Sumber Air di Sejumlah Daerah Produsen Beras Dekati Titik Kritis
Pasokan air sejumlah waduk dan bendungan di Jawa Barat dan Jawa Tengah mendekati titik kritis. Untuk menjaga sumber-sumber air irigasi itu, pengairan areal sawah diatur secara bergiliran dan hujan buatan direncanakan.
Oleh
HENDRIYO WIDI, ABDULLAH FIKRI ASHRI, NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Atlet pelatnas kano untuk Asian Games Hangzhou 2022 di China berlatih di Waduk Jatiluhur, Jawa Barat, Selasa (12/9/2023). Kemarau panjang akibat dampak El Nino menyebabkan elevasi waduk tersebut turun menjadi 95,28 meter di atas permukaan laut (mdpl) atau hampir mendekati titik kritis 94,44 mdpl per 14 September 2023.
MAJALENGKA, KOMPAS — Kekeringan panjang akibat El Nino menyebabkan beberapa waduk dan bendungan di sejumlah daerah produsen beras mendekati titik kritis. Kendati masih dapat dimanfaatkan untuk pengairan saat ini, kondisi sumber-sumber air itu dapat mengancam pasokan air untuk musim tanam padi tahun depan.
Untuk menjaga stok air waduk atau bendungan tersebut, pengairan areal sawah diatur bergiliran. Perum Jasa Tirta II, badan usaha milik negara yang mengelola Waduk Jatiluhur, bahkan telah merencanakan untuk membuat hujan buatan guna menambah air waduk tersebut.
Pada 12-15 September 2023, Kompas memantau Waduk Jatiluhur di Purwakarta dan Bendung Rentang di Majalengka, Jawa Barat, serta Waduk Kedungombo di wilayah Boyolali dan Bendung Klambu di Grobogan, Jawa Tengah. Ketinggian dan debit air waduk dan bendung itu telah berkurang. Khusus di Bendung Klambu, aliran irigasi baru dibuka pada 15 September 2023 untuk musim tanam (MT) I.
Di Waduk Jatiluhur, tinggi muka air waduk jauh di bawah garis pembatas. Endapan lumpur yang mengering dan bebatuan besar di tepi waduk terlihat jelas. Kendati begitu, air irigasi untuk sejumlah sawah tetap dialirkan.
Air di wilayah pinggiran Waduk Kedungombo, tepatnya di Desa Klewor, Kemusu, Kabupaten Boyolali, juga sudah surut. Air di pinggiran waduk yang merupakan bagian dari aliran Sungai Serang itu tersisa sedikit. Jembatan lama Sungai Serang yang terendam di saat kondisi air waduk dalam kondisi normal terlihat kembali. Di sekelilingnya, petani memanfaatkan lahan waduk yang surut untuk menanam padi dan jagung.
Lanskap Bendung Rentang di Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat, yang aliran airnya berasal dari Waduk Jatigede, Rabu (13/9/2023). Pada November 2023, daerah aliran irigasi Bendung Rentang akan memasuki masa pengeringan. Musim tanam padi pertama baru akan dilakukan pada 1 Desember 2023.
Sementara di Bendung Rentang yang mendapatkan pasokan air dari Waduk Jatigede, air irigasi juga masih digelontorkan meski debitnya tidak sebesar keadaan normal. Air itu masih mengalir ke saluran induk (SI) Sindupraja dan SI Cipelang.
Bendungan itu menyalurkan air ke dua kecamatan di Majalengka seluas 1.094 ha dan 11 kecamatan di Cirebon dengan areal 20.571 ha, serta 24 kecamatan di Indramayu seluas 66.175 ha. Ketiga daerah tersebut termasuk sentra pertanian Jabar, bahkan dalam skala nasional.
Namun, pasokan air ke Bendung Rentang dari Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jabar, mulai berkurang. Saat ini, debit air yang dikeluarkan dari Jatigede ke Rentang tercatat 97 meter kubik per detik. Jumlah ini menurun dibandingkan dengan Juni-Juli 2023, yakni 120 meter kubik per detik.
Koordinator Lapangan Unit Pengelola Irigasi Bendung Rentang Dadi Supriadi, Rabu (13/9/2023), mengatakan, penyaluran air ke sawah bergantung pada kebutuhan petani dan kondisi Waduk Jatigede yang memasok air ke Bendung Rentang. Saat ini, volume air di Waduk Jatigede sebesar 480 juta meter kubik atau hanya 49,68 persen dari kondisi normal, yakni 980 juta meter kubik.
Penurunan volume Waduk Jatigede itu akibat dampak El Nino yang ditandai berkurangnya curah hujan. Selama ini, Waduk Jatigede mendapatkan pasokan air dari Daerah Aliran Sungai Cimanuk. ”Ketersediaan air di Jatigede itu cukup untuk tiga bulan (sampai Desember). Kuncinya di Jatigede karena sungai yang menyuplai ke waduk itu sudah kering, katanya.
Petani mengecek sawah yang terdampak kekeringan di daerah Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Selasa (12/9/2023). Lebih dari 1.600 hektar sawah di sana kekeringan. Selain mengurangi produksi, kekeringan juga membuat petani di sentra padi nasional itu tidak menikmati kenaikan harga beras di pasaran.
Adapun kondisi air Bendung Rentang, lanjut Dadi, saat ini masih aman. Tinggi muka airnya masih 5,02 meter. Tinggi muka air itu sedikit di bawah kondisi normal 5,6 meter dan masih di atas titik kritis 4 meter.
Menurut Dadi, meskipun pasokan air masih cukup untuk MT I pada Desember 2023, petani tetap perlu menghemat air dan mematuhi pola gilir air. Apalagi, pada November 2023, akan ada pengeringan jaringan irigasi selama sebulan untuk mengecek kondisi saluran dan pengisian air waduk.
Namun, yang dikhawatirkan adalah jika El Nino berlangsung sampai Februari 2024 sehingga tidak ada hujan. Kalau Waduk Jatigede belum terisi penuh dan pengeluaran (penyaluran air) sama kemungkinan volume air Jatigede tinggal 25-30 persen. Dengan kondisi itu, air waduk sudah tidak bisa dialirkan lagi karena bendungan tidak boleh kosong.
”Dampaknya, MT 2 pada April-September 2024 bisa mengalami kekeringan. Apalagi, periode itu memasuki kemarau. Jadi, kami juga harus menyusun rencana MT 2 dan memastikan ketersediaan air di Waduk Jatigede. Rencana hujan buatan belum ada. Namun, kami berharap semoga El Nino tidak sampai Februari 2024,” ujarnya.
Yang dikhawatirkan adalah jika El Nino berlangsung sampai Februari 2024 sehingga tidak ada hujan. Dampaknya, MT 2 pada April-September 2024 bisa mengalami kekeringan.
Direktur Operasi dan Pemeliharaan Perum Jasa Tirta II Anton Mardiyono, Selasa (12/9/2023), mengatakan, elevasi air Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, telah turun 10 meter di atas permukaan air laut (mdpl) dalam tiga bulan terakhir. Saat ini, tinggi muka air waduk 96,44 mdpl atau di bawah elevasi normal 107 mdpl.
”Elevasi itu berada 2 meter di atas batas krisis yang kami tentukan pada tahun ini, yakni 94,44 mdpl,” ujarnya, di Purwakarta.
Pada 12 September 2023, elevasi Waduk Jatiluhur 96,44 mdpl. Dua hari setelahnya atau per 14 September 2023, elevasinya turun menjadi 95,28 mdpl.
Menurut Anton, penyusutan air Waduk Jatiluhur tidak mengganggu pengairan irigasi ke sejumlah areal persawahan di Bekasi, Karawang, Subang, Purwakarta, dan sebagian Indramayu. Hingga kini, areal sawah di wilayah itu masih bisa terairi dengan metode gilir giring air atau pengairan secara bergantian.
Hingga akhir tahun ini, ketersediaan air waduk juga masih relatif terkendali sesuai hitungan kebutuhan air untuk irigasi dan bahan baku air minum. Dengan air yang tersedia sebanyak 2,8 miliar meter kubik dan kebutuhan 1,8 miliar meter kubik, masih akan ada surplus 1,1 miliar meter kubik pada Desember 2023.
”Namun, dengan catatan, hujan mulai terjadi pada November-Desember 2023. Jika tidak terjadi hujan atau curah hujan masih rendah pada bulan-bulan tersebut, ketersediaan air diperkirakan bakal semakin terbatas sehingga kami merencanakan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk membuat hujan buatan pada November 2023,” katanya.
Jika tidak terjadi hujan atau curah hujan masih rendah pada bulan-bulan tersebut, ketersediaan air diperkirakan bakal semakin terbatas sehingga kami berencana membuat hujan buatan pada November 2023.
Agus menjelaskan, Perum Jasa Tirta II telah menyediakan dana Rp 13,4 miliar untuk TMC. TMC itu akan berlangsung selama sebulan di wilayah Bandung serta sebagian Cianjur dan Purwakarta. Dengan TMC dan awan yang bagus, potensi tambahan air dari hujan buatan diperkirakan bisa mencapai 400-500 juta meter kubik. Tambahan air itu bisa untuk memenuhi kebutuhan selama sebulan.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kandanghaur, Indramayu, Waryono, khawatir pasokan air untuk musim tanam tahun depan tidak cukup. Musim tanam kedua atau gadu tahun ini saja, sekitar 1.601 hektar sawah di Kandanghaur gagal panen akibat kekeringan. Padahal, harga gabah naik.
Di daerahnya, harga gabah kering panen (GKP) mencapai Rp 7.600 per kilogram (kg). Harga itu jauh di atas harga pembelian pemerintah (HPP) GKP di tingkat petani, yakni Rp 5.000 per kg. ”Petani memang mengejar tanam cepat karena harga gabah lagi bagus. Tapi, pemerintah harus mengatur ini,” ujarnya.
Di Demak, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Demak Hery Sugihartono juga berharap agar pembagian air irigasi dari Waduk Kedungombo yang mengairi 60.096 hektar sawah di wilayah Demak, Grobogan, Kudus, dan Pati diatur dengan baik. Jangan sampai dampak kekeringan panjang memengaruhi petani saling berebut air.