Pelanggaran kapal perikanan dengan beragam modus masih terus terjadi. Pemerintah mengklaim telah melakukan sejumlah antisipasi pelanggaran menjelang pemberlakuan penangkapan ikan terukur.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berupaya mengantisipasi beragam modus pelanggaran kapal penangkapan ikan menjelang berlakunya kebijakan penangkapan ikan terukur mulai tahun 2024. Penangkapan ikan ilegal tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU Fishing) serta alih muatan ikan di tengah laut dinilai masih menempati posisi teratas pelanggaran di sektor kelautan dan perikanan.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Laksamana Muda Adin Nurawaluddin saat dihubungi di Jakarta, Rabu (20/9/2023), mengemukakan, perikanan ilegal masih berlangsung di perairan Indonesia, baik yang dilakukan kapal asing maupun kapal dalam negeri. Saat ini, pelanggaran terindikasi lebih banyak dilakukan kapal-kapal ikan dalam negeri.
Menjelang pemberlakuan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota pada 2024, tantangan pengawasan di sektor kelautan dan perikanan semakin besar. Pengawasan perlu diperkuat guna memastikan kapal-kapal perikanan menangkap ikan sesuai kuota tangkapan, mendaratkan ikan di pelabuhan pangkalan yang ditetapkan, serta melaporkan seluruh hasil tangkapan.
Adin menambahkan, pelanggaran dengan beragam modus hingga kini masih berlangsung, seperti manipulasi ukuran kapal, penangkapan ikan tidak sesuai wilayah tangkapan, penggunaan alat tangkap yang dilarang, tidak melaporkan hasil tangkapan, serta penghindaran terhadap pungutan hasil perikanan.
Beberapa modus di antaranya, kapal-kapal ikan ukuran besar ikan tidak langsung merapat ke pelabuhan, tetapi memindahkan muatan ke sejumlah kapal ikan ukuran kecil di tengah laut. Hal ini untuk menghindari penarikan penerimaaan negara bukan pajak (PNBP) pungutan hasil perikanan pascaproduksi.
Pihaknya mendata terdapat sekitar 8.900 kapal berukuran di bawah 30 gros ton (GT) dengan izin pemerintah daerah. Kapal-kapal itu terindikasi menangkap ikan pada perairan di atas 12 mil yang merupakan wilayah kewenangan izin pemerintah pusat. Kapal-kapal itu dikategorikan melakukan IUU Fishing karena tidak ada legalitas izin usaha dari pemerintah pusat. Migrasi perizinan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat kini terus didorong.
”Modus-modus pelanggaran memang menjadi tantangan kita ke depan. Pemerintah ingin menata dan mengelola (perikanan) dengan baik, sedangkan pelaku usaha melihat ini membebani pelaku usaha dan keluar dari zona nyaman mereka,” katanya.
Adin menambahkan, pengawasan yang lebih efektif tengah diupayakan melalui sistem pengawasan terpadu (integrated surveillance system). Sistem ini memadukan perangkat satelit, operasional kapal pengawas kelautan dan perikanan, patroli pengawasan lewat udara (airborne surveillance) yang terpantau di pusat komando KKP. KKP juga telah mewajibkan kapal-kapal perikanan dengan ukuran di atas 10 GT untuk memasang dan mengaktifkan transmiter sistem pemantauan kapal.
”Kapal perikanan di atas 10 GT diwajibkan memasang transmiter paling lambat 31 Desember 2023. Dengan perangkat ini, pergerakan dan aktivitas kapal akan termonitor,” ujar Adin.
Menurut Adin, pemerintah akan memberikan bantuan pengadaan transmiter untuk nelayan kecil yang kesulitan membeli perangkat tersebut, ataupun memfasilitasi pembiayaan ke perbankan atau badan layanan umum. Harga transmiter ditaksir Rp 12 juta-Rp 16 juta per unit. Penjajakan kerja sama juga dilakukan dengan vendor dalam dan luar negeri untuk pengadaan perangkat transmiter yang lebih hemat biaya.
Sebelumnya, Chief Executive Officer Telkomsat Lukman Hakim Abd Rauf, dalam keterangan pers, mengemukakan, BUMN itu ditugasi melakukan transformasi digital bukan hanya di darat, melainkan juga di laut seperti yang dibutuhkan KKP. Telkomsat memiliki produk berbasis satelit LEO dari Starlink dengan ketinggian 500-2.000 kilometer (km). Starlink dapat menjadi backhaul dan solusi atas keterbatasan jaringan komunikasi di darat ataupun di laut. Layanan itu bekerja sama dengan perusahaan SpaceX di Amerika Serikat.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, beberapa waktu lalu, menyebutkan, alokasi pagu anggaran KKP tahun 2024 senilai Rp 7,04 triliun. Pagu anggaran tersebut telah mendapat alokasi tambahan sebesar Rp 141,25 miliar untuk mendukung operasional kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT), waktu operasional kapal pengawasan, serta produksi dan hilirisasi rumput laut.