Selain menunjukkan ketidaksinkronan kebijakan antarlembaga, ketentuan wajib daftar bagi penyelenggara sistem elektronik juga dinilai menghambat perkembangan bisnis digital, terutama di sektor ekonomi kreatif Tanah Air.
Oleh
MEDIANA, DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
KOMPAS/PRASETYO EKO PRIHANANTO
Ilustrasi
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika melanjutkan kebijakan wajib pendaftaran penyelenggara sistem elektronik atau PSE privat meski diwarnai protes warganet dan masyarakat sipil. Namun, selain merugikan konsumen di Tanah Air, ketentuan itu dikhawatirkan juga mengganggu perkembangan bisnis digital.
Sejak Sabtu (30/7/2022), protes warganet dan masyarakat sipil terkait kebijakan wajib daftar PSE privat beserta sanksi blokir menjadi trending di media sosial. Di Twitter, protes dan penolakan bahkan disertai dengan tagar #BlokirKominfo dan muncul aneka meme satir tentang sikap Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Head of Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda saat dihubungi di Jakarta, Minggu (31/7/2022), berpendapat, ekosistem bisnis digital tidak terbatas ruang interaksi komunikasi dan transaksi jual-beli. Sejumlah perusahaan PSE privat merupakan penyetor pajak ke Pemerintah Indonesia.
Ada pula PSE privat yang telah terdaftar di kementerian/lembaga lain. ”Jadi, mereka seharusnya tidak perlu mendaftar lagi ke sistem OSS RBA (Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik Berbasis Risiko). Kami lebih menyarankan untuk sinkronisasi data secara daring. Dengan demikian, pemerintah bisa menelusuri PSE privat mana yang belum terdaftar di tempat (kementerian/lembaga) lain,” ujarnya.
Menurut dia, antarkementerian/lembaga seharusnya duduk bersama dan menyinkronkan data. Jika ini tak terjadi, kebijakan wajib daftar PSE privat sesuai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dikhawatirkan menghambat bisnis digital.
Rugikan publik
Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi Safenet Nenden Sekar Arum mengatakan, pengalaman sejumlah negara lain yang juga mewajibkan PSE privat untuk mendaftar hanya menerapkan sanksi denda administratif. Sementara Permenkominfo No 5/2020 menyebut sanksi blokir. Pemutusan akses seperti ini dinilai merugikan konsumen.
Konsultan hukum dari kantor hukum Assegaf Hamzah & Partners, Iqsan Sirie, berpendapat, sanksi blokir sebenarnya merugikan pelaku ekonomi kreatif lokal yang memakai platform PSE privat asing. Dia mencontohkan PayPal yang dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi kreatif lokal yang memiliki klien di luar negeri sebagai gerbang pembayaran.
Menurut Iqsan, kewajiban mendaftar bagi PSE privat merupakan sesuatu yang penting dan harus dipisahkan dengan kepentingan kebijakan lain, seperti pemungutan atau pelaporan perpajakan. Namun, pemerintah sebaiknya membuat regulasi wajib daftar yang proporsional dengan pedoman teknis yang ”ramah” kepada pengusaha platform/PSE.
Pengamat ekonomi IndiGo Network, Ajib Hamdani, menilai, meski bersifat sementara, keputusan pemerintah memblokir PSE yang belum mendaftarkan diri tetap akan menghilangkan nilai efek berganda dari perputaran uang, barang, dan jasa dari para penyedia layanan elektronik.
Menurut dia, saat data PSE resmi yang beroperasi di Indonesia sudah semakin solid, pemerintah perlu mengevaluasi secara kuantitatif potensi ekonomi dari perusahaan-perusahaan tersebut. Dengan demikian, kebijakan ataupun instrumen fiskal yang kelak dibuat pemerintah untuk sektor digital dapat lebih tepat sasaran untuk menghasilkan dampak ekonomi berganda.
Wakil Presiden Asosiasi Game Indonesia (AGI) Adam Ardisasmita berpendapat, kendati pemblokiran baru dikenakan ke sejumlah PSE populer, kewajiban mendaftar tetap berlaku bagi seluruh PSE yang beroperasi di Indonesia. Karena itu, AGI mengimbau para pelaku industri gim swasta sebagai PSE privat segera mendaftar melalui Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik berbasis Risiko. ”AGI akan menjembatani PSE dengan Kemkominfo apabila ada perwakilan PSE yang mengalami hambatan teknis dalam proses pendaftaran,” ujarnya.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, per Minggu (31/7/2022) pukul 08.00 terdapat 9.093 SE privat yang terdaftar. Total penyelenggara PSE yang mendaftar mencapai 5.403 perusahaan.
Blokir tetap dijalankan oleh Kemkominfo kepada PSE privat yang memiliki lalu lintas penggunaan tinggi. Dia menyebut ada enam, di antaranya Steam, Dota 2, dan mesin pencari Yahoo!. Sebenarnya, PayPal termasuk PSE privat yang harus terblokir karena tidak menunaikan kewajiban daftar. Kemkominfo sempat memblokir PayPal pada Sabtu (30/7/2022). Namun, blokir dibuka lagi oleh Kemkominfo pada Minggu pagi.
MEDIANA
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan memberikan konferensi pers perkembangan pendaftaran penyelenggara sistem elektronik, Senin (27/6/2022), di Jakarta.
Semuel menjelaskan, keputusan membuka blokir karena menanggapi aspirasi masyarakat. Namun, pembukaan blokir ini berlaku lima hari kerja, terhitung Senin (1/8/2022) hingga Jumat (5/8/2022). ”Mereka (PayPal) belum kunjung berkoordinasi dengan kami. PayPal juga seharusnya mengurus izin Bank Indonesia/Otoritas Jasa Keuangan dulu. Kami harap, dalam waktu lima hari kerja, masyarakat bisa memanfaatkan waktu secara optimal untuk migrasi ke layanan lain,” katanya.
Sementara untuk Steam, yang selama ini jadi platform pemasaran bagi gim-gim lokal, telah berkoordinasi dengan Kemkominfo. Semuel, harapannya, setelah ada koordinasi, Steam bisa lekas menunaikan kewajiban pendaftarannya.
Di luar itu, Kemkominfo juga menyisir data PSE privat yang abal-abal atau melakukan pendaftaran, tetapi setelah diverifikasi informasinya tidak jelas. Total ada 63 PSE yang ditangguhkan (suspend). ”Intinya, setiap usai pendaftaran, kami selalu melakukan verifikasi,” ujarnya.