Model Perekrutan Bergeser, Pengusaha Mencari Tenaga Kerja Paket Komplet
Tantangan mencari pekerjaan saat ini mencakup persaingan tinggi, ketidaksesuaian keterampilan, dan pengalaman.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Model perekrutan tenaga kerja untuk lowongan kerja formal mengalami pergeseran dalam beberapa tahun terakhir yang ditandai dengan semakin mengandalkan faktor jejaring dan sistem perekrutan hibrida. Pada saat bersamaan, perusahaan juga semakin cenderung mencari tenaga kerja yang sudah memiliki paket keterampilan siap pakai.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar saat dihubungi, Jumat (23/2/2024), di Jakarta berpendapat, tidak semua perusahaan mau menyediakan program pelatihan kerja bagi karyawan baru. Perusahaan saat ini dituntut cepat beradaptasi dengan perubahan teknologi dan ketidakpastian kondisi perekonomian global.
”Tidak bisa menyalahkan industri juga. Perekrutan kandidat baru menggunakan faktor jejaring juga sebenarnya menitikberatkan pemberi rekomendasi harus bisa memastikan kandidat yang diajak punya paket keterampilan siap kerja. Pemberi rekomendasi pasti mempertaruhkan kariernya,” ujarnya.
Kendati pemerintah mewajibkan perusahaan-perusahaan melaporkan perkembangan ketenagakerjaannya, kenyataannya kebijakan ini tidak berjalan optimal. Alasan pertama, adanya kecenderungan perusahaan mengandalkan perekrutan berbasis jejaring profesional ataupun agen. Alasan kedua, sistem basis data pasar ketenagakerjaan di Indonesia belum berkembang secara ideal.
”Situasinya berbeda dengan negara lain, di mana sistem informasi pasar kerja untuk lowongan pekerjaan sektor formal selalu ter-update setiap minggu,” ucap Timboel.
Menurut Timboel, tingkat pengangguran terbuka Agustus 2023 memang menurun dibandingkan setahun sebelumnya, yakni turun 0,54 persen dibandingkan tahun 2022. Hanya, dia menduga hal itu dipengaruhi oleh pembukaan lapangan pekerjaan sektor informal.
Oleh karena itu, pembukaan lapangan kerja formal belum bisa memenuhi kenaikan angkatan kerja baru yang menargetkan mereka diterima kerja di sana. Ditambah lagi, angkatan kerja baru juga harus bersaing dengan angkatan kerja yang sudah lebih dulu bekerja lalu mencari pekerjaan baru di lapangan kerja formal juga.
”Pembukaan lapangan kerja formal dari sektor pemerintahan juga belum muncul lagi. Padahal, lapangan kerja formal dari sektor pemerintahan bisa membantu mengatasi masalah angkatan kerja baru susah cari kerja. Kecuali, angkatan kerja baru mau bekerja di bidang mana saja, termasuk di lapangan kerja informal,” kata Timboel.
Country Marketing Manager Jobstreet by SEEK untuk Indonesia Sawitri berpendapat, pameran bursa lowongan kerja atau job fairsekarang cukup tersegmen. Untuk lowongan kerja bagi tenaga kerja kerah biru, job fair yang diadakan secara luring masih banyak dan efektif. Sementara untuk lowongan kerja bagi tenaga kerja kerah putih khusus jenjang karier menengah ke atas, perekrutan sudah melalui lokapasar lowongan kerja dan job fair daring.
”Bahkan, untuk tenaga kerja kerah putih first jobber, pembukaan lowongan kerja lewat job fair luring sudah tidak setinggi beberapa tahun lalu. Perusahaan mengadopsi sistem perekrutan daring karena dituntut lebih efisien. Job fair daring juga memudahkan perusahaan melakukan penyaringan dan seleksi kandidat yang punya paket keterampilan siap pakai,” katanya.
Pendiri dan CEO Jobseeker (platform penghubung pencari kerja kerah biru) Chandra Ming, secara terpisah, mempunyai pandangan senada. Ada kecenderungan, sesuai pengamatannya, sejumlah pelaku industri enggan mengalokasikan anggaran pelatihan karyawan. Apalagi, karena ada perkembangan teknologi digital yang pesat, di kalangan pelaku industri mau menerapkan teknologi digital untuk aktivitas operasional.
”Dunia pendidikan saat ini sudah lebih baik, dalam artian mereka berusaha berbenah diri dengan menyiapkan kurikulum sesuai perkembangan industri. Akan tetapi, perkembangan industri lebih cepat. Tidak semua institusi pendidikan pun progresif menanggapi tren industri,” tuturnya.
Job fair daring juga memudahkan perusahaan melakukan penyaringan dan seleksi kandidat yang punya paket keterampilan siap pakai,
Hal yang mengkhawatirkan dari fenomena itu, lanjut Chandra, adalah angkatan kerja dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Mereka paling terdampak. Untuk meningkatkan keterampilan, mereka kerap terbentur keterbatasan dana sehingga semakin menyulitkan masuk lapangan kerja formal.
Lalu, dalam enam bulan terakhir, Indonesia sedang menyongsong pemilu. Menurut dia, setiap pemilu, pelaku industri biasanya wait and see sehingga jumlah lowongan pekerjaan yang ditawarkan sepi.
Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Muhyiddin, saat dikonfirmasi, menjelaskan, sesuai data Sakernas Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus 2023, pengangguran terbuka tercatat 7,86 juta orang atau 5,32 persen dari jumlah angkatan kerja sebesar 147,71 juta orang. Penduduk bekerja sebanyak 139,85 juta orang (94,68 persen), di antaranya ada yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu sebanyak 43,46 juta orang atau 31,08 persen. Jika ditotal, pengangguran terbuka dan orang bekerja kurang dari 35 jam seminggu sebanyak 51,32 juta. Angka ini masih memenuhi pasar kerja Indonesia.
Menurut dia, ada beberapa tantangan dalam mencari pekerjaan saat ini, mencakup persaingan yang tinggi, ketidaksesuaian keterampilan, pengalaman kerja, kesiapan kerja dan keterampilan sosial, serta dampak pandemi Covid-19 yang masih terasa. Kemudian, ada dugaan sektor-sektor industri yang tumbuh tidak sejalan dengan bidang studi atau minat para pencari kerja.
Kemenaker telah mengambil berbagai langkah untuk mengatasi kesulitan angkatan kerja muda dalam mencari pekerjaan. Sejumlah inisiatif telah dilakukan, termasuk meningkatkan akses pelatihan vokasi, memfasilitasi kerja sama lembaga pendidikan dan dunia industri, serta melakukan digitalisasi layanan pencarian kerja.