Beras dan Isi Dompet Lima Tahun Terakhir
Pertumbuhan ekonomi kita oke. Inflasinya juga sesuai target. Namun, soal ketahanan pangan nasional, Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Kenaikan harga beras pada tahun ini sangat tinggi. Pemerintah berupaya setengah mati meredam harga komoditas pangan pokok itu dengan berbagai cara. Jika tidak dilakukan, kenaikan harga beras akan semakin menggerus isi dompet masyarakat sehingga akan menambah jumlah penduduk miskin.
Berdasarkan data Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), per Kamis (26/10/2023), harga rata-rata nasional beras medium pada periode 1-25 Oktober 2023 sebesar Rp 13.210 per kilogram (kg). Harga tersebut naik 16,2 persen secara tahunan dan di atas harga eceran tertinggi (HET) beras medium yang ditetapkan pemerintah berdasarkan zonasi, yakni Rp 10.900 per kg-Rp 11.800 per kg.
Pemerintah berupaya meredam kenaikan harga beras, salah satunya melalui program bantuan beras bagi 21,35 juta keluarga berpenghasilan rendah. Bantuan 10 kg beras bagi setiap keluarga tersebut diperpanjang dari semula Maret-November 2023 menjadi Maret-Desember 2023. Dana yang dikeluarkan negara bertambah dari Rp 15,9 triliun menjadi Rp 18,57 triliun.
Tidak hanya itu, pemerintah bahkan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) bagi 18,8 juta keluarga berpenghasilan rendah. BLT senilai total Rp 7,52 triliun itu akan disalurkan pada November hingga Desember 2023. Dalam dua bulan itu, setiap keluarga akan mendapatkan BLT senilai total Rp 400.000.
Bantuan 10 kg beras bagi setiap keluarga tersebut diperpanjang dari semula Maret-November 2023 menjadi Maret-Desember 2023. Dana yang dikeluarkan negara bertambah dari Rp 15,9 triliun menjadi Rp 18,57 triliun.
Baca juga: Paket Kebijakan untuk Bantalan Ekonomi Digelontorkan Akhir Tahun
Berbarengan dengan itu, pemerintah juga menggulirkan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Program gelontoran beras Perum Bulog itu dilakukan di Pasar Induk Beras Cipinang dan Food Station, Jakarta, pasar murah di sejumlah daerah, serta penggilingan-penggilingan padi di sejumlah daerah.
Pendistribusian beras komersial Bulog melalui penggilingan-penggilingan itu merupakan langkah baru yang diambil pemerintah untuk mestabilkan harga beras premium yang turut naik. Selama ini, pemerintah tidak pernah menggulirkan beras ke penggilingan. Beras komersial Bulog yang akan digulirkan itu sebanyak 200.000 ton seharga Rp 12.000 per kg. Penggilingan harus menjual beras komersial itu ke konsumen paling mahal Rp 13.900 per kg.
Lantaran program-program itu, pemerintah menambah alokasi impor beras yang ditugaskan kepada Bulog dari 2 juta ton menjadi 3,5 juta ton. Penambahan kuota impor beras itu juga mempertimbangkan dua faktor lain.
Pertama, penurunan produksi beras di dalam negeri akibat dampak El Nino. Berdasarkan hasil survei kerangka sampel area, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi beras nasional pada 2023 sebanyak 30,9 juta ton, turun 650.000 ton atau 2,05 persen dibandingkan dengan tahun 2022.
Kedua, tingginya harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani yang membuat Bulog kesulitan menyerap gabah atau beras untuk cadangan beras pemerintah (CBP). Harga rata-rata nasional GKP di tingkat petani Rp 6.760 per kg. Harga tersebut naik 20,79 persen tahunan dan di atas harga pembelian pemerintah yang ditetapkan Rp 5.000 per kg.
Baca juga: Pemerintah Bersiap Hadapi Kemungkinan Terburuk Darurat Beras
Wakil Ketua Bidang II Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Iskandar Simorangkir, Rabu (25/10/2023), mengatakan, pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi Indonesia pada tahun ini relatif terjaga sesuai target. Ekonomi RI pada triwulan II-2023 tumbuh 5,17 persen secara tahunan dan inflasi tahunan per September 2023 sebesar 2,28 persen.
”Pertumbuhan ekonomi kita oke. Inflasinya juga sesuai target. Namun, soal ketahanan pangan nasional, Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Harga pangan, terutama beras, melonjak tinggi. Kalau dibiarkan saja, kemiskinan akan bertambah,” ujarnya dalam Seminar Nasional ”Tantangan Perdagangan Pangan Global”.
Pertumbuhan ekonomi kita oke. Inflasinya juga sesuai target. Namun, soal ketahanan pangan nasional, Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Kemiskinan
Menurut Iskandar, inflasi pangan Indonesia per September 2023 sebesar 4,17 persen secara tahunan. Inflasi tersebut lebih rendah ketimbang inflasi pangan di Argentina yang mencapai 150 persen dan Turki 75,14 persen. Namun, tetap saja, kenaikan harga pangan berpotensi menambah jumlah penduduk miskin di Indonesia.
BPS mencatat, pada Maret 2023, jumlah penduduk miskin Indonesia sebanyak 25,9 juta orang. Garis kemiskinan (GK) sebesar Rp 550.448 per kapita per bulan atau Rp 2.592.657 per rumah tangga per bulan. Dibandingkan September 2022 dan Maret 2022, GK tersebut meningkat masing-masing 2,78 persen dan 8,9 persen.
Kelompok makanan menyumbang 74,21 persen garis kemiskinan (GK), sedangkan nonmakanan 25,79 persen. Beras berkontribusi paling besar terhadap GK Maret 2023, yakni sebesar 19,35 persen di perkotaan dan 23,73 persen di perdesaan.
Baca juga: Di Balik (Angka) Inflasi
Bahkan, dalam lima tahun terakhir, kenaikan harga beras terindikasi semakin menggerus isi dompet masyarakat. BPS dalam publikasinya tentang ”Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia Berdasarkan Hasil Susenas Maret 2023” menyebutkan, rata-rata pengeluaran penduduk per kapita per bulan untuk padi-padian, termasuk beras, semakin meningkat dalam lima tahun terakhir ini.
Pengeluaran masyarakat per kapita per bulan untuk padi-padian pada Maret 2019 sebesar Rp 64.961. Per Maret 2023, pengeluaran tersebut semakin membengkak menjadi Rp 80.146. Komoditas pangan itu merupakan pangan utama bagi kelompok 20 persen penduduk termiskin (kuintil I), serta 20 persen penduduk miskin dan rentan. Porsi padi-padian, termasuk beras, terhadap pengeluaran kuintil I dan II masing-masing sebesar 20,25 persen dan kuintil II 15,40 persen.
Sekadar catatan, pada 15 Maret 2023, Bapanas menetapkan HPP gabah dan HET beras baru. Panel Harga Pangan Bapanas menunjukkan, harga rata-rata nasional beras medium Rp 11.830 per kg. Adapun rata-rata harga beras itu pada 1-26 Oktober 2023 sudah mencapai Rp 13.210 per kg.
Kenaikan harga beras ini tidak hanya menggerus dompet negara dan masyarakat Indonesia. Hasil penelitian International Trade Analysis Policy Studies (ITAPS) IPB University bahkan menyebutkan, kenaikan harga beras akibat perubahan iklim dan restriksi ekspor beras yang dilakukan sejumlah negara dapat mengurangi produk domestik bruto (PDB).
Hal itu mengingat pada tahun ini, kenaikan harga beras di sejumlah negara, termasuk Indonesia, dipengaruhi oleh dampak La Nina dan El Nino. Faktor lain yang menyebabkan harga beras dunia naik adalah restriksi pangan yang dilakukan 19 negara, termasuk India dan Bangladesh.
Baca juga: Stok Beras Tertekan Penurunan Produksi dan Restriksi
Direktur ITAPS IPB University Sahara menjelaskan, dari sisi pengeluaran, semua negara produsen dan kosumen beras diprediksi mengalami penurunan PDB riil dan peningkatan inflasi akibat guncangan iklim dan larangan ekspor beras. Dari dua skenario yang disimulasikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan terkoreksi atau minus 0,12 persen dan 0,13 persen.
”Hal ini distimulasi oleh penurunan konsumsi riil rumah tangga dan peningkatan inflasi. Konsumsi rumah tangga diperkirakan bakal turun 1,5 persen dan 1,56 persen. Adapun inflasi diperkirakan akan meningkat 0,9 persen dan 0,1 persen,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Sahara, peningkatan produksi dalam negeri dan perdagangan pangan dengan negara lain sangat diperlukan. Namun, tidak cukup hanya itu, upaya adaptasi iklim dalam peningkatan produksi pangan, termasuk beras, juga diperlukan.
Baca juga: Waspadai ”Panen” Restriksi Pangan