Fleksibilitas Rumah untuk Kelas Menengah
Harga properti yang terus meningkat telah menurunkan minat membeli rumah.
Memiliki rumah sendiri merupakan impian sebagian besar orang. Meski demikian, sebagian generasi muda yang sudah bekerja menunjukkan tren lebih memilih rumah sewa. Harga properti yang semakin tinggi telah menggerus daya beli dan menurunkan minat memiliki rumah.
Konsultan properti Knight Frank Indonesia, dalam paparan Jakarta Property Highlight H2-2023, pekan ini, menyebutkan kebutuhan masyarakat terhadap hunian masih sangat besar. Rumah tapak (landed house) masih menjadi pilihan. Namun, harga properti yang terus naik membuat sebagian generasi muda mengurungkan niat membeli rumah.
Baca juga: Yang Muda yang Berburu Rumah
General Manager General Agency Knight Frank Indonesia, Frank Tumewa, mengemukakan, muncul tren generasi muda saat ini lebih menginginkan untuk sewa rumah atau co-living ketimbang membeli rumah. Konsep hunian sewa dianggap sebagai solusi bagi mereka yang mencari tempat tinggal dengan harga terjangkau di lokasi yang lebih strategis.
Co-living merupakan konsep hunian berbasis komunitas, yakni hunian ditempati oleh beberapa orang yang bukan berstatus keluarga.
”Harga properti yang semakin tinggi menyebabkan daya beli sedikit tersendat. Mereka (generasi muda) akhirnya lebih suka untuk sewa hunian, misalnya hunian berbasis TOD (kawasan berorientasi transit),” ujar Frank, Selasa (21/2/2024).
Co-living menjadi tren pada anak-anak muda di berbagai belahan dunia saat ini. Salah satunya karena bisa lebih menghemat pengeluaran mereka akan kebutuhan papan. Dana pun bisa diinvestasikan ke sektor lain yang bisa mendapatkan imbal hasil yang lebih besar, salah satunya digunakan untuk membeli rumah.
Baca juga: Co-Living, Trend Akomodasi dan Sosialisasi Kaum Milenial
Sejumlah strategi hingga insentif disiapkan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir untuk mendorong pasar properti. Salah satunya, Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah baru siap huni, baik rumah tapak maupun apartemen. Kebijakan PPN DTP kembali diluncurkan sejak November 2023 hingga Desember 2024. Insentif pajak itu untuk dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp 2 miliar dengan harga jual rumah maksimal Rp 5 miliar.
Knight Frank Indonesia mencatat dampak PPN DTP itu mendorong serapan pasar kondominium atau apartemen milik tumbuh sebesar 2-3 persen. Serapan rumah tapak diperkirakan lebih besar untuk harga rumah di bawah Rp 2 miliar. Meski demikian, laju kekurangan (backlog) rumah di Indonesia masih sangat besar.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan BPS 2023 mencatat, masih terdapat 15,21 persen rumah tangga yang belum memiliki rumah sendiri. Rumah tangga yang belum memiliki rumah sendiri umumnya tinggal di rumah kontrak, rumah milik keluarga, atau rumah lainnya. Persentase rumah tangga yang sewa/kontrak tempat tinggal di perkotaan sebesar 8,03 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan yang hanya 0,89 persen.
PPN DTP itu mendorong serapan pasar kondominium atau apartemen milik tumbuh sebesar 2-3 persen.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali mengakui, sebagian masyarakat yang belum sanggup membeli rumah impian akan bergantung pada rumah sewa. Namun, jika terus mengontrak rumah, mereka bakal semakin kesulitan mengejar laju kenaikan harga rumah yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan gaji.
Di sisi lain, besaran harga sewa rumah kerap hampir sama, bahkan setara, dengan nilai cicilan KPR. Oleh karena itu, diperlukan fleksibilitas dalam skema pembayaran untuk memudahkan konsumen.
”Kaum muda yang belum bisa beli rumah akan merogoh penghasilan untuk menyewa rumah. Tetapi, mau sampai kapan? Jika nominal (uang sewa) itu bisa digunakan untuk membayar cicilan rumah, mereka akan punya aset tempat tinggal di hari tua dengan nilai rumah yang sudah pasti naik,” kata Daniel, beberapa waktu lalu.
Fleksibilitas
Di tengah daya serap properti yang tertahan, sejumlah strategi dan stimulus terus digelontorkan pengembang untuk mengungkit pasar segmen menengah yang didominasi generasi milenial dan Z. Sejalan dengan kebijakan PPN DTP, pengembang memberikan fleksibilitas harga dan tipe hunian untuk menarik minat generasi muda dan kemudahan dalam memiliki hunian.
Direktur PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) Hermawan Wijaya mengungkapkan, tantangan pasar properti tahun ini cenderung sama dengan tahun-tahun sebelumnya, antara lain kemampuan konsumen untuk membeli hunian. Diperlukan strategi menggerakkan pasar menengah untuk membeli produk hunian, baik dengan cara pembayaran tunai, bertahap, maupun kredit pemilikan rumah (KPR).
Baca juga: Menjaga Napas dan Memancing Geliat Industri Properti
Tingkat suku bunga KPR yang cenderung stabil dan rendah dalam beberapa tahun terakhir dinilai memberikan fleksibilitas bagi konsumen untuk membeli rumah. Tenor pinjaman/KPR yang lebih fleksibel dan lebih panjang juga memberikan kepastian bagi konsumen dalam mencicil.
”Diperlukan faktor suku bunga dan tenor KPR yang lebih fleksibel, di samping itu rasa keamanan. Konsumen membutuhkan keamanan pendapatan. Kalau mereka bekerja dan yakin dengan kemampuan penghasilan bulanan untuk membayar cicilan KPR, tentu mereka akan beli rumah,” kata Hermawan, dalam konferensi pers Sinar Mas Land: Peluncuran Program Penjualan Nasional ”Infinite Living”, di BSD City, Kamis (23/2/2024).
Herry Hendarta, Deputy Group CEO Strategic Development & Assets Sinar Mas Land, mengemukakan, sejak sebelum pandemi Covid-19, segmen generasi milenial dan Z mendominasi pasar segmen menengah hingga menengah atas. Pembeli utama hunian di proyek-proyek Sinar Mas Land rata-rata berusia 28-40 tahun, dengan mayoritas rumah yang terserap pada kisaran harga Rp 1,5 miliar-Rp 2,5 miliar per unit.
Pihaknya terus melakukan penyesuaian proyek hunian untuk menjangkau lebih banyak segmen menengah, antara lain penyesuaian ukuran bangunan, luas tanah, subsidi harga, dan skema pembayaran. Peluncuran program promosi ”Infinite Living” pada awal tahun 2024 bertujuan memberikan lebih banyak pilihan bagi masyarakat memiliki properti untuk ditinggali, berbisnis, ataupun berinvestasi. ”Generasi milenial dan Z umumnya menginginkan rumah yang berukuran lebih compact, lebih mudah, dan desain lebih modern,” kata Herry.
Baca juga: Generasi Muda Didorong Beli Rumah
CEO dan Founder Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, saat dihubungi terpisah, mengemukakan, properti hunian tidak hanya berfungsi sebagai rumah tinggal, tetapi juga instrumen investasi sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Rumah menjadi aset masa depan dengan kenaikan nilai properti yang semakin tinggi.
”Memiliki rumah jangan dilihat sebagai beban karena kita mendapatkan aset. Cicilan jangka panjang untuk membeli rumah bukan berarti uang hilang, karena nilai properti dipastikan terus meningkat. Beli rumah tinggal tidak ada ruginya,” kata Ali.
Sejumlah stimulus perpajakan, harga rumah, suku bunga KPR, hingga skema pembayaran yang fleksibel perlu dikelola agar betul-betul memberikan manfaat dan mendorong daya beli kelas menengah dalam meraih rumah impian. Apalagi, jika rumah yang dimiliki mampu memberikan manfaat ganda, yakni tempat tinggal sekaligus investasi.