Australia Jajaki Kerja Sama dengan Indonesia untuk Ekosistem Kendaraan Listrik
Kerja sama dengan Australia mesti berorientasi pada pembangunan pabrik produksi di Indonesia sehingga tingkat komponen lokal dalam produk yang dihasilkan tinggi.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Industri dan Sains Australia Ed Husic tengah mengunjungi Indonesia dan Singapura pada 23-27 Juli 2023. Kunjungan Ed ke Indonesia salah satunya untuk memperdalam beragam strategi kolaborasi pengembangan ekosistem manufaktur kendaraan listrik sebagai tindak lanjut kesepakatan pascapertemuan Perdana Menteri Australia Albanese.
Setelah pertemuan kedua pemimpin negara itu, Ed mengatakan, pihaknya bekerja cepat untuk mengeksplorasi langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk merealisasikan dialog tersebut, termasuk dalam pengolahan nikel. ”Industri manufakturbaterai dan kendaraan listrik sejalan dengan langkah-langkah mengurangi emisi, penciptaan lapangan kerja, hingga meningkatkan kualitas hidup,” katanya dalam wawancara terbatas di Jakarta, Selasa (25/7/2023).
Dia memaparkan, rantai pasok industri kendaraan listrik, termasuk baterai, memiliki sejumlah potensi sumber nilai tambah, misalnya stasiun pengisian daya serta sistem penyimpanan energi. Agar nilai tambahnya optimal, sistem penyimpanan energi mesti stabil dan bersumber dari pembangkit listrik yang bersifat terbarukan, seperti tenaga angin atau surya.
Hingga saat ini, kata Ed, terdapat pemain pertambangan di Australia yang akan menawarkan teknologi tambang yang efisien dan rendah ekstraksi. Penawaran ini berada di lingkup eksplorasi sumber daya alam yang mendukung pengembangan ekosistem baterai dan kendaraan listrik.
Menanggapi upaya pendalaman Australia tersebut, Sekretaris Umum Gabungan Industri Otomotif Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan, kerja sama mesti berorientasi pada pembangunan pabrik produksi di Indonesia sehingga tingkat komponen lokal dalam produk yang dihasilkan tinggi.
”Tidak hanya untuk produk kendaraan listrik, tetapi juga komponen otomotif pendukung seperti charging station (stasiun pengisian daya). Jadikan Indonesia sebagai production base,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (25/7/2023).
Berdasarkan data Kementerian Investasi, nilai investasi Australia menempati posisi ke-10 dalam hal penanaman modal asing sepanjang semester I-2023. Nilai investasinya mencapai 251 juta dollar AS atau setara dengan 1.375 proyek.
Selain itu, Kukuh menggarisbawahi, Australia perlu membuka pasarnya untuk produk-produk kendaraan dari Indonesia sehingga perdagangan antarkedua negara setimpal. Australia mengimpor kendaraan dari negara-negara di Eropa, Jepang, dan Thailand. Adapun produk Indonesia belum masuk meskipun sejumlah perjanjian dagang sudah disepakati, seperti Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (IA-CEPA).
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia Haykel Hubeis menilai, pendalaman penjajakan Australia dalam industri kendaraan listrik dan baterai akan menarik investasi pengembangan teknologi terkait. Dengan demikian, pelaku industri smelter dapat meningkatkan efisiensi produksi dan menghasilkan produk berkualitas tinggi.
Pelaku industri smelter, katanya, berharap dapat memperluas keterlibatan dalam rantai pasok industri kendaraan listrik dan baterai melalui pendalaman penjajakan Australia tersebut. Keterlibatan itu turut memperluas jangkauan pasar dan mengoptimalkan kapasitas produksi industri.
Oleh sebab itu, peneliti Transnational Institute, Rachmi Hertanti, menggarisbawahi, pendalaman penjajakan kerja sama pengembangan ekosistem kendaraan listrik dan baterai tidak boleh mengabaikan transfer teknologi bagi Indonesia. ”Ekosistem baterai dan kendaraan listrik merupakan industri yang padat dengan teknologi tinggi. Kerja sama investasi akan merujuk prinsip-prinsip hak atas kekayaan intelektual yang membuat sejumlah pihak tidak terlalu mudah membuka akses teknologinya,” tuturnya.