Tak ada SPBU di IKN, Skema Transportasi Dibuat Nol Emisi
Seiring dengan pembangunan IKN, skema transportasi di pusat pemerintahan telah didesain. Berbagai rencana mengedepankan mobilitas makro diapresiasi, tetapi prinsip keseimbangan permintaan-penawaran perlu diperhatikan.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·4 menit baca
Skema transportasiIbu Kota Nusantara di Kalimantan Timur akan memprioritaskan pejalan kaki dan pesepeda. Prioritas berikutnya adalah pengembangan transportasi berteknologi tinggi yang futuristik, seperti urban air mobility atau transportasi udara perkotaan. Rancangan ini setidaknya akan diawali di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP).
Menurut Deputi Bidang Transportasi Hijau dan Digital Otorita IKN Mohammed Ali Berawi, pengembangan transportasi di KIPP diutamakan pejalan kaki dan pesepeda. Hal ini guna mencapai ambisi utama, yakni emisi nol karbon.
”Untuk pengembangan transportasi di KIPP yang diarusutamakan itu adalah pedestrian pejalan kaki dan pesepeda. Ini peringkat satu, baru kemudian micro mobility, misalnya pakai skuter di jalan pedestrian untuk mengoneksikan antara rumah dan gedung,” tutur Berawi seusai menghadiri Rapat Kerja Nasional Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) di Jakarta, Rabu (6/12/2023).
Setelah adopsi itu, transportasi umum masuk dalam tahap kedua pengembangan KIPP. Bus raya terpadu (BRT) berupa bus listrik akan mulai diujicobakan pada tahun 2024. Selain itu, autonomous-rail rapid transit (ART) atau kereta berbasis trem modern, tanpa menggunakan rel, tetapi memanfaatkan sensor, juga akan diujicobakan.
Dalam konsep mobilitas mikro, salah satu targetnya adalah waktu tempuh 10 menit untuk mencapai tempat tujuan yang berbeda-beda. Masyarakat dapat berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan transportasi umum ramah lingkungan yang disediakan.
Pada tahap selanjutnya, pihak IKN akan mengetes urban air mobility, taksi langit, juga kendaraan otomatis. Berawi mengatakan, saat ini pihaknya telah menerima komitmen dari perusahaan penyedia teknologi, antara lain China yang berminat uji coba di sana.
”Nah, ini yang kami harapkan perkembangan teknologi tersebut juga dilakukan di Indonesia. Makanya, kami mau uji dulu, semua teknologi ini, dari aspek keselamatan, regulasi yang harus dibangun,” katanya.
Dalam skema pembangunan ini, nantinya tak ada pendirian stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU). Kawasan KIPP hanya menyediakan stasiun pengisian kendaraan listrik untuk umum (SPKLU). Alhasil, pihak yang masih menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil dapat memarkirkannya di tempat yang disediakan.
Apabila data dari skema transportasi ini terbukti meningkatkan kenyamanan dan kualitas hidup masyarakat orang lain, rancangannya dapat diterapkan di tempat lain. Fakta-fakta yang dihasilkan dari pola transportasi ini akan menjadi dasar keputusannya. Nantinya, skema ini juga akan diterapkan di seluruh IKN meski saat ini KIPP masih jadi prioritas utamanya.
Menanggapi rencana ini, MTI mendukung skema transportasi IKN yang dicanangkan ini. Dalam rencana induk (masterplan) IKN, 80 persen perjalanan dilakukan melalui transportasi publik atau mobilitas aktif penduduk.
”Ini di luar ekspektasi, (karena) rencana induk transportasi Jabodetabek saja, targetnya cuma 60 persen. Tapi di IKN sudah berani mencanangkan target 80 persen,” kata Sekretaris Jenderal MTI Haris Muhammadun secara terpisah.
Oleh karena itu, MTI akan mengawal implementasi perencanaan ini. Sebab, skema ini dapat menjadi penentu tren percontohan bagi kota-kota lain. Transportasi aktif perlu beriringan dengan lalu lintas penumpang, bukan lalu lintas kendaraan. Hal ini sebagai bentuk keberpihakan pada angkutan umum serta transportasi aktif, pejalan kaki dan sepeda.
Pendapat sebaliknya diutarakan akademisi Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti, Jakarta, Suripno. Skema ini tak bisa diterapkan di kota-kota lain sebab didesain sebagai tempat bisnis sekaligus administrasi. Hal ini berbeda dengan IKN yang dikhususkan sebagai kota administrasi.
”Kota administratif bukan kota bisnis, kota yang statis, tak berkembang. Ekonomi juga tak berkembang di sana,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (8/12/2023).
Sistem transportasi yang dirancang perlu disesuaikan dengan jumlah penduduk serta mobilitasnya. Permintaan dan penawaran harus saling beriringan. Jangan sampai moda yang disediakan justru tak ada penumpang atau pasarnya.
Tantangan implementasi desain
Skema transportasi yang memprioritaskan pejalan kaki dan pesepeda, baru diikuti transportasi umum, dinilai langkah awal yang baik untuk menjadi percontohan di kota-kota lain. Namun, pola pikir masyarakat untuk beradaptasi pada model seperti ini menjadi tantangannya.
Berawi mengemukakan, paradigma transformasi serta mengubah pola perilaku masyarakat, serta pola perjalanan menjadi tantangan pembangunan rancangan transformasi. Dalam hal ini, gerakan orang diutamakan ketimbang kendaraan pribadi.
Haris mengingatkan rencana induk IKN dengan targetnya harus sesuai. Dengan target 80 persen angkutan umum, tetapi jenis transportasi ini ada pada tahap ketiga pada 2030. MTI mengkritisi pentingnya revisi rencana induk IKN, seharusnya angkutan umum dibangun pada tahap awal.
Selain itu, rincian transportasi tak tergabung dengan rencana infrastruktur dan lingkungan. Hal ini akan berimbas pada penganggaran dan implementasi berdasarkan rencana induk. Fokus pada transportasi menunjukkan keseriusan menggarap skema yang telah didesain.
Di balik rancangan yang telah dibangun sedemikian rupa, Suripno menekankan pentingnya mendesain sistem transportasi berdasarkan permintaan dan kebutuhan penduduk. Hal pokok yang perlu dipikirkan saat ini adalah bagaimana skema permintaannya, ke mana saja, dan moda transportasi apa yang digunakan.
”Sistem transportasi harus mengikuti perjalanan mobilitas. Kesalahan kita, kita terlalu berorientasi pada proyek sehingga tak terlalu dipertimbangkan apakah nanti bermanfaat atau tidak,” katanya.