Pemerintah Ancam Putus Akses Penyelenggara Sistem Elektronik yang Tak Daftar
Penyelenggara sistem elektronik privat yang beroperasi di Indonesia diwajibkan terdaftar di Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik Berbasis Risiko. Namun, kebijakan ini dinilai berpotensi represif.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
MARIO TAMA / GETTY IMAGES NORTH AMERICA / AFP
Dalam foto yang diambil pada 27 Agustus 2020 ini, logo Tiktok ditampilkan di depan Kantor Tiktok pada 27 Agustus 2020 di Culver City, California, Amerika Serikat.
JAKARTA, KOMPAS — Penyelenggara sistem elektronik atau PSE privat, baik domestik maupun asing, yang beroperasi di Indonesia wajib terdaftar di Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik Berbasis Risiko atau OSS RBA paling lambat 20 Juli 2022. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memutus akses bagi penyelenggara yang tidak menunaikan kewajiban. Namun, kebijakan ini dinilai berpotensi menjadi peraturan yang represif, apalagi pemerintah belum menjelaskan detail tujuan wajib pendaftaran.
”Pemutusan akses akan kami lakukan setelah menerima permintaan dari kementerian/lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap PSE lingkup privat dan domestik asing sesuai bidang usaha sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan. Misalnya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (gim) dan Otoritas Jasa Keuangan (aplikasi teknologi finansial). Koordinasi itu akan kami lakukan setelah memeriksa PSE berdasarkan klasifikasi baku lapangan usaha,” ujar Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Dedy Permadi, di Jakarta, Rabu (22/6/2022).
Kewajiban PSE privat mendaftar di OSS RBA telah diatur di Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat yang telah diubah melalui Permenkominfo Nomor 10 Tahun 2021. Dedy menegaskan, tenggat pendaftaran 20 Juli 2022 tidaklah mepet. Sebab, sesuai Permenkominfo No 5/2020, PSE lingkup privat baik domestik maupun asing wajib mendaftar paling lambat enam bulan sejak sistem pendaftaran PSE efektif pada OSS RBA beroperasi, yaitu 21 Januari 2022.
Sepanjang tahun 2015 hingga 22 Juni 2022, terdapat 4.540 PSE telah terdaftar di Kementerian Kominfo. Jumlah ini terdiri dari 4.472 PSE domestik dan 68 PSE asing. Sebanyak 2.569 PSE domestik di antaranya telah memiliki tanda daftar sebelum diundangkannya Permenkominfo No 5/2020.
Sesuai ketentuan Surat Edaran Menkominfo No 3/2022, PSE yang telah memiliki Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik sebelum diundangkannya Permenkominfo No 5/2020 harus mendaftar ulang melalui OSS RBA sebelum 20 Juli 2022. PSE lain yang belum pernah melakukan pendaftaran sebelumnya dan memenuhi kriteria untuk wajib daftar, perlu segera melakukan pendaftaran melalui sistem seperti tersebut di atas.
TANGKAPAN LAYAR
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi saat menyampaikan keterangan pers harian PPKM darurat yang ditayangkan langsung akun Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (10/7/2021) petang.
Beberapa PSE asing yang telah dikenal publik tercatat telah menunaikan kewajibannya, seperti Tiktok. Beberapa PSE domestik yang populer, seperti Bukalapak, Tokopedia, dan GoTo, juga telah menyelesaikan kewajiban pendaftarannya.
”Kalau terdaftar di OSS RBA, kami bisa mengawasi secara sistematis, terutama jika ada pelanggaran. Maka, kami akan mengoptimalkan sosialisasi wajib pendaftaran ini,” ucap Dedy.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar, saat dihubungi terpisah, berpendapat, kebijakan pemerintah yang mewajibkan PSE privat mendaftar di OSS RBA akan membuat Kementerian Kominfo dan Kementerian Investasi/BKPM mendapatkan data kuantitas PSE privat. Setelah memperoleh data, Elsam menilai pemerintah belum menjelaskan detail dampak kewajiban pendaftaran.
”Apakah setelah terdaftar di OSS RBA, pemerintah akan memberlakukan kontrol konten hingga meminta akses data untuk keperluan penegakan hukum? Jika tujuan wajib pendaftaran sampai ke sana sesuai yang tertuang dalam Permenkominfo No 5/2020, kami mengingatkan bahwa Indonesia belum memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Kami harap pemerintah memperjelas dulu kompleksitas tujuan wajib pendaftaran di OSS RBA,” ujar Wahyudi.
Tahun lalu, organisasi pembela kebebasan berekspresi Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet) mempermasalahkan Permenkominfo No 5/2020. Selain kewajiban mendaftar, SAFENet mempermasalahkan potensi sanksi pemutusan akses yang dapat diterapkan pada PSE yang tidak mendaftar. SAFENet menilai regulasi itu represif dan bisa menempatkan Indonesia sebagai negara paling represif dibandingkan dengan negara lain karena cuma menekankan pengaturan pada tingkat represif.
Lebih jauh, Wahyudi mencontohkan, fenomena penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi ilegal. Di satu sisi, penyedia itu terdaftar sebagai PSE privat. Kementerian Kominfo cenderung hanya melihat mereka telah memenuhi berkas-berkas administratif sebagai PSE. Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut mereka tetap ilegal lantaran tidak mengantongi tanda pendaftaran dan izin dari OJK. Akibatnya, fenomena itu menimbulkan ketidakpastian hukum di masyarakat. ”Contoh kasus seperti itu seharusnya jangan sampai terulang,” katanya.
Elsam mengkritik tidak ada batasan kategori PSE lingkup privat yang diwajibkan pemerintah untuk mendaftar ke OSS RBA. Akibatnya, semua PSE privat akan terkena kebijakan itu, termasuk laman organisasi nonpemerintah yang tidak mengelola keuntungan komersial sama sekali.
Elsam mengkritik tidak ada batasan kategori PSE lingkup privat yang diwajibkan pemerintah untuk mendaftar ke OSS RBA.
Sejauh ini, jika mengacu kepada Permenkominfo No 5/2020, PSE privat yang memiliki portal, situs, atau aplikasi dalam jaringan internet yang memiliki enam jenis peruntukan. Pertama, penawaran perdagangan barang dan jasa. Kedua, layanan transaksi keuangan. Ketiga, pengiriman materi atau muatan digital berbayar melalui jaringan data internet.
Peruntukan keempat berupa layanan komunikasi yang tidak terbatas pada pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, surat elektronik, dan percakapan dalam jaringan berbentuk platform digital, layanan jejaring, dan media sosial. Kelima, layanan mesin pencari, penyediaan informasi elektronik yang berbentuk tulisan, suara, gambar, animasi, musik, video, film, dan permainan atau kombinasi dari sebagian atau seluruhnya.
Adapun kategori peruntukan keenam, yaitu pemrosesan data pribadi untuk kegiatan operasional yang melayani masyarakat beraktivitas transaksi elektronik.