Borneo merupakan salah satu paru-paru dunia. Komunitas ekonomi Borneo mesti mampu melindungi kawasan tersebut. Pertumbuhan kawasan Borneo mesti mempertimbangkan kelestarian lingkungan yang menyejahterakan.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kalangan pelaku usaha dan industri Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam sepakat membangun Borneo Economic Community atau Komunitas Ekonomi Borneo. Komunitas ini juga diharapkan dapat mengalirkan investasi untuk pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara atau IKN.
Borneo merupakan kawasan yang terdiri dari Pulau Kalimantan, Indonesia; Malaysia bagian timur; dan Brunei Darussalam. Perwakilan pelaku usaha dan industri dari tiga negara itu bertemu dalam Borneo Business Roundtable yang menjadi rangkaian sesi pasca ASEAN Business & Investment Summit di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi Otorita IKN Agung Wicaksono dan perwakilan pemerintah daerah di Pulau Kalimantan juga hadir dalam pertemuan itu.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sekaligus Ketua ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) Arsjad Rasjid memaparkan, kesepakatan pembentukan Komunitas Ekonomi Borneo dilandasi kerja sama pelaku usaha di semua provinsi di Kalimantan, Sabah dan Sarawak, Malaysia, serta Brunei Darussalam. “Kesepakatan bersama ini untuk melihat kekuatan yang ada di Borneo,” ujarnya saat ditemui setelah pertemuan.
Menurut dia, pembangunan Komunitas Ekonomi Borneo penting karena para pelaku industri tersebut berada di satu pulau. Selain itu, pembangunan IKN juga berada di kawasan Borneo. Dengan demikian, Borneo dapat menjadi salah satu episentrum pertumbuhan di kawasan. Pembentukan Komunitas Ekonomi Borneo akan ditindaklanjuti dengan rencana mengadakan Borneo Business Summit di Pontianak, Kalimantan Barat, pada November tahun ini.
Chair of ASEAN-BAC Brunei Darussalam Haslina Taib menyambut positif pembentukan Komunitas Ekonomi Borneo. Mengingat Borneo dikenal sebagai salah satu paru-paru dunia, dia berpendapat, komunitas mesti mampu melindungi kawasan tersebut. Pertumbuhan kawasan Borneo mesti mempertimbangkan kelestarian lingkungan atau sustainability yang mampu menyejahterakan masyarakat, termasuk pelaku usaha kecil dan menengah. Aset karbon di kawasan Borneo juga perlu diperhatikan.
Dia turut menggarisbawahi pentingnya kehadiran dua ibu kota negara di Borneo, yakni milik Brunei Darussalam dan Indonesia, sebagai pendongkrak pertumbuhan kesejahteraan masyarakat di kawasan. Oleh sebab itu, dia berharap, pembangunan IKN sebagai bagian dari kawasan Borneo sejalan dengan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan yang sarat dengan inovasi.
Sementara itu, Agung menilai, dukungan pelaku usaha dan industri di kawasan Borneo menandakan IKN dapat dibangun sebagai kota berskala dunia. Pertemuan yang difasilitasi ASEAN-BAC tersebut turut berpotensi mengalirkan investasi dari Malaysia dan Brunei Darussalam untuk pembangunan IKN.
Hingga saat ini, lanjutnya, terdapat 207 surat ketertarikan berinvestasi di IKN. Sebanyak 202 surat di antaranya berasal dari negara-negara anggota ASEAN. Terdapat 19 surat ketertarikan yang berasal dari Malaysia. Dua perusahaan dari Malaysia telah menjalankan Kerja Sama antara Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), salah satunya tengah mengadakan studi kelayakan untuk membangun hunian di IKN.
Dia menambahkan, belum ada perusahaan Brunei Darussalam yang melayangkan surat ketertarikan berinvestasi di IKN. “Perusahaan dari Brunei Darussalam bisa membawa potensi-potensinya (ke IKN), seperti industri halal, makanan halal, farmasi, islamic trading, islamic tourism, dan islamic banking,” katanya.
Data Kementerian Investasi menunjukkan, nilai penanaman modal dalam negeri di Kalimantan Timur sepanjang semester I-2023 senilai Rp 22,35 triliun atau setara dengan 5.004 proyek. Nilai investasi asing pada periode yang sama sebesar 581,9 juta dollar AS atau setara dengan 573 proyek.