah dapat memberikan asistensi dalam melakukan pendaftaran berdasarkan respons dan permohonan OTA asing. Dalam perjalanannya setelah siaran pers diterbitkan, Kemkominfo sempat memberikan pernyataan bahwa para OTA asing itu diberikan batas waktu hingga akhir Maret 2024 dan jika tidak kunjung patuh akan diblokir.
Setelah itu, dalam sesi Ngopi Bareng dengan Kominfo, Jumat (15/3/2024) sore, di Jakarta, Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyebutkan, dari enam OTA asing yang mendapat surat peringatan itu, tinggal Klook dan Trivago yang belum menunaikan kewajibannya untuk registrasi sebagai PSE lingkup privat. OTA asing lainnya sudah atau sedang proses mengurus pendaftaran.
Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Semuel Abrijani Pangerapan, dalam sesi Ngopi Bareng dengan Kominfo, Jumat (15/3/2024), di Jakarta.
”Registrasi PSE lingkup privat merupakan bentuk kepatuhan awal terhadap regulasi di Indonesia. Dengan terdaftar sebagai PSE lingkup privat, mereka sudah masuk jajaran wajib kena pajak. Kami selalu cross check data PSE yang sudah terdaftar dengan data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan,” ujarnya.
Semuel menegaskan, pihaknya selalu memastikan semua PSE lingkup privat berskala besar, termasuk dari asing, menunaikan kewajibannya untuk registrasi. Tujuannya adalah untuk mengejar pajak.
”PSE lingkup privat asing tidak wajib berbadan usaha tetap di Indonesia, kecuali diwajibkan oleh kementerian/lembaga sektor tersebut. Sebagai contoh, PSE lingkup privat asing di bidang keuangan, wajib berbadan usaha tetap di Indonesia,” ucapnya.
Sejak 2017
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran, saat dihubungi terpisah, mengatakan, polemik kehadiran OTA asing dan lokal versus agen perjalanan konvensional sudah muncul sejak 2017. Saat itu, dari kalangan pengusaha hotel meneriakkan keberatan atas tingginya komisi yang harus disetor ke OTA, terutama OTA asing.
”Kami sudah terkena potongan komisi, lalu dipungut juga withholding tax (potongan pajak pihak ketiga) sebesar 2 persen,” ujarnya.
Menurut dia, permasalahan potongan komisi yang tinggi dan withholding tax sampai sekarang masih dirasakan oleh pengusaha hotel lokal. Sementara Maulana memandang, Pemerintah Indonesia belum memiliki sikap tegas terhadap OTA asing.
Pengusaha hotel tidak bisa menghindar dari kehadiran OTA asing. Sebab, kehadiran mereka menguntungkan konsumen yang ingin memesan semua kebutuhan perjalanan dalam satu aplikasi tanpa harus datang ke gerai fisik.
Tujuannya adalah untuk mengejar pajak.
”OTA asing seharusnya mengikuti regulasi Indonesia, termasuk wajib registrasi PSE lingkup privat, bayar pajak, berbadan hukum di dalam negeri sehingga menjamin perlindungan konsumen, dan mau menjaga persaingan usaha sehat,” kata Maulana.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar berpendapat, perdebatan wajib registrasi PSE lingkup privat tidak berkesudahan sejak Permenkominfo No 5/2020 ditetapkan. Sebab, inti permasalahan dari kehadiran PSE lingkup privat, terutama asing, sebenarnya adalah perlindungan bagi konsumen di Indonesia bukan kewajiban registrasi.
”Wajib registrasi PSE privat ke Kemkominfo itu baik. Akan tetapi, ekosistem PSE privat itu luas dan para pemangku kebijakan yang mengatur bukan hanya dari Kemkominfo. Jika ada permasalahan konsumen, lantas siapa pemangku kebijakan yang pertama harus menegakkan,” ujarnya.
Selain itu, Wahyudi memandang, Kemkominfo sampai sekarang belum memiliki penjelasan rinci apa tujuan wajib registrasi PSE lingkup privat semata-mata hanya untuk mengejar kuantitas atau bukan. Lalu, karena bisnis digital selalu bersifat ekstratoritorial, pemerintah semestinya sudah mempunyai strategi jangka panjang untuk menjangkau mereka, baik dari sisi pajak ataupun nonpajak.