Kuota penangkapan ikan bagi kapal-kapal perikanan segera diberlakukan. Stok sumber daya ikan dan jumlah tangkapan ikan yang dibolehkan, serta kapasitas pelabuhan menjadi pertimbangan penetapan kuota.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan memastikan kuota penangkapan ikan untuk kapal-kapal perikanan berlaku mulai 1 Januari 2024. Kuota tangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia dan laut lepas akan didistribusikan bagi nelayan kecil, nelayan lokal, industri perikanan dalam negeri dan penanaman modal asing.
Pemberlakuan kuota penangkapan ikan merupakan tindak lanjut dari kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur pada 1 September 2023.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan, saat dihubungi di Jakarta, Senin (11/9/2023), berpendapat, aturan turunan kebijakan penangkapan ikan terukur perlu disosialisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah perlu menjelaskan secara transparan pendistribusian kuota penangkapan ikan per kapal di pelabuhan pangkalan. Selain itu, pembagian kuota yang didasarkan kapasitas pelabuhan perikanan dinilai memicu ketimpangan kuota antara industri dan nelayan lokal,
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Suherman mengemukakan, merujuk pada Pasal 112 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2023, kuota penangkapan ikan mulai berlaku sejak 1 Januari 2024. Pemberian kuota tangkapan itu dalam bentuk sertifikat kuota penangkapan ikan (SKPI) bagi kapal perikanan yang memiliki izin penangkapan (SIPI). Sosialisasi dan sinergi, baik eksternal maupun internal, terus dilakukan agar implementasi kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota berjalan baik.
”Saat ini pemerintah sedang dalam proses penghitungan kuota,” ujarnya saat dihubungi, Minggu (10/9/2023) malam.
Kuota penangkapan ikan terbagi atas kuota industri, kuota nelayan lokal, dan kuota kegiatan bukan untuk tujuan komersial. Kuota industri diberikan untuk perserorangan dan badan usaha yang berbadan hukum. Penetapan kuota penangkapan ikan dihitung berdasarkan ketersediaan sumber daya (stok) ikan dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB), serta mempertimbangkan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan.
Kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota membagi wilayah pengelolaan perikanan (WPPNRI) ke dalam enam zona. Zona itu meliputi zona 1 yakni WPPNRI 711 (perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Utara), zona 2 meliputi WPPNRI 716 (perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera), serta WPPNRI 717 (perairan Teluk Cendrawasih dan Samudra Pasifik), dan laut lepas Samudra Pasifik.
Adapun zona 3 meliputi WPPNRI 715 (perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau), WPPNRI 718 (perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian timur), dan WPPNRI 714 (perairan Teluk Tolo dan Laut Banda). Zona 4 meliputi WPPNRI 572 (perairan Samudra Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda), WPPNRI 573 (perairan Samudra Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian barat), dan laut lepas Samudra Hindia.
Sementara zona 05 meliputi WPPNRI 571 (perairan Selat Malaka dan Laut Andaman) dan zona 06 meliputi WPPNRI 712 (perairan Laut Jawa) dan WPPNRI 7l3 (perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali).
Dalam Pasal 14 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 28/2023 disebutkan, kuota industri pada zona 1, zona 2, zona 3, dan zona 4 dapat dimanfaatkan oleh badan usaha penanaman modal dalam negeri serta pemodal asing. Sementara zona 5 dan zona 6 dimanfaatkan oleh penanaman modal dalam negeri.
Kapasitas pelabuhan
Menurut Agus, penerbitan sertifikat kuota diprioritaskan bagi kapal perikanan yang sudah memiliki izin legal, baik kapal milik perorangan, koperasi/kelompok usaha bersama, maupun badan usaha. Besaran kuota penangkapan ikan bagi setiap kapal perikanan di pelabuhan pangkalan juga disesuaikan dengan kapasitas kuota dan rencana pengembangan di pelabuhan pangkalan.
”Harapannya terjadi sinergi hulu-hilir antara besaran kapasitas pelabuhan pangkalan dan besaran kapal yang diberikan izin berpangkalan di pelabuhan tersebut,” ujarnya.
Sekretaris Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) Jakarta Muhammad Bilahmar, secara terpisah, menyoroti pelabuhan pangkalan untuk zona penangkapan ikan terukur yang diakui pemerintah adalah pelabuhan yang dibangun pemerintah, serta pelabuhan yang dibangun swasta. Hingga kini, ada lima pelabuhan swasta yang sudah ditetapkan sebagai pelabuhan pangkalan.
Ia mencontohkan, di zona 3, sebagian pelabuhan pangkalan dimiliki perusahaan swasta. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tual milik pemerintah memiliki kapasitas lebih rendah dibandingkan Pelabuhan Tual yang dimiliki swasta.
”Apabila produktivitas perikanan nelayan lokal rendah sehingga terjadi kelebihan stok ataupun jumlah tangkapan ikan yang dibolehkan (JTB) masih cukup besar, akan membuka peluang lebih besar bagi masuknya investor baru ataupun pihak asing,” ujarnya.
Bilahmar menambahkan, kuota penangkapan ikan perlu diprioritaskan bagi pelaku usaha perikanan nasional yang sudah ada. Produksi perikanan Indonesia yang saat ini menembus 6 juta ton per tahun wajib setara dengan minimum kuota tangkapan ikan bagi usaha perikanan yang sudah berjalan. Bahkan, perlu ditambahkan lagi dengan kapal-kapal yang berada dalam alokasi izin usaha penangkapan ikan (SIUP).
Di sisi lain, UU Perikanan manjamin kebebasan nelayan kecil boleh menangkap ikan dimana saja, tanpa perlu izin usaha penangkapan ikan (SIUP) dan dibebaskan dari pungutan hasil perikanan.
Bilahmar menambahkan, pemerintah perlu menjelaskan kriteria kapasitas pelabuhan yang menjadi salah satu dasar penentuan kuota di setiap pelabuhan pangkalan. Dicontohkan, Pelabuhan Nizam Zahman Muara Baru, Jakarta Utara, saat ini penuh sesak karena dermaga tidak hanya dipakai untuk bongkar muat kapal, tetapi juga tambat kapal-kapal tanpa mesin.