Paket Kebijakan untuk Bantalan Ekonomi Digelontorkan Akhir Tahun
Kementerian Keuangan sedikitnya menyiapkan tambahan anggaran Rp 13,62 triliun untuk menggelontorkan tiga paket kebijakan. Tujuannya adalah menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengeluarkan tiga paket kebijakan di akhir tahun 2023 untuk melindungi stabilitas ekonomi dari berbagai dampak guncangan global dan siklus El Nino. Paket kebijakan difokuskan untuk menjaga daya beli masyarakat, memperkuat UMKM, dan meningkatkan keterjangkauan hunian.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ketiga paket kebijakan ditujukan sebagai bantalan agar pertumbuhan ekonomi tidak terganggu volatilitas harga komoditas, tekanan inflasi yang berpotensi kembali tinggi, serta tren tingginya suku bunga global.
”APBN terus memosisikan sebagai instrumen yang responsif dan cukup fleksibel untuk bisa menjaga masyarakat dan menjaga perekonomian kita dari ketidakpastian dan guncangan global,” ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (25/10/2023).
Kementerian Keuangan sedikitnya menyiapkan tambahan anggaran Rp 13,62 triliun untuk implementasi ketiga paket kebijakan. Untuk paket kebijakan pertama, penebalan bansos untuk memitigasi dampak El Nino guna menjaga daya beli masyarakat.
Masyarakat akan menerima uang Rp 200.000 dalam dua bulan, yakni pada November dan Desember 2023. Sehingga total uang yang diterima masyarakat adalah Rp 400.000.
Awalnya, pemerintah hanya merencanakan bansos beras ini selama Maret-November dengan anggaran yang telah ditetapkan sebesar Rp 15,9 triliun. Sebagai penebalan, anggaran ditambahkan sebesar Rp 2,67 triliun agar program ini dapat berlanjut hingga Desember 2023.
Penebalan bansos tersebut dengan memperpanjang pemberian bansos beras yang sudah ada, yakni diberikan sebesar 10 kg per keluarga penerima manfaat (KPM). Pemerintah telah mengalkulasi, akan ada 21,3 juta KPM hingga Desember 2023.
Kemudian, pemerintah juga memberikan bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp 7,52 triliun yang akan disalurkan kepada 18,8 juta KPM pada periode November hingga Desember 2023.
”Masyarakat akan menerima uang Rp 200.000 dalam dua bulan, yakni pada November dan Desember 2023. Sehingga total uang yang diterima masyarakat adalah Rp 400.000,” tutur Sri Mulyani.
Untuk paket kebijakan kedua, pemerintah akan melakukan penguatan UMKM untuk menopang pertumbuhan ekonomi di tengah suku bunga yang tinggi. Upaya penguatan ini dilakukan dengan percepatan penyaluran subsidi kredit usaha rakyat (KUR) yang dianggarkan sebesar Rp 297 triliun.
Adapun paket kebijakan ketiga, penguatan sektor strategis untuk menopang pertumbuhan di sektor perumahan. Pemerintah akan menanggung PPN pembelian rumah dengan harga rumah sampai dengan Rp 2 miliar.
Kebijakan tersebut akan berlaku mulai November 2023 hingga Desember 2024. Pemerintah juga memberikan insentif bagi masyarakat berpendapatan rendah (MBR) berupa bantuan biaya pengurusan administrasi rumah, mulai dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan lainnya dengan nilai Rp 4 juta.
Adapun PPN ditanggung pemerintah (DTP) yang diberikan seluruhnya atau 100 persen ini berlaku hingga Juni 2024. Setelah itu, pemerintah akan memangkas besaran PPN DTP menjadi maksimal 50 persen.
Khusus untuk pemberian insentif ini, pemerintah menyiapkan anggaran dengan total 3,2 triliun, yakni Rp 600 miliar untuk tahun 2023 dan Rp 2,6 triliun untuk 2024.
Berdasarkan kalkulasi Kementerian Keuangan, ketiga paket kebijakan ini dapat menggenjot pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2023 hingga mencapai 5,06 persen. Berdasarkan simulasi, tanpa suntikan ini, pertumbuhan ekonomi di triwulan akhir 2023 bisa terperosok ke level 4,86 persen.
Sementara itu, seusai menghadiri BNI Investor Daily Sumit 2023, Rabu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, untuk sementara sektor manufaktur tidak mendapatkan insentif karena dinilai masih dalam kategori baik dan ekspansif untuk Purchasing Managers’ Index (PMI).
Kendati demikian, Airlangga tetap menyorot sektor tekstil yang tengah menghadapi guncangan akibat inflasi harga bahan baku serta pelemahan nilai tukar rupiah. Karena itu, pemerintah tetap akan mengupayakan agar perbankan dapat mempermudah proses restrukturisasi industri manufaktur.
”Sektor manufaktur kita, kan, PMI-nya masih bagus, relatif baik. Tinggal sektor tekstil saja, tentu kita minta dari perbankan untuk mempermudah restrukturisasi,” kata Airlangga.
Sebagai informasi, indeks PMI manufaktur Indonesia masih berada di zona ekspansi pada level 52,3 poin per September 2023, di tengah kontraksi PMI manufaktur negara lain di tingkat global.
Dari negara-negara yang diobservasi PMI manufakturnya, Kemenkeu mencatat 70,8 persen berada di zona kontraksi atau di bawah level 50 poin. Hanya 29,2 persen yang berada di zona ekspansi atau di atas level 50 poin.
Ekonom yang juga pernah menjabat Menteri Keuangan periode 2012-2014, Muhamad Chatib Basri, mengatakan, volatilitas dan ketidakpastian global yang masih sangat tinggi hingga tahun depan membuat para pembuat kebijakan perlu memfokuskan regulasi yang diterbitkan untuk mendorong stabilitas.
”Pertumbuhan 5 persen untuk tahun ini sudah sangat baik. Sementara tahun depan sepertinya akan sulit bagi perekonomian Indonesia untuk mempertahankan pertumbuhan di atas 5 persen. Apa yang perlu diprioritaskan adalah stabilitas ekonomi,” ujarnya.