Lebih dari 20.000 Lahan Pertanian di Jabar Terdampak Kekeringan
Lahan pertanian di Jabar yang terancam kekeringan hingga Agustus 2023 mencapai 21.423 hektar. Sebagian besar berada di Kabupaten Indramayu. Pemerintah mengklaim stok pangan di Jabar masih cukup di tengah kekeringan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Sebanyak 21.423 hektar lahan pertanian di Jawa Barat terdampak kekeringan sepanjang tahun 2023. Indramayu, lumbung padi utama, menjadi daerah paling terpengaruh situasi itu. Namun, masyarakat diminta tidak panik karena kondisi itu belum mengancam stok pangan di Jabar.
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar Dadan Hidayat di Bandung, Kamis (7/9/2023), memaparkan, kurun April-Agustus 2023, sebanyak 12.825 hektar lahan pangan di Jabar terdampak kekeringan. Sementara 21.423 hektar lainnya terancam kekeringan.
Bahkan, ada 2.804 hektar lahan pertanian yang terkena puso atau gagal panen. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik di Jabar pada 2022 tercatat 1,66 juta hektar.
Kabupaten Indramayu menjadi daerah yang paling terdampak. Menurut Dadan, lahan yang terancam kekeringan di sana mencapai 8.041 hektar. Bahkan, lahan yang mengalami puso di Indramayu mencapai 2.269 hektar atau setara 80 persen dari total lahan puso di Jabar. Kondisi itu dipicu minimnya air hujan dan pasokan irigasi.
Akan tetapi, Dadan melihat produksi bahan pangan masih aman dan tidak perlu dikhawatirkan. Berdasarkan perhitungan BPS, ketersediaan beras di Jabar dalam kurun Januari-Oktober 2023 masih surplus hingga 104.899 ton dengan produksi 4,6 juta ton. Bahkan, lanjut Dadan, di tahun ini Jabar menargetkan 1,8 juta hektar luas tanam untuk meningkatkan produksi bahan pangan.
”Tentunya perhitungan ini menyesuaikan dengan kondisi, termasuk El Nino. Jadi, masyarakat tidak usah khawatir terkait ketersediaan produksi beras. Namun, kami tetap mengantisipasi kekeringan di Jabar agar tidak semakin membesar,” ujarnya.
Antisipasi tersebut dilakukan dengan memaksimalkan mesin pertanian, mulai dari percepatan olah tanah hingga mobilisasi aliran air melalui pompa dan pipa. Menurut Dadan, antisipasi ini telah dilakukan selama lima tahun terakhir karena kekeringan ini merupakan kondisi tahunan yang harus dihadapi.
Dadan memaparkan, sejak tahun 2018, Pempov Jabar dan pusat telah menyiapkan 6.702 pompa. Sebanyak 97 unit di antaranya adalah pompa besar yang mampu mengairi 1.940 hektar sawah dan 67 pompa air menengah yang mengairi 268 hektar lahan.
Untuk pengolahan lahan, Dadan memaparkan, 5.286 unit traktor roda dua dan 312 unit traktor roda empat disebar di setiap wilayah. Peralatan tersebut disebar ke setiap daerah melalui perangkat pemerintahan terkait untuk digunakan warga yang tergabung dalam kelompok pertanian.
”Sekitar 70.000 hektar lahan pertanian di Jabar juga sudah terdaftar dalam AUTP (Asuransi Usaha Tani Padi). Jadi, seharusnya para petani tidak usah khawatir menanam padi di tengah kekeringan karena jika lahan mereka gagal panen, ada klaim ganti rugi Rp 6 juta per hektar,” ujarnya.
Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmudin memaparkan, salah satu isu yang dibahas dalam rapat pimpinan di masa awal penugasannya ini adalah dampak kekeringan di Jabar. Koordinasi dengan pemerintah pusat terus dilakukan, mulai dari pengairan hingga antisipasi kekurangan pangan.
”Bantuan pangan dari pemerintah pusat juga sebentar lagi digelontorkan untuk 21,5 juta KPM (keluarga penerima manfaat). Sementara itu, dari provinsi, kami juga akan berupaya menekan harga,” katanya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jabar M Arifin Soedjayana menyebut, Jabar bakal mendapatkan bantuan pangan tersebut untuk sekitar 4 juta KPM. Jumlah ini sama dengan KPM yang menerima bantuan pangan saat menyambut Ramadhan 2023.
Arifin juga berharap masyarakat tidak langsung reaktif dalam kenaikan harga dan membeli barang sesuai kebutuhan saja. Kondisi panic buying, lanjutnya, justru akan meningkatkan harga karena permintaan yang lebih tinggi.
”Saat ini, harga beras sudah naik, padahal untuk produksinya masih tidak ada masalah. Kami berharap warga bisa membeli barang dengan bijak dan seperlunya sehingga permintaan tidak melonjak dan harga-harga ikut melambung tinggi,” ujarnya.